Manfaat RUU Kesehatan: Memberi Perlindungan Hukum bagi Nakes dan Mempermudah Karier Dokter Muda

Kompas.com - 11/05/2023, 11:36 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

Ilustrasi dokter. 
(Unsplash/Artur Tumasjan) Ilustrasi dokter.

KOMPAS.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan adalah RUU yang bertujuan memperkuat sistem kesehatan negara dan meningkatkan kualitas kesehatan serta kesejahteraan masyarakat.

RUU inisiatif DPR yang didukung pemerintah ini mengusung sejumlah manfaat yang sangat penting dalam membentuk masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Melansir kemkes.go.id, Minggu (9/4/2023), RUU Kesehatan memberikan perlindungan hukum ekstra bagi para tenaga kesehatan (nakes).

Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Syahril mengatakan, nakes merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Oleh karenanya, nakes patut mendapatkan perlindungan hukum yang layak.

Syahril juga menegaskan, hak-hak bagi nakes yang sebelumnya telah dicantumkan dalam UU Kesehatan tidak akan hilang dalam RUU Kesehatan.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Kemenkes Usul Surat Tanda Registrasi Nakes Berlaku Seumur Hidup

Beberapa hak itu, di antaranya perlindungan hukum saat menjalankan praktik sesuai standar yang tertera dalam Pasal 282 ayat (1) huruf a; perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu yang tertuang dalam pasal 296; serta mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tertuang dalam Pasal 322 ayat (4).

Menurutnya, lewat RUU tersebut pemerintah mengusulkan penghapusan pada isi yang berkaitan dengan tuntutan terhadap nakes yang telah menjalani sidang disiplin atau alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 328.

“Substansi ini kami usulkan untuk dihapus dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan karena merupakan substansi hukum pidana dan perdata,” jelas Syahril.

Mempermudah karier dokter muda

Selain itu, RUU yang tengah dibahas DPR dan pemerintah tersebut muat poin-poin yang mempermudah karier dokter muda dan perlindungan hukum dalam menjalankan profesi mereka.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Praktik Nakes Cukup Punya STR dan Sertifikat Kompetensi, Tak Perlu Surat Sehat-Rekomendasi

Koordinator Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDMI) Koko Khomeini mengatakan, setidaknya ada tiga manfaat RUU yang menyasar dokter-dokter muda.

Pertama, RUU Kesehatan menambah pasal-pasal perlindungan baru, antara lain perlindungan untuk peserta didik atau dokter yang sedang internship dan yang sedang mengambil program spesialis.

“Pemerintah dan DPR mengusulkan pasal agar peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (10/5/2023).

Kemudian, kata Koko, nakes dapat menghentikan pelayanan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.

“Lalu ada usulan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yakni dokter yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana. Aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif,” jelasnya.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Kemenkes Usul Surat Tanda Registrasi Nakes Berlaku Seumur Hidup

Kedua, RUU Kesehatan mengatur tentang sistem pendidikan spesialis yang murah dan transparan melalui sistem berbasis rumah sakit.

Dalam hal ini, peserta didik yang mengikuti pendidikan berbasis rumah sakit tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang atau bekerja.

Koko mengatakan, hal tersebut akan mempermudah para dokter muda mengambil program spesialis. Sebab, kebanyakan dokter bercita-cita menjadi dokter spesialis sebagai jenjang karier mereka.

“Jadi, nantinya akan ada dua opsi, spesialis melalui universitas dan melalui rumah sakit sehingga kesempatan para dokter untuk mengambil pendidikan lanjutan akan sangat luas,” paparnya.

Ketiga, penyederhanaan perizinan praktik karena cukup satu izin untuk setiap 5 tahun atau lebih ringkas dari saat ini yang memerlukan dua izin untuk 5 tahun.

Baca juga: Soal RUU Kesehatan, DPR: Tidak Ada Liberalisasi Kesehatan dan Kriminalisasi Paramedis

Dalam hal ini, Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku seumur hidup, tetapi Surat Izin Praktik (SIP) berlaku setiap 5 tahun sekali.

Koko menyebutkan, fungsi kontrol terhadap kualitas dan kepastian kompetensi dokter secara berkala nantinya diusulkan melekat pada SIP.

“Dengan begitu, dokter dukun atau tremor atau sakit dapat dicegah secara berkala melalui mekanisme ini. Sistemnya juga akan dibuat transparan untuk menghindari conflict of interest dan kolusi,” tuturnya.

Tuai kontroversi

Meskipun memiliki banyak manfaat bagi nakes, berbagai organisasi profesi kesehatan menyatakan penolakan terhadap RUU Kesehatan. Mereka pun menggelar aksi demonstrasi menolak RUU Kesehatan.

Paling baru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan RUU Kesehatan, Senin (8/5/2023).

Baca juga: IDI Nilai Tahap Dengar Pendapat RUU Kesehatan Belum Sesuai

Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai tersebut merupakan bentuk keprihatinan atas proses pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi.

Dia menuturkan, terdapat sejumlah pesan yang disuarakan dalam aksi damai tersebut. Pertama, mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat.

Kedua, mendorong pemerintah memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.

"Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru," kata Adib, melansir Kompas.com, Senin.

Salah satu organisasi yang menyatakan menolak adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melansir Kompas.com, Senin (28/11/2023), Jubir Pengurus Besar IDI mengatakan, terdapat beberapa alasan yang membuat pihaknya menolak RUU Kesehatan.

Baca juga: 5 Alasan RUU Kesehatan Didemo Organisasi Profesi Kesehatan

Pertama, pembuatan regulasi atau UU harus mengikuti prosedur yang transparan, yaitu melibatkan partisipasi publik.

Namun, dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan di DPR, beberapa organisasi profesi kedokteran merasa bahwa proses melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terkesan dilakukan secara tersembunyi, tertutup, dan terburu-buru.

Kedua, IDI menolak peraturan tersebut karena melihat adanya upaya untuk memperdagangkan pelayanan kesehatan melalui RUU Kesehatan.

IDI berpendapat, pelayanan kesehatan yang tidak memperhatikan kualitas akan menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat.

Jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa pengawasan dan tanpa memperhatikan kualitas, hal itu akan menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat.

Ketiga, IDI menolak penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan penerbitan STR.

Baca juga: IDI Dompu Nilai Pasal Izin Praktik dan Perlindungan Hukum di RUU Kesehatan Merisaukan

IDI berpendapat, semua nakes harus terdaftar di masing-masing dewan profesi dan harus menjalani evaluasi setiap lima tahun sekali.

Bagikan artikel ini melalui
Oke