KOMPAS.com – Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto mengatakan, saat ini balai rehabilitasi sedang dalam proses revitalisasi fungsional.
Tujuannya, agar masyarakat disabilitas dapat berdaya dan berkiprah setelah mendapat pelayanan rehabilitasi sosial lanjut di Balai Rehabilitasi Sosial.
“Kami ada program transformasi, perubahan status panti menjadi balai. Kami ingin balai rehabilitasi sosial berkontribusi secara progresif,” kata Edi, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut adalah adanya batas waktu bagi penerima manfaat.
Baca juga: Penyandang Tunanetra di Wyata Guna Bandung Terancam Terusir
“Ini dilakukan agar mereka dapat berkumpul kembali dengan keluarga, mandiri, dan berkiprah di masyarakat,” kata Edi.
Hal itulah yang terjadi kepada 30 penyandang disabilitas netra penerima manfaat Wyata Guna, yang telah menyelesaikan masa rehabilitasinya.
Sayangnya, 30 penerima manfaat tersebut belum menerima pemindahan ke panti milik pemerintah provinsi.
Edi pun menegaskan, Balai Wyata Guna Bandung tidak mengusir 30 penerima manfaat, melainkan masa pelayanan rehabilitasinya sudah berakhir.
Baca juga: Duduk Perkara 32 Mahasiswa Tunanetra Tidur di Halte dan Trotoar Menurut BRSPDSN Wyata Guna Bandung
“Mereka yang masa tinggalnya berakhir akan diganti dengan penerima manfaat baru. Jadi ada azas keadilan,” kata Edi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Sosial Juliari P. Batubara berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil.
“Pak gubernur menyatakan telah menyiapkan panti di Cimahi untuk menampung 30 penerima manfaat Wyata Guna," kata Juliari, di Jakarta.
Pengembalian penerima manfaat kepada keluarga atau masyarakat tidak dilakukan seketika. Selama di balai, mereka diberi pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis, dan berstandar sehingga ketika kembali ke masyarakat bisa mandiri.
Baca juga: 32 Mahasiswa Tunanetra Menginap di Trotoar, Begini Klarifikasi Kepala Wyata Guna Bandung
Kepala Balai Wyata Guna Sudarsono mengatakan, polemik Wyata Guna sudah diproses sejak 2019.
Bahkan, pengelola balai telah memberi toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Padahal seharusnya, mereka meninggalkan balai sejak Juni 2019.
“Secara persuasif kami sudah meminta penerima manfaat untuk mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas sensorik netra lainnya yang antre masuk balai,” kata Sudarsono.
Kementrian Sosial (Kemensos) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar pun telah melakukan rapat untuk mencari solusi bersama pada 12 Agustus 2019.
Baca juga: BUMN Buka Kesempatan Karier untuk Penyandang Disabilitas
Salah satu hasilnya, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama.
Dinas Sosial Jabar juga berencana membangun panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas.
Pengembangan layanan terpadu nasional tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.
Sudarsono pun menyayangkan isu-isu yang mencuat di tengah proses peralihan kepada panti milik Pemprov Jabar.
Baca juga: Cerita 32 Mahasiswa Tunanetra Bandung Tidur di Halte karena Panti Berubah Jadi Balai
“Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi,” kata Sudarosno.