KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengatakan, Kementerian Perdagangan ( Kemendag) terus melakukan berbagai langkah untuk menjaga kinerja ekspor non migas agar tidak turun tajam di tengah tekanan ekonomi global dan pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Agus Suparmanto saat melakukan pelepasan enam kontainer ekspor PT Paragon Technology and Innovation (PTI) ke Malaysia periode Oktober 2020, Senin (26/10/2020) di PT PTI, di Kabupaten Tangerang, Banten.
"Salah satunya dengan mengatur impor barang konsumsi secara selektif," kata Agus seperti dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Agus, hal itu dilakukan untuk melindungi pelaku usaha di dalam negeri sehingga surplus neraca perdagangan dapat terjaga selama lima bulan berturut-turut.
Baca juga: Kemendag Dorong Pelaku Usaha Dekorasi Rumah Tembus Pasar Eropa
Selain pengaturan impor, Agus juga memaparkan sejumlah kebijakan lain yang diambil Kemendag dalam menjaga kinerja perdagangan luar negeri tahun ini.
Adapun kebijakan yang dimaksud Agus antara lain memberi stimulus ekonomi non fiskal serta mengamankan ketersediaan alat kesehatan untuk mendukung upaya penanganan pandemi dan mendukung potensi kinerja ekspor alat kesehatan.
"Kemendag memanfaatkan pula forum kerja sama perdagangan internasional demi mengurangi hambatan perdagangan yang justru menguat di masa Covid-19," imbuhnya.
Agus menuturkan, Kemendag kini tengah menyiapkan gelaran Trade Expo Indonesia Virtual Exhibition yang dijadwalkan berlangsung Selasa (10/11/2020) hingga Senin, (16/10/2020).
Baca juga: Gelar Trade Expo Secara Virtual, Kemendag Sasar Pasar Non Tradisional
Pada kesempatan yang sama, Agus juga menyampaikan ekspor non migas September 2020 tercatat 13,31 miliar dollar AS atau naik 0,21 persen dibanding September 2019.
“Hal ini menunjukkan kinerja ekspor non migas pada September 2020 kembali, bahkan melampaui level kinerja ekspor September tahun lalu saat pandemi belum terjadi," ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menuturkan, peningkatan tersebut disebabkan karena melonjaknya ekspor sektor pertanian dan industri, masing-masing sebesar 20,8 persen dan 7,4 persen (MoM).
Agus menilai, pertumbuhan ekspor sektor pertanian itu sejalan dengan upaya fasilitasi ekspor Kemendag melalui penjajakan kesepakatan dagang secara virtual atau virtual business matching.
Baca juga: Mendag: Industri Halal Topang Kinerja Neraca Dagang Indonesia
"Kesepakatan itu didominasi potensi transaksi ekspor produk pertanian seperti lada hitam, kopi serta sarang burung walet dan buah naga," imbuhnya.
Pertumbuh tersebut, lanjut Agus, juga terjadi karena adanya program pendampingan ekspor atau export coaching program Usaha Kecil Menengah (UKM) selama Januari-Oktober 2020.
"Program tersebut telah menghasilkan total transaksi ekspor sebesar Rp 8,5 miliar yang didominasi produk pertanian seperti gula semut, sayuran, buah, dan kopi," kata Agus.
Adapun tujuan utama ekspor Indonesia. kata Agus, masih didominasi Republik Rakyat Tiongkok 18,37 persen, Amerika Serikat 12,14 persen, dan Uni Eropa 8,56 persen.
Baca juga: 8 Strategi Mendag Genjot Ekspor di Tengah Pandemi
“Capaian kinerja perdagangan ini tentunya cukup menggembirakan di tengah pandemi yang melanda hampir seluruh negara di dunia,” sambung Agus.
Dalam acara tersebut, Mendag Agus menyampaikan pula apresiasinya kepada PT Paragon Technology and Innovation.
Hal itu karena perusahaan tersebut mampu meningkatkan ekspor produknya walaupun sedang berada di tekanan pandemi dan perlambatan ekonomi dunia.
