JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus menggulirkan dana desa.
Tak cuma itu, pemerintah melakukan pendampingan pemanfaatan dana desa untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan ekonomi di seluruh pelosok Tanah Air.
Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat merupakan salah satu dari 74.957 desa yang menerima dana desa. Tahun ini, desa itu menerima dana sebesar Rp 1,13 miliar.
Perlu diketahui, Desa Cupunagara terletak paling ujung di Kabupaten Subang. Kondisi jalan desa yang rusak dan belum teraspal membuat desa itu terisolasi dari desa lainnya.
Baca juga: Masyarakat Desa Diprediksi Bisa Lebih Sejahtera Dibandingkan Kota
Kepala Desa Cupunagara Wahidin Hidayat mengatakan, sejak pemerintah menggulirkan dana desa ke wilayahnya, warga desa dapat memperbaiki jalan desa.
“ Dana desa digunakan untuk membentuk BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Mukti Raharja,” kata Wahidin dalam pernyataan tertulis, Senin (24/9/2018).
Peran BUMDes di Desa Cupunagara
BUMDes tersebut berperan penting dalam memasarkan produk unggulan desa yaitu kopi arabika yang diberi merek “Kopi Canggah.”
Masyarakat Desa Cupunagara telah menanam kopi sejak lama. Jenis kopi yang ditanam hanyalah robusta. Sejak 3 tahun belakangan, warga desa mulai menanam kopi arabika.
“ Kopi arabika khas Desa Cupunagara memiliki rasa manis yang unik karena ditanam di ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut,” ujar Wahidin.
Menurut dia, warga Desa Cupunagara belum semua teredukasi mengenai cara penanaman hingga pemetikan kopi arabika.
Baca juga: Rahasia di Balik Ketenaran Kopi Canggah
BUMDes serta Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Subang pun mengedukasi warga Desa Cupunagara tentang menanam dan memetik biji kopi arabika dengan benar.
Penyuluhan ini dirasakan membantu petani kopi seperti Tjutju, yang selama ini menjual biji kopi gelondongan ke tengkulak dengan harga murah.
Petani berusia 60 tahun yang tak paham soal pemasaran ini merasa diuntungkan dengan adanya BUMDes Mukti Raharja.
Petani pun bisa mengantongi untung lebih besar bila menjual ke BUMDes. Harga jual biji kopi di tengkulak hanya di kisaran Rp 5.000 per kilogram. Sementara, BUMDes Mukti Raharja mau membayar biji kopi Rp 7.000 hingga Rp 9.000 per kilogram.
Baca juga: Mendes PDTT Minta Kades Berdayakan Ekonomi Desa
“Kehadiran BUMDes sangat membantu karena saya awam di bidang pemasaran. Lagi pula saya tidak punya tenaga marketing, bagaimana caranya harus mencari pembeli di luar sana. Sekarang dengan adanya BUMDes, saya cukup menjual kopi ke BUMDes dengan harga lebih tinggi daripada harga jual di tengkulak,” kata Tjutju.
Tjuju mengaku, pendapatannya dari bertani kopi meningkat drastis. Sebelum adanya BUMDes, ia hanya bisa memperoleh Rp 1,5 juta per bulan. Kini, ia bisa mengantongi Rp 2,5 juta per bulan karena sudah mengetahui cara pengolahan biji kopi arabika.
“Alhamdulilah, sekarang saya malah bisa membuka lapangan kerja untuk kerja di kebun dan di pengolahan. Jadi, saya bisa merekrut orang-orang yang butuh pekerjaan. Inilah yang saya banggakan, bisa membantu warga desa,” ujar dia.
Senada dengan Tjuju, Jajang Saripudin petani kopi Desa Cupunagara mengaku lebih senang menjual biji kopi ke BUMDes dibanding ke tengkulak.
Kepala BUMDes Mukti Raharja Risma Wahyuni Hidayat mengatakan, Badan Usaha Milik Desa Mukti Raharja baru berdiri akhir 2017 dengan unit usaha kopi dan air isi ulang galon.
