KOMPAS.com - Resah mendapati penghasilan nelayan dan petani kelapa di Desa Kacepi, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara makin tak menentu, Pemerintah Desa mengajak warga untuk berinovasi mengelola hutan mangrove di desanya menjadi destinasi wisata.
Hal tersebut diungkapkan oleh Muhammad seorang Bendahara di Desa Kacepi.
"Kami mencoba memaksimalkan potensi yang ada di desa. Setelah bermusyawarah, akhirnya diputuskan untuk mengelola hutan mangrove menjadi destinasi wisata," ujar Muhammad sesuai dengan rilis yang Kompas.com terima, Selasa (14/5/2019).
Sebagai informasi, Desa Kacepi memiliki hutan mangrove dengan pemandangan laut yang indah serta berdekatan dengan sebuah pulau.
Melihat adanya potensi wisata di sana, Pemerintah Desa Kacepi mengajak warga untuk membuat perencanaan pengelolaan destinasi wisata.
"Di antaranya dengan melakukan survei lokasi sebagai acuan pembuatan desain tata ruang, membuat perencanaan bisnis, dan melakukan pengerjaan teknis penataan fasilitas dan sarana prasarana publik lokasi wisata," papar Muhammad.
Manfaatkan program dana desa
Setelah mempelajari hasil survei dan menuju tahap pengerjaan, pemerintah desa dan warga langsung memanfaatkan program dana desa dari pemerintah pusat tahun anggaran 2018 sebesar Rp 130 juta.
Dana tersebut disalurkan untuk membiayai seluruh kebutuhan pengembangan lokasi wisata.
Sebut saja dengan membangun berbagai fasilitas seperti tempat makan, karaoke, tempat berenang, gazebo, toilet, ruang serba guna dan tempat berfoto selfie agar lebih menarik wisatawan.
"Dengan terciptanya wisata hutan mangrove dapat menjadi wadah edukasi, hiburan sekaligus pelindung dari abrasi dan tsunami bagi masyarakat Desa Kacepi atau pun Masyarakat Pulau Gebe," lanjut Muhammad.
Inovasi warga tersebut membuahkan hasil, hutan mangrove di Desa Kacepi mulai dikenal publik berkat sejumlah pengunjung yang menceritakan pengalamannya di media sosial.
Kini berkat hutan mangrove, warga Desa Kacepi yang berprofesi sebagai nelayan dan petani kelapa dapat memiliki penghasilan tambahan.
Dengan melakukan wirausaha di kawasan hutan mangrove tersebut, warga dapat meraup pendapatan sekitar Rp 500.000 per minggu.
"Sejak Januari – April 2019, jumlah pengunjung sekitar 1.500 orang perbulan. Tiket masuk hutan wisata ini Rp. 2.000 untuk anak-anak dan Rp. 5.000 untuk orang dewasa," tutup Muhammad.