KOMPAS.com- Anak muda Indonesia selayaknya mulai berani untuk keluar dari zona nyaman dan memulai usaha sendiri. Efek berganda akan terwujud tatkala banyak wirausaha baru.
Saat ini, jumlah wirausaha di Indonesia masih berkisar tiga persen dari jumlah penduduk. Angka tersebut masih lebih sedikit jika dibandingkan negara lain seperti Malaysia 5 persen, Singapura 7 persen, maupun Jepang 11 persen.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir muncul gairah baru untuk menggenjot wirausaha muda. Wabah usaha rintisan (start up) kian mencuat. Generasi muda berlomba-lomba menunjukkan keunggulan produk dan jasanya. Kondisi itu tentunya menimbulkan optimisme hadirnya lumbung pertumbuhan ekonomi baru.
Usaha rintisan tentunya menyerap semakin banyak tenaga kerja seiring pertumbuhan bisnis yang dialami. Suntikan modal pun mengalir deras sehingga menggairahkan roda ekonomi. Geliat ekonomi dapat dirayakan masyarakat luas.
Baca: Logistik, Tantangan Terberat Pelaku E-Commerce
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, perluasan kesempatan kerja yang berkualitas dan berwirausaha merupakan salah satu upaya menurunkan ketimpangan ekonomi.
Pemerintah, ia melanjutkan, menciptakan pekerjaan produktif dengan berupaya menarik investasi yang menyerap tenaga kerja besar. Kedua, meningkatkan keahlian pekerja melalui pendidikan dan pelatikan vokasi serta pemagangan.
"Selain itu, pemerintah mendorong kewirausahaan," katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jumat (8/9/2017).
Baca: Lima Langkah Pemerintah Atasi Ketimpangan
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mencanangkan Gerakan Nasional 1.000 Usaha Rintisan. Program itu terus didorong untuk mendukung ekonomi kerakyatan yang juga sudah mengarah ke pembiayaan dan investasi teknologi finansial.
Seperti diwartakan harian Kompas, Jumat (3/3/2017), Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berharap agar usaha rintisan tak hanya mengedepankan bisnis, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kemenkominfo memproyeksikan pada 2020, ekonomi digital di Indonesia bisa tumbuh mencapai 130 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.700 triliun.
Angka proyeksi ekonomi digital 2020 ini diperkirakan sebesar 20 persen dari total PDB (produk domestik bruto) Indonesia. Proyeksi ini naik dari realisasi 2017 sebesar 75 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.000 triliun.
Baca juga: Kumpulkan Data Transaksi E-Commerce, BPS Gandeng idEA
Menurut Rudiantara, ada sejumlah syarat yang tengah diupayakan pemerintah untuk merengkuh gurihnya proyeksi ekonomi digital tersebut. “Utamanya, terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia,” ujarnya.
Selain peningkatan kualitas SDM, syarat lainnya adalah infrastrukur logistik mesti terus digenjot.
“Aspek lainnya adalah proteksi konsumen, perpajakan, keamanan, dan infrastruktur pendukung teknologi,” ungkap Rudiantara.
Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (Idea) Aulia Marinto mengatakan, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital dalam negeri akan membuat perusahaan e-commerce dunia tergugah berbisnis di Indonesia.
"Dengan jumlah penduduk yang besar, sektor e-commerce Asia Tenggara memiliki potensi yang bagus. Perusahaan raksasa seperti e-Buy, Alibaba pun tertarik masuk ke Indonesia,” ujarnya seperti dikutip Kompas.com, Selasa (9/5/2017).
Menurut Aulia, perkembangan ekonomi digital di Indonesia memiliki peluang bagus di masa depan. Itu terlihat dari masifnya inovasi pelaku ekonomi digital dalam melebarkan bisnisnya.
"Sekarang belanja online kian maju, juga transportasi dan sebagainya. Melihat prospek ini, keinginan dan harapan menjadikan Indonesia sebagai The Next China dalam teknologi digital bisa dilakukan," tuturnya.
Dengan optimisme akan geliat ekonomi digital dalam beberapa tahun mendatang, bukan mustahil wirausaha baru akan terus bermunculan dan menggairahkan roda ekonomi tanah air.