KOMPAS.com – Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan program Desa Antikorupsi di Kampoeng Mataraman, Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu (1/12/2021).
Program tersebut merupakan salah satu upaya kedua pihak, terutama KPK, mengantisipasi tingginya dugaan penyimpangan dana desa (DD) di beberapa tahun terakhir.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar berharap, peluncuran program Desa Antikorupsi bisa mengajak aparatur dan masyarakat desa terlibat aktif.
“Utamanya dalam pencegahan dan penegakan hukum tindak kejahatan korupsi. Saya ingin langkah ini tidak hanya diterapkan di hilir, tetapi juga menyentuh hulu,” ujar pria yang akrab disapa Gus Halim itu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Gus Halim Minta Bupati Pesisir Selatan Kawal Penggunaan Dana Desa
Menurutnya, program Desa Antikorupsi merupakan bagian dari percepatan pencapaian tujuan pembangunan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Desa yang mengatur agar banyak pihak terlibat demi mewujudkan good and clean government.
"Salah satu prasyarat dalam pembangunan desa adalah transparan dan partisipasi masyarakat desa. Prasyarat ini mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan terhadap pembangunan desa," kata Gus Halim saat menghadiri peluncuran program Desa Antikorupsi di Desa Panggungharjo, Yogyakarta, Rabu.
Lebih lanjut, ia mengatakan, UU Desa juga telah mengatur peran pihak-pihak yang harus terlibat, di antaranya pemerintah dan lembaga negara seperti KPK.
Adapun peran berbagai pihak tersebut untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti penataan desa dan meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa.
Baca juga: Gus Halim Tegaskan Dana Desa Diprioritaskan untuk Capai SDGs Desa
Oleh karenanya, Gus Halim menambahkan, keberadaan Desa Antikorupsi penting karena belum semua perangkat desa memahami tata kelola keuangan, manajemen teknis, serta pengelolaan sumber daya manusia (SDM).
Tak hanya itu, berbagai batasan juga telah diatur, mulai dari larangan bagi kepala desa (kades) ketika membuat keputusan yang merugikan kepentingan umum alias menguntungkan diri sendiri maupun anggota keluarga.
"Ketika berbagai ketentuan dijalankan seperti perencanaan, partisipatif, memaksimalkan SDM, transparan, dan akuntabel, maka akan mudah mencapai tujuan UU Desa. Dengan begitu akan terwujud desa yang berkeadilan, itulah tujuan akhir Desa Antikorupsi," imbuh Gus Halim.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, peluncuran Program Desa Antikorupsi berawal dari banyaknya laporan masyarakat.
Aduan masyarakat tersebut, di antaranya tentang penyelewengan uang negara oleh oknum pemerintah desa. Meski demikian, KPK sebagai lembaga antirasuah tidak dapat melakukan penindakan.
"Karena ada aturan kades itu bukan pejabat negara, bukan penyelenggara negara, dan itu bukan kewenangan KPK," jelas Alexander.
Sebagai langkah lebih lanjut, KPK berkoordinasi dengan Kemendesa PDTT supaya laporan-laporan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan cermat dan bijaksana.
Adanya koordinasi tersebut kemudian melahirkan program Desa Antikorupsi dengan tujuan mengantisipasi penyalahgunaan uang negara atau dana desa.
Sebagai informasi, peluncuran tersebut turut dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X (Sultan HB X), Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, dan Lurah Panggungharjo Wahyudi.
Baca juga: Diduga Korupsi Dana Desa Senilai Rp 1,4 Miliar, Mantan Kades Terancam 20 Tahun Penjara