JAKARTA, KOMPAS.com – Munculnya sejumlah dugaan kasus korupsi terkait dana desa yang melibatkan pejabat daerah membuat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo geram. Ia memastikan, perangkat desa yang terbukti terlibat penyelewengan akan langsung dipecat.
"Bulan madu sudah selesai. Kalau kemarin (lalu masih) diingatkan terus, tidak lagi sekarang. Kalau masih macam-macam lagi dan main-main, (segera) kami tangkap,” ujar Eko setelah koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (10/8/2017).
Dalam kesempatan itu, Eko menjelaskan bahwa pada 2016, pihaknya telah mendapat laporan pengaduan masyarakat terkait korupsi dana desa sebanyak 932 pengaduan.
Dari jumlah itu, 200 laporan di antaranya diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan 167 diserahkan kepada kepolisian. Sisanya, merupakan laporan terkait permasalahan administrasi.
Untuk tahun ini, lanjutnya, laporan pengaduan yang diterima sebanyak 300 pengaduan. Saat ini Satgas Dana Desa masih terus memantau.
Latar belakang pendidikan
Meskipun jumlah angka saat dikalkulasi terlihat banyak, Eko menuturkan bahwa jumlah tersebut sebenarnya tak terlalu besar mengingat jumlah penerima dana yang mencapai 74.910 desa.
Namun, ia tetap melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan dana desa.
"Tentu kami tidak bisa menerima satu kesalahan pun. Persoalan itu (penyelewengan dana desa) adalah persoalan penanganan korupsi. (Solusinya) Ya (harus) kami tangani," tambahnya.
Eko mengakui bahwa 40 persen kepala desa di Indonesia saat ini hanya berlatarbelakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aan tetapi, kata dia, seharusnya hal itu tidak jadi alasan untuk meragukan kemampuan desa dalam mengelola dana.
"Kenyataannya, mereka (kepala desa) bisa belajar. Kalau kita lihat dana desa pada 2015 sebanyak Rp 20,8 triliun hanya terserap 82 persen. Pada 2016, nilainya dinaikkan oleh Presiden sebesar Rp 46,98 triliun. Angka penyerapan (otomatis) naik dari 82 persen menjadi 97 persen. Mereka belajar dan selalu kami kasih pendampingan," paparnya.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ia telah sepakat untuk melakukan penguatan aparatur desa. Menurutnya, peningkatan kualitas aparat desa jauh lebih penting dibandingkan harus mempermasalahkan ijazah pendidikan.
"Soal ijazah tidak menjadi alasan. Sebab, Kepala Desa dipilih langsung oleh masyarakat," lanjutnya.
Hal yang lebih penting, kata Tjahjo, dia mampu untuk melakukan, menggerakkan, dan mengorganisir masyarakat desanya. Selain itu, mampu menyusun perencanaan dengan baik, dan mempertanggungjawabkan keuangan desa.
“Itu saja intinya,” kata dia.
Tjahjo mengaku, saat ini tengah berbagi tugas dengan Kementerian Desa PDTT dalam menangani desa. Pihaknya akan fokus pada penguatan aparatur desa, sedangkan Kementerian Desa PDTT fokus pada perencanaan, pembangunan, dan evaluasi pembangunan.
"Urusan desa ini (sebenarnya) bukan tanggung jawab Kementerian dalam negeri dan Kementerian Desa PDTT, melainkan Bupati," katanya.