Sebagai informasi, PT Paragon Technology and Innovation telah mengekspor produk kosmetik dan perawatan wajah dengan merek Wardah senilai Rp 22,9 miliar
Tak sampai di situ saja, merek Wardah pun telah menerima berbagai penghargaan.
Baca juga: Mendag: Krisis Jadi Momentum Kebangkitan Waralaba Indonesia
Beberapa penghargaan tersebut yaitu Pioner Kosmetik Halal di Indonesia dan Halal Top Brand dari Kementerian Agama bersama Lembaga Pengkajian Pangan (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lalu penghargaan Global Fastest Growing Brand dari Incosmetics Paris, Indonesia Original’s Brand and Customer Choice dari majalah Swa, Campaign of the Year dari Beauty Asia.
Mendag menuturkan, masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor produk kosmetik Indonesia secara global.
"Pasalnya, permintaan dunia untuk produk kosmetik dan parfum pada 2019 tercatat sebesar 82,40 miliar dollar AS," jelas Agus.
Baca juga: Di Pertemuan G20, Mendag Tekankan Pentingnya Kemudahan Akses Vaksin Covid-19
Sementara itu, menurut Agus, ekspor produk kosmetik Indonesia sendiri berhasil mencatatkan nilai ekspor 135,67 juta dollar AS pada periode Januari hingga Agustus 2020.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, negara tujuan ekspor utamanya, yaitu Thailand dengan pangsa 18,89 persen dari total ekspor, Singapura 16,58 persen, dan Malaysia 10,71 persen.
Baca juga: Atasi Permasalahan UMKM, Mendag: Pemerintah Berkomitmen Perluas Pasar Produk UMKM
"Selanjutnya, diikuti Filipina sebesar 9 persen dan Jepang 6,04 persen," jelas Agus.
Adapun untuk mengantisipasi terjadinya resesi, Mendag menyatakan, Kemendag mengeluarkan beberapa kebijakan.
Kebijkan itu antara lain menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan pokok (bapok) serta meningkatkan konsumsi masyarakat.
Baca juga: Meski PSBB Transisi, Resesi Ekonomi Bikin Mal Tetap Sepi
"Kemendag juga melakukan jaminan distribusi di masa Covid-19, penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk penyerapan dan impor, pengadaan operasi pasar, serta penerapan instrumen kebijakan harga dan ketersediaan,” urai Mendag Agus.
Antisipasi resesi harus dilakukan karena tingkat inflasi September 2020 sebesar 0,89 persen dengan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 1,42 persen.
"Selama pandemi, laju inflasi cenderung bergerak rendah karena tidak banyak permintaan," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Agus, inflasi diperkirakan 2 hingga 4 persen dalam outlook 2020.
Baca juga: BPS: Inflasi Jakarta Cenderung Menurun dan Terkendali
"Sementara untuk asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBN) 2021, inflasi ditargetkan berada pada level 3 persen," sambungnya.
Agus menilai, inflasi nasional selama Januari hingga September cukup rendah yakni sebesar 0,89 year to date dengan deflasi volatile food atau bergejolak sebesar -0,28 year to date.
"Angka inflasi yang cukup rendah ini mengindikasikan upaya Kemendag untuk menjaga stabilisasi harga bahan pokok selama tahun 2020 cukup efektif," ujarnya.
Dengan kata lain, menurut Agus, tidak tercatat lonjakan harga dan kelangkaan barang yang dapat memperburuk dampak pelemahan ekonomi karena pandemi.
Baca juga: Deflasi September Ditaksir 0,01 Persen
“Kemudian, deflasi pada September 2020 menandai telah terjadinya deflasi dalam tiga bulan terakhir secara berturut-turut," kata Agus.
Deflasi ini, lanjut Agus, mengindikasikan permintaan domestik yang masih belum pulih, meskipun terjadi penurunan harga pada beberapa barang kebutuhan masyarakat, termasuk penurunan harga bahan pokok.
Mengenai hal itu, Agus mengaku, sejak awal pandemi, Kemendag telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendag Nomor 317/M-DAG/SD/4/2020 Jumat, (3/04/2020).
"SE tersebut diberikan kepada Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan para wali kota atau bupati sebagai kebijakan untuk menjamin kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok," sambungnya.