KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) berencana menggelar aksi damai di berbagai titik, termasuk di depan Istana Kepresidenan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Senin (8/5/2023).
Aksi tersebut merupakan respons terhadap proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law (RUU Kesehatan).
Seperti diberitakan Kompas.com, Senin (28/11/2022), Juru Bicara (Jubir) Pengurus Besar IDI dr Mahesa Pranadipa Maikel menuturkan tiga alasan utama pihaknya menolak pengesahan RUU Kesehatan.
Baca juga: Kemenkes: Sertifikat Vaksin Meningitis Bisa Diunduh di satu Sehat Mobile
Sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses perancangan RUU Kesehatan yang dilakukan melalui program legislasi nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup, dan terburu-buru.
“(Padahal), proses terbitnya sebuah regulasi, dalam hal ini Undang-undang, harus mengikuti prosedur, yaitu terbuka dan transparan kepada masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi rencana aksi tersebut, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril mengatakan bahwa mengungkapkan pendapat dalam bentuk aksi damai merupakan hal biasa.
Meski demikian, ia mengimbau supaya aksi tersebut tidak mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas, khususnya pasien. Terlebih, ada wacana mogok kerja yang akan dilakukan tenaga kesehatan dan medis.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta agar dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, dan apoteker tidak meninggalkan pelayanan kepada masyarakat.
“Layanan untuk pasien harus diprioritaskan. Saya mengimbau kepada teman sejawat untuk mengingat sumpah kita, yakni saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan, dan saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien,” kata dr Syahril dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (7/5/2023).
Baca juga: Kemenkes Minta Aksi IDI dkk Tolak RUU Kesehatan Tak Ganggu Layanan Kesehatan
Dokter Syahril menjelaskan bahwa dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit dan unit layanan Kemenkes tidak dapat meninggalkan tugas pada jam kerja tanpa alasan yang sah dan izin dari pimpinan satuan kerja.
Hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta ketentuan lain yang berlaku pada masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan.
Dokter Syahril menjelaskan bahwa salah satu tuntutan dari para pendemo adalah RUU Kesehatan seolah berpotensi memicu kriminalisasi kepada dokter dan tenaga kesehatan. Menurutnya, anggapan itu tidak beralasan.
“Janganlah memprovokasi seolah ada potensi kriminalisasi pada RUU Kesehatan. Justru, RUU Kesehatan menambah perlindungan baru kepada tenaga medis dan kesehatan dari berbagai upaya kriminalisasi. RUU ini dibuat untuk melindungi, kok malah didemo,” katanya.
Saat ini, RUU Kesehatan sedang dalam tahap pembahasan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dokter Syahril menjelaskan bahwa melalui RUU tersebut, pemerintah memberikan perlindungan ekstra bagi untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Pasal-pasal RUU Kesehatan memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan. Jika ada sengketa hukum, mereka tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum ada penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” ujar dr Syahril.
Baca juga: Kemenkes Siapkan Transisi Untuk Akhiri Kedaruratan Covid-19
Ia pun memaparkan beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah pada RUU tersebut. Sebut saja, perlindungan hukum bagi peserta didik, hak menghentikan pelayanan jika mendapatkan tindak kekerasan, dan perlindungan hukum pada kondisi tertentu, seperti wabah.
Untuk masyarakat, kata dr Syahril, RUU Kesehatan akan mengubah kebijakan negara dalam sektor kesehatan. Sebab, RUU ini memfokuskan upaya promotif dan preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
“Kami akan memperkuat posyandu dan puskesmas agar deteksi dini penyakit atau potensi penyakit dapat dilakukan. Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan dengan hidup lebih sehat. Mencegah jauh lebih murah daripada mengobati,” kata Syahril seperti diwartakan Kompas.com, Kamis (13/4/2023).