JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memastikan terus mengembangkan infrastruktur ketenagalistrikan guna melayani seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah memiliki program untuk terus mengembangkan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia.
“Karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki akses terhadap listrik,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Agoes Triboesono dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertema “Pelayanan Ketenagalistrikan Indonesia” di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kamis (31/11/2017).
Sejumlah program tengah dikerjakan pemerintah untuk meningkatkan akses listrik untuk masyarakat, khususnya di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Salah satunya, adalah program listrik 35.000 Megawatt.
Baca: Di Kepri, PLN Targetkan Ada Listrik di Semua Desa di 5 Kabupaten Sebelum 2019
“Program itu hanya untuk pembangkitnya saja. Selain itu, pemerintah juga mengembangkan infrastruktur untuk distribusi listrik seperti saluran transmisi, gardu induk, saluran distribusi. Jadi bukan membangun pembangkitnya saja,” ujarnya.
Rasio elektrifikasi secara nasional di Tanah Air mencapai 93.08 persen. Namun, memang tidak semua desa dan rumah tangga teraliri listrik. Dua provinsi di daerah 3T yang belum teraliri listrik dengan baik yaitu Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Rasio elektrifikasi di Papua dan NTT masih di bawah 60 persen. Selain daerah 3T, sejumlah wilayah di Pulau Jawa juga belum semuanya teraliri listrik.
Pemerintah, kata dia, fokus membangun infrastruktur agar daerah 3T bisa segera teraliri listrik. “Dengan adanya program yang lebih mengarah ke timur Indonesia, diharapkan infrastruktur ketenagalistrikan dapat meningkatkan akses ketenagalistrikan di wilayah-wilayah tertinggal,” katanya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, saat ini jaringan listrik Jawa-Bali dan Sumatera sudah interkoneksi. Maka, pengadaan listrik di suatu daerah di Sumatera sudah bisa dipenuhi dari daerah lainnya.
Menurut dia, Riau merupakan salah satu daerah yang sulit untuk dibangun pembangkit listrik karena tanahnya gambut. Pematangan tanah gambut membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu, PLN memilih untuk membangun tower transmisi dan jaringan listrik di wilayah itu.
Ia mengakui harga produksi listrik (HPL) di Indonesia bagian timur mencapai Rp 2.500 hingga Rp4.000/KWh. Tingginya biaya produksi disebabkan ongkos logistik ke wilayah Papua dan NTT masih tinggi.
Baca: Jonan: Penyederhanaan Golongan Listrik Keputusannya Ada di Presiden
Sementara, pemerintah memberlakukan listrik satu harga. Pada Juli 2015, harga listrik Rp1.548/KWh dan menurun pada Januari 2017 menjadi Rp1.467/KWh. Harga itu bertahan hingga saat ini.
PLN menerapkan subsidi silang bagi konsumen yang memang masuk kategori layak subsisi sebesar Rp36,1 triliun untuk 42 juta pelanggan. Adapun, konsumen rumah tangga yang disubsidi mendapat akses listrik 450 VA dan 900 VA.
Dengan peningkatan kemudahan mendapatkan akses listrik yang terus meningkat, peringkat Indonesia Ease of Doing Business dari World Bank meningkat terus. Pada 2015, Indonesia berada pada peringkat 78 dari 190 negara. Sedangkan, pada 2016 dan 2017 meningkat menjadi 61 dan 49. Peringkat itu terus meningkat menjadi 38 dari 190 negara pada 2018.