KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan KP) Laksamana Muda (Laksda) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Adin Nurawaluddin membantah dugaan penetapan denda Rp 3 miliar kepada nelayan yang melakukan pelanggaran sehingga mereka kesulitan melaut.
"Direktorat Jenderal (Ditjen) PSDKP belum pernah mengenakan denda administratif sebesar Rp 3 miliar terhadap pelaku usaha penangkapan ikan, jadi tidak benar informasi tidak dapat melaut karena terkena denda administratif Rp 3 miliar," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (2/5/2023).
Adin mengungkapkan, Kementerian KP selama ini selalu memperhatikan aspek keadilan dan keberlanjutan usaha terhadap pelaku usaha yang diberikan sanksi administratif.
Ia tak mengelak bahwa pihaknya memang memberikan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan. Terlebih, terhadap pelaku usaha yang menggunakan kapal berukuran besar.
Menurut Adin, setiap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran harus ditertibkan.
Baca juga: Apa Sanksi bagi PNS yang Melanggar Aturan? Ini Penjelasannya
"Terlebih lagi pelanggaran dalam waktu lama menggunakan kapal berukuran besar sangat merugikan bagi upaya pengelolaan perikanan bertanggung jawab dan berkelanjutan," jelasnya.
Adin mengungkapkan, penertiban kepada pelaku usaha yang melanggar tetap akan mengutamakan asas keadilan.
Selain itu, kata dia, penertiban pelaku usaha yang sengaja melanggar juga perlu dilakukan karena telah merugikan para pelaku usaha dan nelayan lainnya yang patuh.
Adin menyayangkan, adanya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi tidak benar.
Apalagi, para pihak tersebut cenderung menghasut kalangan nelayan untuk menghambat penerapan kebijakan yang justru ditujukan bagi keberlanjutan perikanan nasional di masa depan tersebut.
Baca juga: Kisah Ani Saputra, Penyuluh Perikanan yang Sukseskan Program Kalaju
"Kementerian KP sangat menyayangkan upaya mengelak dari sanksi dengan menyebarkan informasi yang tidak benar," ucap Adin.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, penerapan sanksi di kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) merupakan sanksi administratif yang diamanatkan oleh Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Meski demikian, kata Adin, pihaknya tidak serta merta mengenakan sanksi begitu saja karena tetap ada proses pemeriksaan terlebih dahulu.
"Ada tahapan yang diberlakukan dalam pemberian sanksi administratif. Terkait kasus yang sedang ditangani saat ini, dendanya belum ditetapkan, masih proses pemeriksaan. Kapalnya gross tonnage (GT)-nya besar di atas 150-GT, menangkap tidak sesuai DPI lebih dari 1 bulan, menangkap cumi," jelasnya.
Baca juga: Bisakah Tinta Cumi-cumi Dikonsumsi? Ini Kata Ahli Gizi
Sebagai informasi, Kementerian KP sudah memberlakukan penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) perikanan pascaproduksi sebagai bagian dari perbaikan tata kelola perikanan nasional.
Melalui mekanisme tersebut, PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dibebankan pada setiap volume ikan yang ditangkap pada setiap trip penangkapan ikan setelah kapal melakukan operasi penangkapan ikan.
Selain perbaikan dalam teknis pemungutan PNBP, PNBP Pascaproduksi diorientasikan untuk memperbaiki banyak hal, antara lain perbaikan data dan statistik perikanan nasional, perbaikan tata kelola pelabuhan pangkalan, serta perbaikan tata kelola kapal perikanan.
Dalam aturan baru tersebut ada sejumlah kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi setelah mendapatkan izin menangkap ikan.
Baca juga: Datang ke Lampung, Jokowi Bakal Cek Kondisi Jalan Rumbia yang Mirip Kolam Ikan
Adapun kewajiban itu, antara lain setiap produksi ikan hasil tangkapan yang akurat harus sesuai dengan kondisi riilnya. Hal ini sesuai dengan kepatuhan dalam penyampaian Laporan Penghitungan Mandiri (LPM).
Dengan demikian, kewajiban pembayaran PNBP sudah atas hasil perhitungan yang akurat pula.
Selain itu, pelaku usaha juga harus melakukan pencatatan hasil tangkapan dan menyimpan bukti transaksi terkait ikan hasil tangkapan tersebut.
Catatan dan bukti transaksi diperlukan untuk disampaikan saat Tim Kementerian KP melakukan verifikasi.
Baca juga: Ketahui Perbedaan Sistem Transaksi Terbuka dan Tertutup di Jalan Tol
Sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Nomor B.1337/MENKP/XII/2022 tanggal 30 Desember 2022, kapal pengangkat ikan dan kapal pengangkut ikan yang memiliki perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan dan subsektor pengangkutan ikan yang diterbitkan oleh Menteri KP harus menggunakan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT).
Aplikasi tersebut berfungsi sebagai pengajuan permohonan Standar Laik Operasi, pengajuan permohonan Persetujuan Berlayar di pelabuhan perikanan, pelaporan Log Book Penangkapan Ikan, pengajuan permohonan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal Perikanan, dan menyampaikan LPM.
Aplikasi e-PIT nantinya juga akan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan PIT secara keseluruhan.