KOMPAS.com - Direktur Perizinan dan Kenelayanan Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) Ukon Ahmad Furqon memaparkan beberapa manfaat kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) bagi sejumlah pihak.
Pertama, kata dia, kebijakan PIT memberikan titik optimum bagi keberlanjutan sumber daya ikan. Kedua, menyejahterakan pelaku usaha dan masyarakat. Ketiga, mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan di wilayah pesisir.
"Kalau ditarik garis merahnya, ini aturan yang betul-betul memastikan bahwa pengelolaan perikanan tangkap nasional bisa memberikan manfaat optimal bagi kita semua," ucap Ukon dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (4/4/2023).
Dengan adanya kebijakan PIT, lanjut dia, penangkapan ikan semakin maju dan berkelanjutan, para pihak pelaku usaha dan nelayan bisa semakin sejahtera, dan penerimaan negara menjadi optimal.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi Bincang Bahari mengupas Era Baru Perikanan Tangkap di Media Center Kementerian KP, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Baca juga: Kementerian KP Perkuat VOGA dan SFV untuk Kawal Program Ekonomi Biru
Untuk diketahui, kebijakan PIT resmi diundangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 yang terbit pada 6 Maret 2023. Beleid ini terdiri dari sembilan bab dan 28 pasal yang mencakup ketentuan umum, zona, pelabuhan pangkalan, sanksi administratif, hingga ketentuan penutup.
Pada kesempatan tersebut, Ukon menjelaskan, terdapat enam prinsip utama pengaturan PIT.
Enam prinsip tersebut, kata dia, mulai dari keberlanjutan ekologi, perlindungan maksimal terhadap nelayan kecil, pengembangan ekonomi lokal, berdasarkan data saintifik, dukungan reformasi tata kelola hulu hilir dan sistem pemantauan, serta prinsip pembagian kuota.
“Kami tengah menyiapkan aturan turunan setelah terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang Kebijakan PIT. Aturan turunan ini mencakup peraturan menteri dan keputusan menteri sebagai pedoman teknis pelaksanaan PIT, di antaranya mekanisme penetapan kuota,” ujar Ukon.
Kementerian KP sendiri menyebut pelaksanaan PIT sebagai kebijakan strategis pemerintah dalam menjamin keberlanjutan usaha perikanan nasional. Hal ini karena mekanisme kuota dan zonasi yang ditetapkan dalam PIT diketahui dapat menjaga kelestarian sumber daya ikan di laut.
Baca juga: Sidang dengan Komnas Kajiskan, BRSDM KKP Bahas Estimasi Stok Sumber Daya Ikan
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto mengatakan bahwa konsep PIT selalu berkembang sebelum akhirnya diundangkan pada awal 2023.
"Karena (konsep PIT) ini menjadi hal yang sangat strategis dan ingin dijadikan sebagai role model oleh Bapak Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono dalam rangka mengelola sumber daya ikan secara berkelanjutan," ujarnya.
Penerbitan PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang Kebijakan PIT juga mendapat respons positif dari sejumlah pihak, salah satunya pelaku usaha perikanan asal Pantura, Purnomo.
Ia tak menampik bahwa keberlanjutan sumber daya ikan merupakan kunci penting dalam menjaga keberlangsungan usaha perikanan tangkap nasional.
Baca juga: Menteri Trenggono: Jaga Produk Perikanan dari Pencemaran Mikroplastik
Mewakili pelaku usaha perikanan, Purnomo berharap, pelaksanaan PIT disertai dengan kesiapan infrastruktur di pelabuhan pangkalan, ketersediaan bahan bakar minyak, jaminan stabilitas harga ikan, hingga kemudahan perizinan dan kejelasan mekanisme pembagian kuota.
Sebab, menurutnya, kesiapan sarana dan prasarana sangat penting karena kapal-kapal penangkap nantinya tidak lagi kembali ke Pulau Jawa.
"Harapan saya dengan adanya regulasi baru ini menjadi lebih memudahkan perizinan berusaha di bidang perikanan tangkap. Khususnya untuk kapal yang sudah eksisting agar lebih produktif dan berkontribusi lebih kepada negara," tutur Purnomo.
"Dan tentunya kami juga senang kalau sumber daya ikan ini lestari sehingga usaha bisa eksis dan tetap jalan," tambahnya.
Sementara itu, Guru Besar Departemen Manajemen Sumber Daya Akuatik Universitas Diponegoro (Undip) Suradi Wijaya Saputra menilai, pelaksanaan penangkapan ikan berbasis kuota dan zonasi itu sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Baca juga: Metode Pengolahan Hasil Peternakan dan Perikanan
Pelaksanaan kebijakan tersebut, kata dia, dapat mendukung kesinambungan usaha perikanan nasional dengan terjaganya ekosistem sumber daya ikan.
Menurut Suradi, Kementerian KP juga perlu mempertimbangkan jenis alat tangkap dan ukuran ikan yang ditangkap dalam menetapkan mekanisme kuota penangkapan. Langkah ini, sebagai upaya menjaga kualitas ikan yang dihasilkan bukan hanya besaran volume tangkapan.
"PP Nomor 11 Tahun 2023 ini sebenarnya tidak ada hal yang terlalu dikhawatirkan, tetapi semua orang memang menunggu peraturan menteri (permen)-nya untuk penetapan kuota,” imbuhnya.
Meski demikian, lanjut dia, hal yang perlu diperhatikan adalah makna kuota dan implikasinya pada perizinan.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Bupati Purwakarta Soal Penyegelan GPKS, Soal Perizinan hingga Nasib Jemaat
Apabila kuota dari sisi volume mengabaikan ukuran ikan, artinya alat tangkap dan kriteria lainnya tidak melekat pada izin. Hal ini pun bisa memberikan dampak buruk untuk pihak terkait.
“Jadi kuota itu kalau hanya dari sisi volume mengabaikan ukuran ikan, artinya alat tangkap dan kriteria lainnya tidak melekat pada izin, ini berbahaya. Ini perlu dicermati betul makna kuota dan implikasinya pada perizinan," jelas Suradi.
Lebih lanjut ia mengatakan, pelaksanaan PIT sebagai era baru perikanan tangkap nasional perlu mendapat dukungan dari nelayan dan pelaku usaha sebagai pelaku utama sektor tersebut.
"Sebenarnya yang harus ditangkap pelaku usaha adalah semangatnya untuk meningkatkan kesejahteraan, baik itu nelayan dan pelaku usaha. Kementerian KP kan itu pertimbangannya. Tentunya kesejahteraan bisa terjadi jika keberlanjutan sumber daya ikan terjaga," imbuh Suradi.