KOMPAS.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengaku telah menyusun sejumlah indikator untuk perwujudan Desa Ramah Perempuan.
Beberapa indikator yang dicanangkan diantaranya adalah peraturan desa (Perdes) atau surat keputusan (SK) Kepala Desa (Kades).
“Perdes itu untuk mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen dan menjamin perempuan memperoleh hak-haknya,” kata Gus Menteri, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (11/12/2020).
Hak-hak perempuan yang dimaksud Gus Menteri meliputi akses pelayanan, informasi, pendidikan terkait keluarga berencana (KB), dan kesehatan reproduksi.
Baca juga: Beri Kuliah Umum, Kemendes PDTT Paparkan agar BUMDes Tidak Ganggu Ekonomi Warga
“Kemudian persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal harus 30 persen,” lanjutnya.
Angka tersebut disamakan dengan persentase jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa.
Gus Menteri juga menyoroti prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang harus mencapai target 0 persen. Pelayanan komprehensif juga harus diberikan kepada para perempuan korban kekerasan.
Indikator penting lain yang diserukan Gus Menteri adalah perihal median usia kawin perempuan (pendewasaan usia kawin pertama).
Baca juga: Kemendes PDTT Raih Predikat Kementerian yang Informatif, Begini Respon Gus Menteri
“Angka prevalensinya harus di atas 18. Sedangkan angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun age specific fertility rate (ASFR) harus dapat 0 persen,” jelasnya.
Sedangkan unmet need (wanita sudah menikah yang tidak ingin punya anak lagi) KB dipatok mencapai 0 persen. Pasangan Usia Subur (PUS) memahami metode kontrasepsi modern minimal ada 4 jenis.
Seruan pembangunan Desa Ramah Perempuan ini penting kaitannya untuk mengurangi ketimpangan gender dalam masyarakat.
Gus Menteri mengatakan, kebijakan ini untuk meningkatkan arah partisipasi perempuan, melindungi perempuan, dan meningkatkan akses perempuan dalam ranah publik.
Baca juga: Kemendes PDTT Raih Predikat Kementerian yang Informatif, Begini Respon Gus Menteri
“Di sini peran perempuan sangat penting untuk menentukan arah pembangunan desa,” celetuknya.
Sebagai informasi, Desa Ramah Perempuan adalah salah satu segmen dari Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang telah ditetapkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk jangka waktu hingga 2030.
SDGs adalah pembangunan komprehensif desa. Pembangunan ini harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat desa tanpa terkecuali.
Pembangunan desa yang dicanangkan Kemendes PDTT ini pun didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Gus Menteri menyatakan kasus ketimpangan gender masih tinggi dan holistik di berbagai bidang.
“Dalam kesempatan bekerja misalnya, proporsi jabatan manajer untuk perempuan cenderung lebih sedikit ketimbang laki-laki,” ungkap Gus Menteri, memberi contoh.
Hal ini bisa diartikan ada peningkatan posisi pekerjaan di kelas menengah bagi perempuan, namun jumlahnya masih tertinggal jauh daripada laki-laki.
“Tidak adanya kesetaraan gender di ruang publik bisa dilihat dari sedikitnya perempuan duduk di kursi parlemen. Jabatan mereka pun biasanya lebih rendah,” lanjut Gus Menteri.
Baca juga: Kemendes PDTT Targetkan 5.000 Desa Berkembang Jadi Mandiri
Dari hal ini, Gus Menteri mengartikan, proporsi kursi parlemen yang rendah bagi perempuan sangat menyulitkan mereka untuk ikut aktif berkontribusi dalam penentuan arah pembangunan di ruang publik.
Selanjutnya adalah masalah kekerasan seksual. Gus Menteri memberikan gambaran tipe kekerasan yang dialami perempuan di desa dan perempuan di kota.
“Kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (kontak seksual), sedangkan di kota cenderung [ada pelecehan (tanpa kontak seksual).
Untuk itu, Gus Menteri menyerukan adanya kebijakan represif bagi para pelaku kekerasan seksual dan kebijakan rehabilitatif untuk menolong para korban.
Baca juga: Pasarkan Produk Unggulan Desa di Mandalika, Gus Menteri Usulkan Pembangunan Homestay
Masalah ketimpangan gender lainnya yang dipaparkan Gus Menteri adalah proporsi perempuan dalam menggunakan telepon genggam.
“Presentase perempuan yang menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah dari laki-laki,” sebutnya.
Hal ini bisa diartikan, perempuan kesulitan menerima komunikasi dan peluang untuk mencapai taraf hidup dan kesempatan hidup yang lebih baik.
Tidak hanya memaparkan data dan fakta mengenai ketimpangan gender yang terjadi di Indonesia, Gus Menteri mengungkapkan pula beberapa program pemberdayaan perempuan yang bisa dilaksanakan.
Baca juga: Majukan Budaya di Desa Agar Naik Kelas Lewat SDGs Desa, Gus Menteri Beberkan Konsepnya
“Pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, bantuan permodalan dan pelatihan kewirausahaan mandiri, dan pembentukan serta pelatihan bagi kader desa tentang gender,” ungkapnya.
Gus Menteri menyebut, desa bisa mewujudkan ekosistem gender dengan menyusun Perdes atau SK Kades tentang pemberdayaan perempuan.
Dalam hal keterwakilan perempuan, Gus Menteri mengusulkan adanya ruang partisipasi perempuan dalam pemerintahan desa dan BPD.
“Perempuan harus terlibat dalam segala persoalan desa, mulai dari musdes, penguatan lembaga perempuan, dan pelatihan kepemimpinan perempuan,” terangnya.
Baca juga: Resmikan Guest House di Kabupaten Malang, Gus Menteri Persilakan BUMDes Punya Unit Usaha Banyak
Lebih lanjut, ia meminta masyarakat untuk bisa aktif dalam mendirikan pos pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini penting kaitannya untuk memberikan perlindungan kepada para korban.