Ditolak IDI, RUU Kesehatan Ternyata Punya Segudang Manfaat untuk Nakes hingga Masyarakat

Kompas.com - 13/04/2023, 09:00 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Tenaga kesehatan melakukan perawatan terhadap pasien Covid-19 diruang ICU di RSUD Koja, Jakarta Utara, Selasa (29/6/2021). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja menjadi rumah sakit (RS) khusus untuk pasien virus corona (Covid-19) sesuai surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Tenaga kesehatan melakukan perawatan terhadap pasien Covid-19 diruang ICU di RSUD Koja, Jakarta Utara, Selasa (29/6/2021). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja menjadi rumah sakit (RS) khusus untuk pasien virus corona (Covid-19) sesuai surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

KOMPAS.com – Proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law (RUU Kesehatan) menjadi polemik usai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengancam akan melakukan protes habis-habisan jika beleid itu benar-benar disahkan.

Merespons polemik tersebut, Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Mohammad Syahril pun memaparkan sejumlah manfaat dari RUU Kesehatan bagi dokter dan tenaga kesehatan (nakes) hingga masyarakat.

Menurut Syahril, RUU Kesehatan memberikan perlindungan ekstra bagi dokter dan nakes. Hal ini tertuang dalam Daftar Isian Masalah (DIM) pada RUU yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI, Rabu (5/4/2023).

Dokter dan nakes, lanjutnya, adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karenanya, mereka layak mendapat hak dan perlindungan hukum yang baik.

Baca juga: Tantangan Nakes di Puskesmas, Banyak Orangtua Denial Saat Anaknya Didiagnosis Stunting

“Nakes merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan hukum yang layak,” ucap Syahril, Rabu (12/4/2023).

Pada RUU tersebut, lanjut dia, pemerintah mengusulkan tambahan substansi adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, yang tertuang dalam pasal Pasal 208E ayat (1) huruf a draft usulan pemerintah.

“Mulai dari statusnya sebagai peserta didik spesialis sudah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Selama ini dokter-dokter muda yang mengambil program spesialis tidak memiliki perlindungan sama sekali,” jelas Syahril.

Dalam RUU, sebut dia, juga ada pengaturan substansi hak tenaga medis dan nakes untuk menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan fisik dan verbal.

Selain adanya usulan baru, Syahril menjelaskan, hak bagi tenaga medis dan nakes yang sebelumnya sudah tercantum dalam UU Kesehatan yang ada tidak hilang.

Baca juga: Perlindungan Hukum bagi Korban Penyebarluasan Data Pribadi

"Terutama pada substansi perlindungan hukum selama menjalankan praktik sesuai standar yang tertuang dalam Pasal 282 ayat (1) huruf a," paparnya.

Kemudian, substansi perlindungan hukum bagi tenaga medis dan nakes yang memberikan pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu tertuang dalam pasal 296, serta mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum bagi tenaga medis dan nakes tertuang dalam Pasal 322 ayat (4).

Untuk masyarakat, RUU ini akan merubah kebijakan negara dalam sektor kesehatan dengan memfokuskan upaya mencegah masyarakat jatuh sakit (upaya promotif dan preventif).

“Kita akan memperkuat Posyandu dan Puskesmas agar deteksi dini penyakit atau potensi penyakit dapat dilakukan sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan dengan hidup lebih sehat. Mencegah jauh lebih murah daripada mengobati,” kata Syahril.

Baca juga: Dijamin Sehat, Ini 4 Cara Membersihkan Udara di Dalam Rumah

Perbaiki sistem ketahanan kesehatan

Melansir Kompas.com, Selasa (27/3/2023), Kemenkes mengklaim RUU Kesehatan mampu memperbaiki sistem ketahanan kesehatan di Indonesia, yakni perwujudan kemandirian obat dan alat kesehatan (alkes).

Dengan kemandirian obat dan alkes, Indonesia disebut tidak lagi terlalu bergantung pada bahan baku obat dan alat kesehatan impor.