Kini, omset BUMDes ini mencapai Rp 10 juta per bulannya dari modal awal Rp 50 juta yang berasal dari dana desa.
“Dengan adanya BUMDes, nilai ekonomi kopi arabika warga Desa Cupunagara naik berkali lipat. Biji kopi arabika dari warga desa dibeli oleh BUMDes lalu diolah dan diberi merek,” kata dia.
Kopi desa masuk kafe
Kopi arabika dengan merek “Kopi Canggah” itu dijual ke kafe-kafe di Kota Subang, Tasikmalaya, Cianjur, Bandung dengan harga Rp 90.000 per kilogram dalam bentuk green bean.
Saat ini, BUMDes Mukti Raharja menyediakan kopi arabika natural, semi wash, full wash, dan honey.
Kehadiran BUMDes Mukti Raharja pun membuka lapangan kerja di Desa Cupunagara. Warga desa yang semula bekerja serabutan dikaryakan untuk mengolah kopi. Para pekerja tersebut berhak mengantongi upah Rp 300.000 per minggu.
Besarnya permintaan akan kopi arabika khas Cupunagara membuat BUMDes perlu mengatur pasokan kopi. Apalagi, panen kopi hanya berlangsung sejak April sampai Juli setiap tahunnya.
Baca juga: Paduan Keindahan Alam dan Aroma Kopi Arabika di Desa Cupunagara
Salah satu pelanggan Kopi Canggah adalah Angga Maulana yang merupakan pemilik Cafe Black Hood di Kota Subang.
Pria berusia 23 tahun itu setiap bulan membeli sekitar 15 kilogram Kopi Canggah dalam bentuk roast bean dan 25 kilogram dalam bentuk green bean.
“Konsumen menyukai rasa kopi canggah yang unik, karena rasanya dominan manis seperti ada karamelnya, berbeda dari kopi-kopi di Jawa Barat yang rasanya dominan rasa buah dengan tingkat keasaman yang tinggi,” kata Angga Maulana.
Peningkatan kualitas hidup warga desa
Aliran dana desa mengubah kondisi masyarakat desa, termasuk kualitas hidup. Warga Desa Cupunangara juga memanfaatkan dana tersebut untuk membangun drainase dan sanitasi lingkungan desa.
Salah satu warga Desa Cupunagara Jajang Saripudin mengatakan, sebelum adanya dana desa, warga desa tidak memiliki saluran pembuangan air kotor sehingga rawan terkena penyakit.
Dana desa pun digunakan untuk memperbaiki posyandu serta pemenuhan fasilitas kesehatan, seperti tempat tidur dan poster penyuluhan untuk masyarakat.
Akses air layak minum
BUMDes Mukti Raharja melalui unit usaha air gallon berhasil mengolah air layak minum dan dijual dengan harga murah kepada warga desa.
Meski dekat dengan mata air, warga Desa Cupunagara selama ini belum seluruhnya bisa mengakses air layak minum.
Situasi berubah dengan hadirnya BUMDes. Kini, warga desa bisa membeli air layak minum dalam galon untuk keluarga.
Kepala BUMDes Mukti Raharja Risma Wahyuni Hidayat mengatakan, warga Desa Cupunagara yang sebelumnya bekerja serabutan, sekarang sudah bisa memiliki penghasilan Rp 500.000 per bulan dengan mengolah air layak minum dalam galon.
Produktivitas warga desa meningkat
Jajang Saripudin menambahkan, ibu-ibu rumah tangga pun kian produktif sejak hadirnya BUMDes Mukti Raharja,
Warga yang semula tak berpenghasilan mencoba menanam kopi karena nilai ekonomis kopi arabika cukup menggiurkan.
Jajang berharap, pemerintah terus membantu desa untuk menjadi mandiri, salah satunya adalah dengan menyediakan bibit kopi. Apalagi, saat ini Desa Cupunagara belum memiliki penangkaran bibit kopi.
“Walaupun sudah ada bantuan dari dinas terkait, tapi belum cukup memenuhi permintaan warga desa,” ujar dia.