BENGKULU, KOMPAS.com – Kelapa sawit merupakan komoditas utama hasil perkebunan Desa Kota Bani. Hampir di setiap lahan yang dimiliki warga pasti ditanami kelapa sawit.
Banyak faktor yang mempengaruhi penanaman kelapa sawit begitu masif di desa yang terletak di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, ini. Salah satunya adalah waktu panen yang bisa dinikmati dua minggu sekali.
"Dalam dua minggu sekali kelapa sawit bisa dipanen. Rata-rata, kalau punya satu hektar kebun, petani bisa mendapatkan satu ton kelapa sawit. Setelah itu mereka bisa jual dan mendapatkan langsung hasil jualannya. Itulah kenapa banyak yang menanam tanaman ini,” ungkap Manajer Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kota Bani, Hartono, kepada Kompas.com, Selasa (9/10/2018).
Namun, menurut dia, sebelum menikmati hasil jualannya, para petani terlebih dahulu harus mengangkut hasil panen ke dalam truk untuk diantarkan ke pembeli.
Permasalahan kemudian muncul, yakni akses jalan desa yang belum memadai, rusak, dan bahkan sulit dilalui oleh truk besar.
Akibatnya, para petani pun harus membayar biaya angkut atau biaya langsir dari kebun ke tempat pembeli. Biaya sekali angkut bisa mencapai Rp 100 ribu per ton dan sedikit banyak ikut mengurangi keuntungan para petani.
Namun, permasalahan pada masa lalu, yakni ketika akses jalan desa belum diperbaiki dan dibangun. Sejak 2015 lalu permasalahan ini sedikit terurai setelah Desa Kota Bani mendapat bantuan dana desa dari pemerintah pusat.
Saat itu Desa Kota Bani mendapatkan kucuran dana sebesar Rp 291,9 juta dan sebagian digunakan untuk memperbaiki jalan rabat beton.
Tak hanya dilakukan pada 2015, perbaikan akses jalan produksi perkebunan pun terus dijalankan pada tahun-tahun berikutnya, yakni 2016 sampai 2018. Total perbaikan bahkan sudah mencapai satu kilometer dan bisa mengurangi beban waktu dan biaya angkut.
"Pembangunan infrastruktur di Desa Kota Bani menjadi prioritas kami, hal ini utamanya untuk meningkatkan kualitas ekonomi warga desa sehingga nantinya bisa menyejahterakan mereka," ungkap Zaidin, Kepala Desa Kota Bani.
Kesejahteraan nelayan
Selain membangun jalan produksi perkebunan untuk mengangkut hasil panen kelapa sawit, dana desa juga digunakan untuk membantu nelayan meningkatkan hasil tangkapannya.
"Tak hanya petani kelapa sawit, di Desa Kota Bani juga banyak yang bekerja sebagai nelayan. Ini karena desa kami berbatasan langsung dengan Samudera Hindia," kata Zaidin.
Adapun bantuan yang sudah diberikan dari dana desa adalah alat tangkap berupa jaring lobster sepanjang 100 meter (lima buah), tali, timah, dan pelampung untuk satu nelayan. Total sudah ada 25 nelayan yang mendapatkan bantuan tersebut.
"Sejak diberikan bantuan, kini kami tak perlu lagi menyewa alat. Selain itu kami juga bisa meningkatkan harga jual ke pengepul karena tidak lagi dipotong harga sewa. Yang tadinya kami jual Rp 300 ribu per kilogram, sekarang harganya Rp 350 ribu per kilogram," tutur Imran Saleh, nelayan di Desa Kota Bani.
Imran juga menjelaskan adanya peningkatan hasil tangkap per harinya.
"Untuk hasil tangkapan, yang biasanya hanya dapat 2 kilogram per hari, sekarang bisa sampai 5 kilogram. Ya, kami sangat terbantu," terangnya lagi.
Selain itu, peran dana desa terhadap kesejahteraan nelayan juga hadir pada perbaikan jalan rabat beton menuju tempat pelelangan ikan (TPI).
"Dulu itu jalanan masih berupa tanah, jadi sulit dilalui apalagi kalau kami bawa mesin (boat) ke pantai. Kalau sekarang sudah berupa beton jadi bisa dilalui mobil dengan mudah," tambah pria asal Kampung Rambutan, Jakarta ini.
Dengan begini, selain dapat mempermudah akses angkut hasil kebun kelapa sawit, bantuan dari dana desa tersebut juga bisa meningkatkan perekonomian nelayan.
Jadi, hal tersebut pun berpengaruh terhadap jumlah angka kemiskinan yang semakin menyusut di Desa Kota Bani menjadi semakin sejahtera.