Optimisme Indonesia Atasi Stunting pada Anak

Kompas.com - 29/09/2017, 19:39 WIB
Kurniasih Budi

Penulis


KOMPAS.com - Tak kurang dari seratus kabupaten masuk dalam target wilayah penanganan stunting di Indonesia.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi di dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan. Sayangnya, stunting baru terdeteksi setelah anak berusia 2 tahun.

Anak yang mengalami stunting umumnya memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, rentan terhadap penyakit, dan menurun produktivitasnya.

Baca: Lima Langkah Pemerintah Atasi Ketimpangan Sosial

Indonesia merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Di dunia, Indonesia menduduki posisi ke-17 dari 117 negara. Walaupun data kasus ini sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2013.

Data prevalensi stunting pada 2014 adalah 32,9 persen dengan target 2019 sebesar 28,0 persen. Sedangkan, capaian pada 2016 adalah 26,1 persen atau 9 juta anak.

Pekerjaan rumah besar yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya stunting. Pemerintah mesti berupaya keras menurunkan angka stunting penduduk miskin.

Anak-anak Desa Barawai bermain di pantai saat matahari mulai tenggelam. Silvita Agmasari Anak-anak Desa Barawai bermain di pantai saat matahari mulai tenggelam.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, stunting menyebar di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan.

“Intervensi gizi baik spesifik maupun sensitif menjadi kerangka penanganan stunting,” katanya saat diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jumat (8/9/2017) lalu.

Empat Sehat Lima Sempurna

Adapun target utama intervensi yakni penurunan stunting pada 1000 hari pertama kehidupan anak. Untuk itu, pemerintah menganggarkan program gizi seimbang sebesar Rp 60 triliun untuk 12 kementerian/lembaga yang bertanggung jawab menangani stunting.

Menurut Menko PMK Puan Maharani, gizi seimbang dapat diperoleh dari aneka makanan lokal. Makanan bergizi, ia melanjutkan, meski sederhana tetap bisa memenuhi unsur 4 sehat 5 sempurna.

“Makanan bergizi tak mesti mahal. Banyak aneka makanan lokal sederhana bisa memenuhi asupan gizi,” katanya pada peringatan Hari Keluarga Nasional di Lampung, Sabtu (15/7/2017) lalu.

Penanganan stunting membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Para ibu mendapat edukasi mengenai gizi seimbang untuk bayi dan balita di Posyandu Kemala, Pontianak, Kalimantan Barat.Dian Maharani/Kompas.com Para ibu mendapat edukasi mengenai gizi seimbang untuk bayi dan balita di Posyandu Kemala, Pontianak, Kalimantan Barat.

Stunting tak akan berkurang jika hanya dibahas di dalam rapat-rapat antar-lembaga. Oleh karena itu, pemerintah melakukan edukasi dan sosialisasi, memberi makanan tambahan dan suplemen, melaksanakan imunisasi, membangun infrastruktur air bersih dan infrastruktur sanitasi, serta memberi bantuan pada keluarga miskin.

“Yang terpenting, pemerintah terus menjamin kecukupan gizi untuk anak dan ibu hamil,” kata Puan.
    

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com