Mewujudkan Generasi Emas Indonesia…

Kompas.com - 29/09/2017, 19:08 WIB
Haris Prahara

Penulis

KOMPAS.com – Indonesia segera menyongsong fase bonus demografi beberapa tahun ke depan. Ini menjadi tantangan apakah kita siap lepas landas menuju negara maju atau justru sebaliknya, tertimpa bencana demografi.
 
Bonus demografi merupakan kondisi di mana populasi usia produktif lebih banyak dari usia nonproduktif. Indonesia sendiri diprediksi akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030 mendatang.
 
Membludaknya tenaga kerja produktif adalah peluang emas Indonesia untuk menggenjot roda ekonomi. Idealnya, pertumbuhan ekonomi terpacu, sektor riil terdongkrak, dan daya saing meningkat. 
 
 
Secara normatif, bonus demografi seyogianya membawa sebuah negara menuju arah lebih baik, khususnya membawa kesejahteraan untuk segenap tumpah darahnya.
 
Ambil contoh, Jepang. Negeri Sakura itu mengalami pertumbuhan penduduk akibat baby boom pada masa setelah perang dunia kedua. 
 
Kondisi itu membuat Jepang memiliki jumlah sumber daya manusia yang signifikan dan pemerintah setempat pun tak menyia-nyiakan hal tersebut. 
 
Mereka segera menggenjot industrialisasi dan mulailah inovasi-inovasi unggul mencuat ke panggung dunia. Jepang pun lepas landas menjadi jajaran negara maju dunia. Hasilnya dapat dinikmati hingga kini.
 
Karyawan AHM melakukan proses perakitan sepeda motor New Honda Sonic 150R di pabrik AHM di kawasan Pegangsaan, Jakarta Timur.AHM Karyawan AHM melakukan proses perakitan sepeda motor New Honda Sonic 150R di pabrik AHM di kawasan Pegangsaan, Jakarta Timur.
 
Meski terdengar menyenangkan, meraih momentum bonus demografi bukanlah perjuangan mudah.
 
Terdapat sejumlah syarat agar bonus tidak berubah menjadi bencana demografi, yaitu penduduk harus berkualitas, tersedia lapangan kerja, tabungan rumah tangga memadai, dan sejumlah syarat lainnya.
 
Di negara kaya, saat rasio ketergantungan rendah, penduduk usia muda menjadi penggerak pertumbuhan melalui produktivitas kerja, konsumsi, dan tabungan yang mereka miliki. 
 
Untuk meraih manfaat terbesar, sumber daya manusia harus memenuhi kebutuhan pasar kerja. 
 

Menjadi penting bagi Indonesia menentukan kiblat perekonomiannya untuk sepuluh atau dua puluh tahun lagi.

 
Sudah selayaknya, Indonesia dapat mengandalkan industri jasa serta manufaktur untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
 
Bisa juga, menggairahkan agrobisnis dan sektor kemaritiman. Seperti kita tahu, kedua sektor itu adalah anugerah lahiriah bagi Indonesia, kekuatan alami negara terbesar keempat di dunia ini.
 
Lantas, bagaimana Indonesia mewujudkan generasi emas tersebut?
 
Dalam mencapainya, tentu tidak mudah. Masih ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. 
 
Peningkatan SDM 
 
Mengacu data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 2016, lebih dari satu juta anak putus sekolah pada jenjang sekolah dasar (SD) dan tak melanjutkan ke tingkat sekolah menengah pertama (SMP).
 
Jika digabung antara yang tidak tamat SD-SMP, maka ada sekitar 4,3 juta anak yang tak mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun.
 
Perahu Anugrah khusus digunakan antar jemput anak sekolah SDN 02 Pantai Bahagia, di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (23/8/2017).KOMPAS.COM/Anggita Muslimah Perahu Anugrah khusus digunakan antar jemput anak sekolah SDN 02 Pantai Bahagia, di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (23/8/2017).
 
Akibatnya, sekitar 40 persen angkatan kerja Indonesia saat ini merupakan lulusan SD. Kondisi itu tentunya menghambat upaya Indonesia untuk bersaing di kancah global dan merengkuh puncak bonus demografi.
 
Hal itu mestinya tak membuat kita pesimistis, tetapi justru terus menebar harapan dan cita-cita bersama.
 
Dalam Forum Merdeka Barat 9 pada Jumat (8/9/2017), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah terus bekerja untuk mengurai berbagai permasalahan bangsa Indonesia. 
 
Menurut Bambang, peningkatan kualitas sumber daya manusia amat krusial untuk menunjang langkah Indonesia ke depannya, termasuk dalam menyambut bonus demografi.
 
Untuk itu, pemerintah mulai menyiapkan berbagai kebijakan penunjang. Sebut misalnya, peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan vokasi.
 
Aktivitas santri dan siswa SMK Al Mina Bandungan, Kabupaten Semarang, di green house hidroponik, Minggu (20/8/2017) siang. Rencananya panen perdana tomat jenis cherry dan beef ini akan dikirim ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta sebagai ungkapan terima kasih atas bantuan presiden.  KOMPAS.com/Syahrul Munir Aktivitas santri dan siswa SMK Al Mina Bandungan, Kabupaten Semarang, di green house hidroponik, Minggu (20/8/2017) siang. Rencananya panen perdana tomat jenis cherry dan beef ini akan dikirim ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta sebagai ungkapan terima kasih atas bantuan presiden.
 
Dengan begitu, peningkatan keterampilan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Harapannya, tak ada lagi tenaga terampil yang menganggur.
 
Pada forum yang sama, Direktur INFID Sugeng Bahagijo mengatakan, pemerintah perlu membuat proyeksi pasar kerja untuk 10 tahun mendatang. Itu berguna agar pelatihan dan pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja di masa depan.
 
Ya, tentunya masih ada peluang bagi kita untuk lepas landas menjadi negara top dunia. Ada cukup waktu untuk memperbaiki kualitas SDM kita. Tentunya, kerja keras pemerintah perlu disertai sikap optimistis segenap insan bangsa Indonesia. 

Dengan begitu, bukan mustahil generasi emas Indonesia dapat terwujud!

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com