KOMPAS.com – Melalui Program Kemitraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) mendorong guru dan tenaga kependidikan untuk saling berbagi praktik dan pengalaman terbaiknya.
Program tersebut pun dinilai efektif menjembatani interaksi positif antar sesama guru dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatan mutu di sekolah masing-masing.
Hal ini karena melalui program tersebut guru dapat belajar dari kelas guru lain. Caranya dengan mengamati seksama, melakukan refleksi pembelajaran bersama, mempraktikan di lapangan dan menerapkan di sekolah masing-masing.
Sebagai contoh, guru yang mengalami kesulitan menghadapi siswa-siswa yang motivasi belajarnya rendah bisa mencari solusi dengan cara berdiskusi bersama guru lain.
Setelah mendapatkan solusi, maka mereka dapat mempraktikannya langsung di kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian percepatan pemerataan mutu pendidikan dapat segera terwujud.
BACA JUGA: 4 Tantangan bagi Guru Masa Kini
Memang diskusi di antara guru diperlukan karena biasanya pendidik memiliki kecenderungan mengajar dengan gaya yang pernah dialaminya. Misal, ketika dahulu di sekolah suatu materi diajar dengan metode ceramah saja, maka guru cenderung mengajar materi tersebut dengan ceramah juga.
Untuk itu, pada Program Kemitraan GTK ini, guru diberikan kesempatan memperoleh pengalaman pengelolaan pembelajaran yang terbaik dan inovatif. Mulai dari perancangan Rencana Pelaksanaan Pembelacaran (RPP), proses pembelajaran, maupun proses penilaian peserta didik sesuai dengan kurikulum K13.
Meski begitu pelaksanaan program tersebut tidak bisa diadopsi dengan cepat-cepat. Ini karena setiap guru butuh adaptasi. Hal ini diamini Staf Ahli Menteri Pendidikan (Mendikbud) James Modow.
“Proses adopsi inovasi pembelaran inovatif seperti itu tidak bisa cepat karena perlu adaptasi dengan budaya setempat,” ucap James Modow saat memberikan pengarahan pada Workshop Program Kemitraan Guru Pendidikan Menengah.
Lebih lanjut James mengatakan, guru pun harus senantiasa mengembangkan wawasan keilmuannya, misalnya mengetahui gaya belajar anak. Hal ini perlu agar mereka dapat mengelola kelas dengan baik.
Tak hanya sampai program GTK saja
Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Sri Renani Pantjastuti berharap agar proses saling belajar di antara pendidik tidak berhenti ketika program GTK yang difasilitasi Kemendikbud selesai.
“Ini perlu untuk memastikan kesinambungan program kemitraan,” pesan Sri Renani kepada peserta Program Kemitraan GTK.
Adapun James mengatakan bahwa Program Kemitraan GTK didesain agar proses kemitraan tetap berkesinambungan. Guru-guru tetap berhubungan dalam upaya peningkatan mutu.
Mereka juga diajari mengembangkan komunitas pembelajar di wilayah masing-masing melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
“Dengan demikian, Program Kemitraan Guru sejalan dengan sistem zonasi sesuai arahan Pak Menteri,” ujar James.
Dalam rilis yang Kompas.com terima, Senin (1/10/2018), Program kemitraan GTK sudah berjalan di Guru SMA dengan melibatkan guru pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika dari berbagai daerah.
BACA JUGA: Guru Daerah Terpencil Tidak Boleh Tertinggal
Pengajar yang terlibat berasal dari provinsi Aceh, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua dan Papua Barat.
Nah, guru tersebut selama seminggu belajar pada guru-guru yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Bali.
“Sekolah-sekolah di Jawa kan sudah bagus-bagus, ke depan diharapkan sekolah di luar Jawa yang ikut program kemitraan mutunya bisa sebagus yang ada di Jawa,” tegas Sri Renani.
Dengan demikian, lanjut Renani, program kemitraan guru dapat mengurangi kesenjangan mutu pendidikan di Jawa dan luar Jawa.
Adapun guru yang terlibat berasal dari Aceh, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara. Kemudian Gorontalo, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan Papua Barat.
Guru-guru tersebut bermitra dengan tenaga pengajar dari Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten.
Setelah selesai magang, guru-guru ini akan kembali ke tempat tugas masing-masing. Mereka akan melakukan perubahan-perubahan dengan belajar dari praktik terbaik dan mendiseminasikan ke rekan-rekan sejawat yang lain.
Mereka juga akan terus didampingi oleh guru-guru dari Jawa dan Bali melalui mekanisme pendampingan dalam jaringan dan pendampingan secara tatap muka langsung.
Beberapa sekolah pun yang sudah merasakan manfaat dari program Kemitraan Bagi Guru. Salah satunya adalah SMA N 1 Waingapu, Sumba Timur, NTT.
Rinco, guru SMAN 1 Waingapu, yang berkesempatan magang di SMA N 7 Jakarta mengatakan bahwa, siswa-siswi di sekolah tersebut telah membantu daeranya dengan mengumpulkan buku-buku untuk disumbangkan ke Waingapu.
BACA JUGA: Mendikbud Ungkap 3 Ciri Guru Profesional
Bantuan dari anak murid tersebut tak lepas dari cerita Rico ketika mengajar di sana. Waktu itu ia menceritakan minimnya sarana-prasana di SMA N 1 Waingapu, salah satunya adalah ketersediaan buku-buku.
“Warga sekolah SMA N 7 menyambut positif ide murid-muridnya dan segera berkoordinasi penyaluran bantuan buku-buku melalui pos,” ujar Rinco.
Manfaat yang sama dirasakan pula oleh guru-guru SMP Waingapu yang magang di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka berkesempatan belajar membatik difasilitasi Dinas Pendidikan Kota Pekalongan dan industri batik setempat.
Guru-guru yang terlibat pun cukup antusias mengikuti kegiatan ini. Terlebih, setelah hasil batik yang mereka buat jadi sehingga bisa dibawa pulang sebagai buah tangan.
Hasilnya selain dapat meningkatkan kemampuan guru, Program Kemitraan GTK terbukti mampu memperkuat tali solidaritas dan mempererat tenun kebangsaan di antara warga negara Indonesia.