KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal pemanfaatan kuota penangkapan benih bening lobster (BBL) oleh nelayan atau kelompok nelayan.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap Tb Haeru Rahayu mengatakan, Kementerian KP memiliki Sistem Informasi Pengelolaan Lobster Kepiting dan Rajungan ( Siloker) untuk mengelola hulu-hilir pemanfaatan BBL.
“Aplikasi ini kami siapkan sebagai implementasi Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan yang telah terbit belum lama ini,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (22/4/2024).
Melalui aplikasi Siloker, nelayan akan lebih mudah dalam mengusulkan kelompok dan memperoleh kuota penangkapan BBL.
Adapun penetapan kuota diberikan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi kepada kelompok nelayan/kelompok usaha bersama (KUB).
Baca juga: Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor
Penetapan diperoleh melalui verifikasi dan rekomendasi dari DKP kabupaten/kota yang dilakukan secara elektronik.
Aplikasi tersebut juga akan memudahkan nelayan memperoleh surat keterangan asal (SKA) mulai dari pengajuan hingga penerbitannya.
SKA digunakan untuk memastikan ketertelusuran (traceability) produk hasil tangkapan nelayan.
Haeru mengatakan, sistem tersebut juga memiliki menu untuk pendataan hasil tangkapan BBL.
“Selain traceability, kami juga memantau dan mengetahui berapa besar potensi BBL yang dimanfaatkan nelayan,” jelasnya.
Baca juga: Menteri KP Blak-blakan soal Wacana Ekspor Benih Lobster Dibuka Lagi
Untuk dapat mengakses sistem tersebut, para nelayan perlu memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Penangkapan/Pengambilan Induk/Benih Ikan di Laut (03115) dan bergabung dalam KUB minimal 10 orang.
Setiap satu KUB akan mendapatkan satu akun yang dapat diperoleh setelah melakukan registrasi dalam aplikasi Siloker.
“Tidak perlu khawatir nelayan akan kesulitan, karena pendampingan akan kami lakukan dengan melibatkan para penyuluh perikanan dan DKP di daerah,” pungkas Haeru.
Sistem terintegrasi tersebut dapat diakses pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga kelompok nelayan penangkap BBL.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, Kementerian KP melakukan perubahan tata kelola BBL.
Perubahan tata kelola itu bertujuan membangun Indonesia sebagai global supply chain komoditas lobster dunia dan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Baca juga: Jaga Keberlanjutan Budidaya Lobster, Kementerian KP Pastikan Pengaturan Pengelolaan BBL
Dia mengatakan, pemerintah dapat menghasilkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang cukup besar untuk bisa digunakan dalam pembangunan budi daya di Indonesia.
“Jadi, kalau ada yang menghalangi upaya-upaya yang dilakukan, jangan-jangan dia bagian dari mafia penyelundupan," kata Trenggono.