KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia menyepakati kerja sama bilateral untuk Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) bagi pekerja migran Indonesia.
Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi, Kamis (11/10/ 2018) di kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Adapun kerja sama tersebut adalah dalam rangka pembenahan tata kelola penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik terkait perlindungan maupun peningkatan kesejahteraan.
Penandatangan yang dilakukan kedua menteri dilanjutkan dengan penandatangan technical arrangement oleh Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Marulli A Hasoloan dan Wakil Sekretaris Hubungan Internasional Menteri Tenagakerja dan Pembangunan Sosial Saudi Arabia, Abdulaziz al Amr.
“Bagi Pemerintah Indonesia, kerja sama bilateral ini bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi karena banyak kasus yang menimpa pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, seperti kekerasan, pelecehan seksual, gaji yang tidak dibayar, eksploitasi, ancaman hukuman mati yang mempengaruhi persepsi publik,” kata Menteri Hanif seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/10/2018).
Oleh karenanya, Hanif berharap, kerja sama bilateral dapat meningkatkan mekanisme penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.
“Kami optimis, dengan berbagai perbaikan yang terintegrasi melalui satu sistem yang disepakati kedua negara menjadikan penempaan dan perlindungan pekerja migran Indonesia berjalan lebih baik” ujar Hanif.
Kerja sama ini bersifat uji coba secara terbatas, yakni dengan jumlah PMI tertentu. Itupun dilakukan evaluasi setiap tiga bulan di lokasi tertentu, yakni Jeddah, Madinah, Riyadh, dan wilayah timur, yaitu Damam, Qobar, Dahran. Beberapa jabatan yang juga diuji coba juga baru sabatas baby sitter, family cook, elderly caretaker, family driver, child careworker, dan housekeeper.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi mengatakan, pihaknya berharap uji coba kerja sama ini akan berjalan dengan baik.
“Kerja sama ini dalam kerangka melindungi hak pekerja migran dan mengatur hubungan kerja antara majikan dan pekerja migran sesuai dengan hukum dan peraturan di kedua negara dan konvensi internasional,” ujarnya.
Setidaknya, ada 21 poin penting pada SPSK, yang pada kerja sama sebelumnya tidak diatur. Antara lain, proses rekrutmen dan penempatan PMI melalui sistem online terintegrasi yang memungkinkan kedua pemerintah melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
PMI tak lagi bekerja dengan sistem kafalah (majikan perseorangan), melainkan sistem syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah Arab Saudi). Sistem ini mempermudah PMI dan pemerintah Indonesia melakukan perlindungan.
Perjanjian kerja juga mengacu pada kontrak kerja yang telah ditetapkan berdasarkan prinsip kerja yang layak. Gaji dibayarkan melalui perbankan, sehingga pembayaran gaji dapat diawasi dan apabila terjadi keterlambatan pembayaran dapat segera terdeteksi.
Kedua negara sepakat membentuk Joint Committee yang bertugas mengawasi dan mengevaluasi implementasi proses rekrutmen dan penempatan PMI di lapangan, termasuk juga ada call center khusus yang menangani masalah ketenagakerjaan dengan Bahasa Indonesia. PMI juga mendapatkan akses komunikasi dengan keluarga.
Menteri Hanif menjelaskan, SPSK tidak berarti mencabut Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah. Sebaliknya, SPSK adalah kebijakan untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan penghentian dan pelarangan PMI ke Timur Tengah.
“Pengiriman PMI juga berdasarkan jabatan dan keahlian tertentu. Bukan sebagai pembantu rumah tangga yang mengerjakan semua pekerjaan domestik,” ujarnya.