KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) terus menyuarakan pemberian subsidi perikanan untuk nelayan kecil dalam forum Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 World Trade Organization (WTO) di Abu Dhabi.
Akan tetapi, dalam pertemuan tersebut terjadi perbedaan pandangan antara negara maju, negara berkembang, dan least developed countries (LCDs) sehingga pemberian subsidi belum dapat disepakati. Hal tersebut disebabkan karena pemberian subsidi dapat menimbulkan over capacity dan overfishing.
Meskipun demikian, Kementerian KP memastikan akan mengawal aspirasi tersebut di forum Negotiating Group on Rules (NGR) di Jenewa, Swiss.
"Subsidi untuk nelayan kecil merupakan aspirasi Indonesia serta negara berkembang lain dan negara kurang berkembang (LDCs)," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Budi Sulistiyo melalui keterangan persnya, Kamis (7/3/2024).
Baca juga: Lewat Aplikasi e-Latar, Kementerian KP Berupaya Tingkatkan Mutu Pembelajaran Satdik KP
Budi mengatakan bahwa Indonesia akan terus berkomitmen pada pemberian subsidi kepada nelayan yang menangkap ikan di wilayah yurisdiksi tanpa dibatasi waktu dan geografis. Tidak hanya itu, Indonesia juga mengajak negara maju untuk melakukan pendisiplinan dalam pemberian subsidi bagi praktik distant water fishing.
"Kegiatan ini melibatkan kapal-kapal besar yang berlayar ke laut lepas atau kedalaman yang lebih besar untuk menangkap ikan secara massal," tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa distant water fishing memiliki beberapa karakteristik, yaitu penggunaan kapal penangkap ikan besar, pemanfaatan radar atau global positioning system (GPS) untuk melacak ikan, dan melibatkan perjalanan jauh dari pelabuhan untuk mencari lokasi yang produktif.
"Ini sekaligus menjadi concern kita mengingat pengelolaan perikanan harus berkelanjutan dan mencegah eksploitasi berlebihan di laut lepas," ucap Budi.
Sebagai informasi, pada agenda KTM ke-12 WTO, Kementerian KP turut menyuarakan keadilan untuk nelayan terutama skala kecil. Konferensi ini menghasilkan Perjanjian Subsidi Perikanan (Agreement on Fisheries Subsidies) yang mengatur pelarangan pemberian subsidi untuk aktivitas overfished stock dan illegal, unregulated, and unreported fishing (IUUF).
Menurut Kementerian KP, perjanjian subsidi perikanan ini dapat menjadi sarana yang dapat direalisasikan secara adil, efektif, dan seimbang. Hal ini sesuai dengan instruksi WTO agar tiap negara anggota berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan kapasitasnya dalam memberi subsidi perikanan.
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono juga mengimbau kepada jajarannya untuk menjadikan ekologi sebagai panglima pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan demi terwujudnya keseimbangan sosial dan ekonomi.