KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan menggelar Forum Koordinasi Peredaran Baja di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (30/10/2019) lalu. Forum ini diselenggarakan untuk membahas pengawasan produk baja yang beredar di pasaran.
Forum dihadiri oleh perwakilan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian.
Turut hadir juga 113 perusahaan yang bergerak di bidang industri besi dan baja, serta sejumlah perwakilan asosiasi baja seperti The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), dan Indonesia Zinc-Aluminium Steel Industries (IZASI).
Efektifitas pengawasan produk baja, menurut Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Veri Anggrijono, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com dijelaskan, akan mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat di kalangan pelaku industri. Selain itu perlindungan konsumen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 pun tercapai.
Baca juga: Pemerintah Harapkan Investasi dan Kapasitas Industri Baja Meningkat
Saat ini industri baja nasional memang masih menghadapi beberapa persoalan terkait standar kualitas produk. Pertama masih banyak ditemukan produk baja tulangan beton yang tidak sesuai dengan ketentuan standar.
“Pengawasan telah dilakukan terhadap baja tulangan beton yang beredar di pasar, tetapi masih banyak ditemukan 82 persen produk yang belum sesuai SNI. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen dari pelaku usaha dan pemerintah melalui kesepakatan bersama untuk menerapkan SNI pada produk baja. Dengan demikian dalam jangka waktu yang telah ditentukan dapat ditindaklanjuti, termasuk dalam hal penegakan hukum,” tutur Veri.
Tantangan lain yang dihadapi saat ini adalah penerapan teknologi Induction Furnace (IF) dalam produksi baja. Teknologi IF berkaitan erat dengan isu pencemaran lingkungan dan low quality steel.
Perwakilan The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan, sejak tahun 2017 China telah melarang penerapan teknologi IF dan penjualan scrap kepada industri baja dengan teknologi IF. Akhirnya terjadi relokasi pabrik baja berteknologi IF ke negara-negara ASEAN.
Baca juga: Industri Baja Nasional Dukung Pembangunan Infrastruktur
Asean Iron and Steel Council (AISC) telah menolak relokasi industri baja IF dari China ke negara-negara ASEAN dengan beberapa alasan. Selain tidak ramah lingkungan, pabrik ini menghasilkan produk baja karbon dengan kualitas di bawah standar.
Produk baja tulangan yang dihasilkan dengan teknologi IF pun sebaiknya tidak digunakan dalam baja tulangan beton dalam instalasi struktur bangunan.
“Saat ini belum ada ketentuan terkait baha tulangan beton dengan teknologi IF. Namun, industri diharapkan diharapkan tetap mengutamakan kualitas dan syarat mutu untuk produk Baja Tulangan Beton (BjTB) sesuai SNI 2052:2017 yang mulai berlaku 30 Mei 2019 mengingat Indonesia adalah negara yang rawan bencana gempa,” ujar Dini Hanggardani, Direktur Industri Logam Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian dalam keterangan tertulis.
Lebih lanjut, forum ini juga membahas permasalahan terkait Baja Lapis Seng (BjLS) dan Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) yang diberi warna, dan Rangka Baja Ringan.
Hingga saat ini, belum ada payung hukum yang menertibkan dan mengawasi peredaran produk ini di pasaran. Oleh sebab itu, perlu segera diterbitkan peraturan menteri terkait kewajiban memberlakukan SNI pada produk-produk tersebut.