KOMPAS.com - Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mencetuskan program kemitraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).
Menilik cara kerjanya, program ini mengajak guru dari daerah tertinggal, terluar, terdepan (3T) ke sekolah inti untuk berkolaborasi dengan tenaga pendidikan di dalamnya.
Guru-guru yang berasal dari daerah 3T tersebut akan belajar selama sepekan dengan menyaksikan dan terlibat di setiap sekolah inti agar dapat disebarluaskan kepada guru-guru lain di wilayahnya. Hal ini lumrah disebut On the Job Learning 1 (OJL 1).
Muhadjir menilai, Indonesia saat ini masih terjadi ketimpangan mutu pendidikan antar daerah, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu masukan (input), proses, dan hasil.
Baca juga: Ditjen GTK: Sistem Zonasi Wujud Kemerdekaan di Dunia Pendidikan
"Harus diakui kompetensi guru pada aspek pedagogik dan profesional masih rendah," ucap dia sesuai keterangan rilis yang Kompas.com terima, Selasa (10/9/2019).
Melalui program ini, guru inti dapat saling berbagi pengalaman, inspirasi, dan mengembangkan kerja sama dalam upaya peningkatan dan pemerataan kemampuan guru mitra yang berasal dari daerah 3T.
Lalu mengintegrasikan guru dan kepala sekolah dalam program yang sama, sehingga ada kesinambungan substansi yang digarap oleh keduanya.
Perpaduan ini meliputi desain dan langkah program, lokasi dan sasaran program, serta substansi program.
Kompetensi guru, lanjut Muhadjir, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Baca juga: Mendikbud Sebut Kualitas Guru Cerminan Standar Nasional Pendidikan
Maka dari itu dirinya menyoroti hasil uji kompetensi guru tahun 2015 yang menyebut kompetensi guru secara nasional berada pada kategori rendah dan terdapat kesenjangan yang tinggi antar daerah.
“Untuk itu diperlukan upaya sistematis dan masif untuk memenuhi kompetensi yang diharapkan,” ujar Muhadjir.
Sementara itu, guru inti dari SMPN 25 Kota Bekasi Sri Herwati mengatakan kunci keberhasilan dari program kemitraan ini adalah kemauan.
“Guru-guru mitra ini harus mau, yakin, dan ikhlas,” papar Sri yang menerima guru mitra dari Kota Fakfak, Papua Barat.
Baca juga: Warna-warni Pakaian Adat saat Upacara HUT RI di Kemendikbud
Sri menambahkan, tak berbeda dengan guru inti, para guru mitra ini juga mempunyai segudang pengalaman. Maka dari itu, dirinya memiliki keyakinan kalau program ini saling menguntungkan.
"Lebih saling bertukar pikiran tentang apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan di sekolahnya, mengingat kami memiliki latar belakang dan budaya yang berbeda," terang Sri.
Di sisi lain, guru mitra SMPN 2 Fakfak Yuliana Kargiyati menceritakan pengalamannya setelah sepekan melakukan observasi, mengajar dan melewati tahap evaluasi bersama dengan guru inti di SMPN 25 Kota Bekasi.
Dirinya menyatakan, ia kini memiliki pandangan yang lebih luas tentang bagaimana cara mengajar, membimbing peserta didik hingga administrasi guru.
Baca juga: Guru Berprestasi, Guru yang Memerdekakan
“Guru inti tidak pernah bosan membagi ilmunya,” jelas Yuliana.
Perlu diketahui, kegiatan supervisi Program Peningkatan dan Pemerataan Mutu Guru SMP melalui Kemitraan 2019 ini dilaksanakan di Hotel Merapi Merbabu, Kota Bekasi.
Adapun kegiatan ini diikuti oleh 8 guru inti dengan 12 guru mitra yang mana di antaranya berasal dari Fakfak.
Guru inti dan mitra ini adalah pengajar dari empat mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, dan Matematika.
"Perjuangannya tidak berhenti sampai di sini, masih banyak yang harus diperbaiki di daerah saya," tutup Yuliani.