KOMPAS.com - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa kearifan lokal bisa menjadi solusi bagi penanganan bencana di daerah.
Penanganan bencana tersebut juga berlaku untuk mengatasi longsor di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal tersebut disampaikan Risma saat mengunjungi lokasi bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa, Sabtu (19/11/2022).
Saat di lokasi bencana, ia mengamati dengan seksama kontur tanah di sekeliling titik longsor. Risma tampak melihat adanya bagian dataran tinggi dengan sebagian tanahnya gugur sebagai longsoran.
"Iya (setelah melihat bekas longsoran) tadi, saya pikir untuk menahannya harus dari atas ini, dengan menggunakan potongan-potongan bambu," kata Risma dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (19/11/2022).
Baca juga: Korban Hilang Jembatan Ambruk di Tasikmalaya Belum Ditemukan, Motor dan Helm Terkubur Longsoran
Sebab, lanjut dia, apabila di bagian atas atau dataran tinggi tidak ditahan, air akan mengalir sangat cepat dari atas ke bawah. Bahkan, kecepatannya bisa sangat tinggi.
Oleh karenanya, Risma kembali mengatakan bahwa kearifan lokal berperan penting dalam penanganan bencana.
Hal tersebut, kata Risma, bisa dilakukan untuk menangani bencana di Desa Lonjoboko, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa yang merupakan titik longsor terparah dengan sebaran cukup luas.
“Potensi bahaya semakin terbuka dengan adanya sungai di hulu yang siap mengalirkan air dengan debit tinggi bila hujan lebat,” ujar Risma.
Apabila tidak dicarikan jalan keluar, kata dia, aliran air dari sungai akan meluncur deras ke bawah. Hal tersebut berpotensi menggugurkan tanah di sekitarnya ke area jalan raya dan pemukiman warga.
Baca juga: Warga Gunungkidul Tewas Tersengat Aliran Listrik Saat Membetulkan Rumah
"Nah, ternyata Pak Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan Pak Wakil Bupati (Wabup) Gowa Abdur Rauf Malaganni tadi juga menyampaikan bahwa di atas ada sungai," kata Risma.
Ia mengatakan bahwa ceruk sungai bisa diperdalam untuk menahan laju air. Apabila air tersebut tumpah ke bawah, maka laju air akan semakin kencang dan seperti air terjun. Namun, apabila laju air di atas ditahan maka akan mengurangi risiko bencana.
"Sebetulnya, cara ini sangat tradisional dan sudah ada dari dulu, dilakukan oleh nenek moyang kita," kata dia.
Menurut Risma, cara sederhana penanganan bencana dengan mengangkat kearifan lokal justru lebih mampu bertahan lama.
"Kalo kita lakukan dengan kearifan lokal, saya pikir itu jauh lebih sustainable daripada kalo dibuat proyek-proyek (yang menghabiskan lebih banyak dana)," ucapnya.
Baca juga: Menilik Proyek Infrastruktur Nasional dalam Konektivitas Karawang
Mendapat saran dari Mensos Risma, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman pun memberikan lampu hijau terhadap penanganan bencana dengan kearifan lokal.
Ia menyatakan telah siap mengerahkan petugas untuk melakukan pengecekan secara teknikal seperti yang disampaikan Mensos Risma dan bagaimana pengerjaan tanggul guna menahan laju air sungai.
"Masukan ibu menteri sangat baik sekali, strategis dan taktis untuk petugas kami di lapangan. Pasalnya, beliau berpengalaman juga melakukan hal-hal pengerjaan semacam ini di wilayah Surabaya," kata orang nomor satu di Provinsi Sulsel itu.
Baca juga: Empat Kecamatan Terendam Banjir di Kota Parepare Sulsel, Tim SAR Evakuasi Ratusan Warga Terjebak
Hal paling penting, lanjut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel memastikan bahwa akan ada tindaklanjut sebagai indikatif solusi dari kedatangan Mensos Risma.
"Untuk kemudian, kami bawa pada ruang desain sesuai kaidah engineering. Lalu, kami aktualisasi nantinya ketika memang itu adalah indikatif yang menjadi solusi untuk dilaksanakan," ucap Andi.
Selain meninjau lokasi dan memberi sumbangsih pemikiran terhadap penanganan longsor, Risma juga menemui ahli waris korban meninggal dunia untuk menyerahkan santunan masing-masing Rp 15 juta per korban jiwa.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Ashabul Kahfi menyebutkan bahwa kehadiran dan pemberian santunan dari Kementerian Sosial (Kemensos) merupakan bentuk kepedulian negara terhadap warga yang tengah mengalami kedukaan.
"Kehadiran kami pada hari ini, Sabtu (19/11/2022) dalam rangka melindungi keluarga korban sebagai bentuk kepedulian negara terhadap warga yang sedang berduka, mengalami bencana. Tadi kami sudah bagi santunan Rp 15 juta per korban jiwa," katanya yang turut hadir di lokasi dan menyerahkan santunan.
Seperti diketahui, bencana longsor akibat hujan deras disertai angin kencang telah melanda Desa Lonjoboko, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, pada Rabu (16/11/2022) sekitar pukul 18.30 Waktu Indonesia Tengah (WITA).
Baca juga: 73 Persen Wilayah Banjarnegara Rawan Bencana, Tahun Ini Telah Terjadi 342 Kejadian
Akibat bencana tersebut, terdapat tujuh orang menjadi korban saat melintasi akses jalan menuju Malino yang tertimbun tanah longsor.
Adapun korban meninggal dunia tersebut, di antaranya Nuraeni (47) dan Jumriah (37), warga Dusun Kasuarang, Desa Arabika, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai. Keduanya menjadi korban usai kendaraan yang mereka tumpangi tertimpa longsoran tanah.
Kemudian, aNurhaya Ningsih (24), warga dari Dusun Borong Sapiria, Desa Lonjoboko, Kabupaten Gowa. Korban meninggal lainnya, yaitu Sunaria (38) dan Daeng Ngasseng (60), warga Dusun Kunyika, Desa Lonjoboko, Kabupaten Gowa.
Adapun korban keenam, yaitu Nur Syamsiah (25). Sementara itu, satu korban terakhir, Muhammad Royan (5), masih dalam upaya pencarian. Hingga saat ini, setidaknya 100 orang korban longsor masih mengungsi ke tempat yang lebih aman.