KOMPAS.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar memaparkan tiga keuntungan negara apabila melibatkan desa untuk mengelola data sensus.
Pertama, kata dia, beban pengeluaran negara dapat berkurang hingga triliunan rupiah.
Selain itu, pemerintah dapat lebih fokus pada program-program pembangunan dan pemberdayaan desa, serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengumpulan dan pembaruan data
“Jika desa diberikan kepercayaan untuk melakukan pengolahan data, mulai dari pendataan sampai updating data dengan pendampingan serius dari Badan Pusat Statistik (BPS), akan terjadi penghematan negara hingga triliunan rupiah karena tidak perlu lagi sensus yang melibatkan tenaga baru,” ujar pria yang akrab disapa Gus Halim itu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Penutupan Rakernas IV PDI-P: Ada Pengarahan TPN, Pembacaan Rekomendasi, dan Pidato Megawati
Pernyataan tersebut disampaikan Gus Halim saat memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan Kegiatan pada Lokasi Beririsan Komponen Dua Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) di REDTOP Hotel & Convention Center, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Profesor Kehormatan asal Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengatakan, kegiatan sensus cukup dilakukan oleh desa dengan didampingi pihak BPS.
Kegiatan tersebut, kata dia, bisa dilakukan dengan menggunakan sebagian anggaran dari dana desa (DD).
Keuntungan kedua adalah kecepatan pembaruan data. Apalagi, pembangunan sistem informasi data mudah diimplementasikan.
Baca juga: Kemenaker dan Kadin Teken MoU untuk Perkuat Sistem Informasi Pasar Kerja dan Pelatihan Vokasi
Menurutnya, hal tersebut menjadi mudah karena pembaruan data desa memiliki skala kecil. Gus Halim mencontohkan, pembaruan data penduduk desa dengan kisaran 5.000 jiwa lebih mudah daripada pembaruan data level kabupaten.
"Ketiga, jika percaya desa, seluruh program pemerintah berikan ruang yang cukup bagi desa dengan monitoring, supervisi, dan evaluasi dari pemerintah kabupaten (pemkab)," imbuhnya.
Kemudian, lanjut Gus Halim, semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah disatukan dalam satu tarikan nafas di desa sehingga akan menghasilkan pola penanganan masalah yang sangat efektif.
Baca juga: Kinerjanya Dievaluasi Kemendagri, Heru Budi Terima Saran Soal Penanganan Masalah Jakarta
Pada kesempatan tersebut, Gus Halim mengakui berbagai masalah pembangunan yang paling sering muncul bukan dari masalah pembiayaan maupun pihak yang mengerjakan, tetapi tumpang tindih data antara satu program dengan program lainnya.
"Bersumber masalah tumpang tindih itu, yang pertama masalah data hingga hari ini (membuat) pemerintah belum memiliki Satu Data," tuturnya.
Gus Halim menuturkan, saat rapat bersama Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) diputuskan Satu Data yang dipakai oleh seluruh kementerian dan lembaga (K/L), yaitu Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
Baca juga: Pemerintah Gunakan Basis Data Regsosek agar Penyaluran Bantuan Lebih Tepat Sasaran
Ia mengungkapkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) juga mengajukan data desa yang telah dikerjakan selama ini.
Meskipun banyak pihak pesimistis, Gus Halim yakin pembaruan data sebaiknya dikelola oleh desa itu sendiri jika berkaitan dengan desa.
“Usulan ini memang mendapat tanggapan berbeda dari sejumlah kalangan. Tapi kondisi ini sama seperti pada 2015 saat DD pertama kali digulirkan. Namun, terbukti desa bisa mengelola dana yang besar dan beri efek besar bagi pembangunan desa itu sendiri,” ucapnya.
Baca juga: Berpantun di Forum CEO, Jokowi: Supaya Pembangunan Maju Terus, Pinjam Dulu Seratus
Selain data, Gus Halim mengatakan, urusan orkestrasi juga menjadi satu masalah penting dalam pembangunan di Indonesia.
Pasalnya, orkestrasi berperan dalam mengelola berbagai kegiatan yang berdekatan agar berjalan dengan baik sehingga diferensiasi antar satu kegiatan dengan yang lain bisa terpilah secara bagus.
"Orkestrasi menjadi salah satu kunci penting dalam percepatan pembangunan," kata Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) itu.
Gus Halim pun mencontohkan program Bedah Rumah yang dikerjakan oleh sejumlah pihak, mulai dari pusat dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga level kabupaten dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Baca juga: Majelis Hakim Minta Kejari Fakfak Segera Periksa Eks Bendahara APBD KPU Fakfak
Menurutnya, hal yang berbahaya itu adalah jika pembangunan ruang tamu menggunakan APBN dan kamar tidur memakai APBD. Gus Halim mengakui hal ini pernah ditemukan di sejumlah wilayah saat dirinya menjabat Ketua DPRD Jatim.
Terkait rakor pelaksanaan P3PD, ia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut sangat penting agar terbangun sebuah kesepahaman ketika ada program yang beririsan di dalam satu program.
"Saya berharap pola kerja, pola pengawasan bisa menjadi referensi kegiatan yang lain sehingga menjadi sebuah paradigma dalam manajemen pembangunan yang membutuhkan diversifikasi tegas untuk program yang beririsan," kata Gus Halim.
Dengan pola tersebut, lanjutnya, pembangunan bisa dilakukan secara lebih efektif dan efisien.