"Kita menghadapi permasalahan utama di Indonesia, industri kesehatan di dalam negeri masih tergantung pada bahan baku obat dan alkes impor," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alkes Kemenkes Lucia Rizka Andalucia dalam sosialisasi RUU Kesehatan yang disiarkan secara daring, Senin (27/3/2023).

"Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan dalam RUU, kami akan mendorong penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri serta memberi insentif bagi produsen obat dalam negeri," tambahnya.

Baca juga: Data Berisi Daftar Pemilik Perusahaan Produsen Obat Tercemar EG-DEG Lenyap dari Laman Ditjen AHU

Mudahkan masyarakat dan calon dokter spesialis

Selain memperbaiki sistem ketahanan, RUU Kesehatan dapat memudahkan masyarakat dalam berobat dan calon dokter spesialis dalam menempuh pendidikan.

Mengutip Kompas.com, Senin (28/11/2022), Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) dr Erfen Gustiawan Suwangto menyatakan RUU Kesehatan bakal memudahkan masyarakat untuk berobat dan calon dokter spesialis dalam menempuh pendidikan.

"Manfaat RUU Kesehatan untuk masyarakat adalah akses ke dokter dan dokter spesialis akan jauh lebih mudah karena jumlah dokter dapat lebih banyak diproduksi tanpa hambatan," katanya.

Menurut Erfen, RUU Kesehatan juga mengatur dan membuka peluang kepada siapapun untuk bisa menempuh pendidikan menjadi dokter umum dan dokter spesialis, tanpa melihat latar belakang keluarga atau kondisi ekonomi sang calon.

Baca juga: Indonesia Kekurangan 30.000 Dokter Spesialis

"Putra bangsa dari keluarga tidak mampu akan dapat akses lebih besar untuk menjadi dokter spesialis dan tidak ada lagi kemudahan karena 'darah biru'," ujar Erfen.

Erfen menilai dugaan diskriminasi bagi calon dokter spesialis di Indonesia masih terjadi sehingga jumlah lulusannya terbatas dan tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, kata dia, RUU Kesehatan juga diperlukan buat menghapus praktik pungutan liar yang selama ini dinilai membebani para dokter.

Alasan IDI menolak RUU Kesehatan

Lalu apa alasan IDI menolak RUU Kesehatan? Melansir Kompas.com, Senin (28/11/2023), Juru Bicara (Jubir) Pengurus Besar IDI dr Mahesa Pranadipa Maikel mengungkapkan, terdapat beberapa alasan yang membuat pihaknya menolak RUU Kesehatan.

Baca juga: IDI Beberkan 3 Alasan Utama Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Pertama, lahirnya regulasi atau undang-undang (UU) harus mengikuti prosedur yang terjadi, yaitu terbuka kepada masyarakat. Sementara dalam pembahasan RUU Kesehatan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses yang dilakukan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup, dan terburu-buru,

Kedua, IDI menolak peraturan tersebut karena organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan. Menurut IDI, pelayanan kesehatan yang tidak memperhatikan mutu akan menjadi ancaman bagi seluruh rakyat. Jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu maka akan menjadi ancaman terhadap seluruh rakyat.

Ketiga, IDI menolak penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR). IDI berpendapat, STR seluruh tenaga kesehatan (nakes) harus diregistrasi di konsil masing-masing dan wajib dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali.

Baca juga: Ketua MPR RI Minta RUU Kesehatan Akomodir Hak Kesehatan Semua Pihak Tanpa Diskriminasi

Sementara itu, di dalam substansi RUU Kesehatan IDI menilai ada upaya untuk menjadikan STR berlaku seumur hidup. Kalau ini terjadi maka bisa membahayakan.

Pasalnya, jika tidak diawasi evaluasi terhadap nakes untuk penerbitan STR bisa membahayakan masyarakat. Sebagai organisasi profesi kesehatan, IDI merasa bertanggung jawab mengawasi profesionalisme para anggotanya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke