KOMPAS.com – Kelapa sawit Indonesia mendapat hambatan di pasar Uni Eropa (UE) karena dirasa tidak ramah lingkungan.
Indonesia pun menggugat diskriminasi tersebut melalui forum konsultasi yang merupakan langkah pertama penyelesaian sengketa perdagangan World Trade Organisation (WTO).
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga memimpin langsung delegasi Indonesia pada konsultasi tersebut.
“Uni Eropa harus konsisten dengan retorika mereka dalam hal perdagangan internasional. Diskriminasi sawit jelas melanggar prinsip-prinsip perdagangan yang telah diatur dalam WTO,” kata Jerry, dalam keterangan tertulis (20/02/2020).
Baca juga: Uni Eropa Bantah Buat Aturan yang Hambat Ekspor Minyak Kelapa Sawit RI
Indonesia sendiri sudah mempunyai kerangka sistematis untuk menuju industri sawit yang ramah lingkungan.
Indonesia akan mengefektifkan implementasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
“Indonesia jelas punya komitmen terhadap lingkungan. Uni Eropa seharusnya mendukung implementasi sawit agar pelaksanaannya makin efektif,” kata Jerry.
Secara keseluruhan, konsultasi berjalan dinamis dan intensif. Kedua pihak mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
Baca juga: Ekonom: Larangan Uni Eropa terhadap Kelapa Sawit Berlebihan
“Kami sudah sampaikan semua keberatan. Prinsipnya, Indonesia berhasil menekankan kepentingannya. Dalam closing statement-nya, Uni Eropa juga menghormati pandangan Indonesia,” kata Jerry.
Menurut Jerry, perbedaan pandangan antara Indonesia dan Uni Eropa wajar terjadi dan tidak memengaruhi hubungan baik yang sudah terjalin selama ini.
“Bahkan langkah kami menggugat diskriminasi sawit dilakukan agar kepentingan kedua pihak terwadahi. Jika kasus ini selesai, pengusaha dari Indonesia maupun Uni Eropa bisa melakukan aktivitas perdagangannya dengan lebih baik,” kata Jerry.