KOMPAS.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pacitan Ronny Wahyono menyampaikan, para kepala desa (kades) di Kabupaten Pacitan mengaku keberatan atas aturan alokasi dana desa yang tertuan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021.
“Kami tampung aspirasinya (para kades) dan kamu teruskan ke Menteri Desa. Kemarin juga sudah kami sampaikan ke DPRD Provinsi Jawa Timur,” kata Ronny dalam audiensi bersama Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ( Menteri Desa PDTT) Agus Halim Iskandar ( Gus Halim) di ruang kerja Gus Halim, Kamis (27/1/2022).
Untuk diketahui, Perpres Nomor 104 Tahun 2021 menyatakan bahwa 40 persen dana desa harus dialokasikan untuk membantu warga miskin melalui bantuan langsung tunai ( BLT).
Selain soal alokasi dana desa, Ronny juga menyampaikan keluhan kades terkait banyaknya aplikasi yang harus dikerjakan oleh pemerintah desa.
Menanggapi hal tersebut, Gus Halim menyatakan pihaknya akan berupaya menyatukan data-data yang berkaitan dengan desa.
Baca juga: Kemenkeu Sebut Realisasi Penyaluran BLT Dana Desa 2021 Hanya 70,29 Persen
Ia juga berharap semua pendataan desa tetap dilakukan oleh pemerintah desa karena pihak yang paling tahu tentang angka kemiskinan di desa adalah pemerintah desa.
“Kami (pemerintah pusat) ngomong kemiskinan itu abstrak, tapi kalau di desa, ngomong kemiskinan itu konkret. Orangnya ada, alamatnya ada, kondisinya bagaimana itu ada,” kata Gus Halim dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (27/1/2022).
Lebih lanjut, ia mengatakan, pihaknya ingin pendataan warga miskin di desa dilakukan oleh pemerintah desa.
“Berikan semua ke desa, percaya ke desa, desa itu bisa,” tegasnya.
Adapun terkait alokasi 40 persen dana desa untuk BLT, Gus Halim menyampaikan bahwa kebijakan tersebut merupakan ikhtiar pemerintah untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19.
Baca juga: Jokowi: Hati-hati Kelola Dana Desa, Begitu Salah Sasaran, Larinya ke Mana-mana
“Agar situasi mereka tidak kian jatuh secara ekonomi, maka pemerintah memastikan jaring pengaman di mana 40 persen dana desa bisa digunakan untuk membantu mereka melalui skema BLT,” jelasnya.
Ia menegaskan, ketentuan alokasi tersebut hendaknya tidak dipandang sebagai bagian dari upaya untuk mencederai hak rekognisi, subsidiaritas maupun hak musyawarah.
“Bagian paling penting dari besaran 40 persen dari dana desa untuk BLT Desa. Dengan besaran BLT Desa tersebut, seluruh pihak diajak untuk fokus pada penyelesaian kemiskinan di desa yang mengalami peningkatan akibat Covid-19,” papar Gus Halim.
Kendati demikian, lanjut dia, penggunaan 40 persen dana desa untuk BLT tetap disesuaikan dengan kondisi masing-masing setiap desa.
“Ya jadi begitu kondisinya, karena sudah jadi Perpres, mau tidak mau harus menjelaskan bahwa itu kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Ia pun berharap, 2022 menjadi tahun terakhir diberlakukannya kebijakan alokasi dana desa untuk BLT.
“Ya mudah-mudahan tahun terakhirlah ini, karena UU ini kan darurat, kalau situasinya sudah tidak darurat nanti kembali ke UU yang lama. Insya Allah begitu,” kata Gus Halim.