KOMPAS.com – Dahulu, masyarakat Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur hanya mengandalkan hasil bertani dan berkebun sebagai penopang hidup
Kondisi itu berubah ketika masyarakat desa mau menggali potensi yang dimiliki.
Bagaimana tidak? Desa yang berjarak 24 kilometer dari Kota Banyuwangi ini memiliki letak strategis karena berada di jalur wisata menuju Gunung Ijen, yang terkenal dengan objek wisata blue fire di kawahnya.
Wisatawan yang hendak menuju atau baru pulang dari kawah Ijen biasanya mampir ke Tamansari untuk sekadar beristirahat, menikmati pemandangan, sembari mencicipi hidangan khas setempat.
Itu sebabnya, Tamansari menyimpan potensi wisata besar jika dikembangkan.
Menyadari hal tersebut, beberapa warga desa mulai merintis Tamansari sebagai desa wisata sejak 2012.
Namun, karena kendala regulasi penetapan Peraturan Desa, karena dibutuhkan verifikasi dari pihak kabupaten sebelum peraturan tersebut dilegalkan.
Baca juga: Mengintip Lung Anai, Desa Wisata di Calon Ibu Kota Indonesia
Status desa wisata baru mulai berjalan pada 2015. Sejak saat itu, Tamansari bisa memberlakukan retribusi masuk kawasan desa wisata dan mengembangkan usaha wisata lainnya.
"Menunggu regulasinya yang lama, sekitar satu tahun," ujar Mahsun, Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Ijen Lestari.
Mahsun memaparkan, kegiatan wisata di kawah Ijen umumnya berlangsung malam hari, sehingga pengunjung membutuhkan penginapan sebelum atau sesudah berkunjung ke kawah Ijen.
Dari situ, ia melanjutkan, timbullah gagasan untuk membuka penginapan atau homestay.
"Awalnya hanya rumah-rumah pengurus saja yang menjadi homestay, karena tidak semudah itu juga mengajak masyarakat," kata Mahsun.
Melihat bisnis homestay milik pengurus BUMDes berjalan dengan baik, pada 2016 banyak warga yang mulai mencoba membuka bisnis serupa.
"Dengan catatan, pemaksimalan kamar di rumahnya masing-masing yang tidak digunakan," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (14/10/2019).
Sejak saat itu, usaha homestay milik warga terus berkembang. Hingga kini, tercatat ada 53 homestay di Tamansari.
Sebanyak 33 homestay sudah masuk standardidasi, yakni mencakup standar kelayakan fasilitas, toilet, dan kamar.
Baca juga: Homestay Berpotensi Dukung Pengembangan Desa Wisata
Selain penginapan, usaha rumah makan juga turut berkembang. Salah satunya adalah Warung Oseng Dewitari yang buka sejak Agustus 2016.
Peluang lain yang dilihat warga desa adalah bisnis transportasi menuju kawasan wisata.
Untuk itu, warga Tamansari banyak memiliki mobil jenis jip yang dapat digunakan untuk menempuh jalur ekstrem kawasan Gunung Ijen.
Agar usaha dapat berjalan dengan baik dan mobil-mobil jip tetap terawat, dibentuklah koperasi untuk pengelolaannya.
Menurut Mahsun, pembentukan koperasi dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset serta standardisasi.
Saat ini, imbuh dia, terdapat 86 mobil jip milik warga yang dimanfaatkan untuk usaha.
“Standardisasi itu pertama untuk harga, biar tidak rusak jadi kami bikin aturan. Kedua, standardisasi fasilitas untuk menentukan kendaraan itu layak atau tidak. Ketiga, standardisasi layanan seperti apa yang diberikan," ucap Mahsun.
Setelah hampir empat tahun menjadi desa wisata, warga Tamansari sudah merasakan berbagai perubahan, terutama di bidang ekonomi.
Mahsun mengatakan, Dana Desa dari pemerintah dimanfaatkan untuk mengembangkan Tamansari sebagai destinasi wisata melalui BUMDes. Hasilnya, pendapatan masyarakat meningkat.
Sejak 2016-2018, jumlah pengunjung Tamansari, sesuai catatan retribusi, berkisar 150.000-180.000 orang.
Tamu homestay pada saat dibuka pada 2016 masih di bawah 100 orang, kini meningkat pesat menjadi 400 orang pada 2017 dan sebanyak 500 orang pada 2018.
Baca juga: Digunakan Syuting Bumi Manusia, Ini 5 Fakta soal Desa Wisata Gamplong
Unit usaha Warung Oseng pun mencatat kenaikan pemasukan signifikan.
Pada 2016, warung ini mendapat pemasukan sekitar Rp 17 juta. Saat ini angkanya telah mencapai Rp 83 juta.
Mashun menjelaskan, berbagai inovasi desa wisata yang menggunakan Dana Desa tersebut mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) desa hingga 30 persen.
Otomatis, masyarakat pun turut diberdayakan karena terbukanya lapangan kerja baru. Contohnya, BUMDes Ijen Lestari yang dapat mempekerjakan 33 karyawan.
Tak hanya itu, jika sebelumnya pilihan mencari nafkah hanya bertani, menambang, atau menjadi buruh, kini warga punya pilihan lain.
Misalnya, warga dengan kemampuan komunikasi baik, dibina menjadi guide lokal untuk mendukung pariwisata setempat.
"Kini ada sekitar 120 orang yang sudah terakomodasi dan hampir semuanya memiliki sertifikat. Mereka dibina untuk menjadi SDM unggul," ujar Mahsun.
Upaya Desa Tamansari memajukan wilayah dan memberdayakan warganya itu pun berhasil menorehkan prestasi.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) memberikan penghargaan Desa Wisata Award dalam kategori Desa Wisata Jejaring Bisnis untuk Desa Tamansari.
Baca juga: Desa Tamansari di Kaki Gunung Ijen Raih Desa Wisata Award
Ke depannya, Desa Tamansari akan terus berinovasi. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi perkebunan kopi seluas lebih dari 500 hektar.
Melalui BUMDes Ijen Lestari, warga mengembangkan produk Ijen Coffee dengan memanfaatkan dana desa.
Kemudian menambah atraksi wisata baru. Pertama, wisata Sedang Seruni yang pembangunannya sudah mencapai 80 persen.
Sebagai salah satu sentra produsen susu, Desa Tamansari juga akan mengembangkan wisata edukasi dengan memanfaatkan ternak sapi dan kambing perah milik masyarakat.
Selain itu, tak hanya dikonsumsi, produksi susu akan diolah menjadi bermacam produk, seperti manisan, kerupuk, dan yoghurt.