KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) memutahirkan penyusunan kajian ilmiah Naskah Akademik Fisheries Refugia sebagai upaya pengembangan refugia perikanan.
Fisheries Refugia merupakan salah satu upaya Kementerian KP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM KP) untuk pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.
Pengelolaan itu dilakukan melalui program prioritas penangkapan ikan terukur dengan menekankan keseimbangan ekologi dan sosial ekonomi untuk keberlanjutan sumber daya ikan.
Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian KP, I Nyoman Radiarta mengatakan, perairan regional di Asia Tenggara merupakan pusat global keanekaragaman hayati perairan dangkal.
“Perairan ini mendukung ketahanan pangan dan menyediakan sumber pendapatan bagi negara-negara di Asia Tenggara,” kata Nyoman, dikutip dari keterangan persnya, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Kementerian KP Kembangkan Marine Aquarium Education Center di Pangandaran
Dia mengatakan itu dalam pembukaan 7th Regional Scientific and Technical Committee Meeting (RSTC) Meeting berjudul "Establishment and Operation of a Regional System of Fisheries Refugia in the South China Sea and the Gulf of Thailand (Fisheries Refugia)" di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Nyoman menyebutkan, perikanan regional penting dalam konteks ketahanan pangan dan gizi di sebagian besar negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Teluk Thailand, termasuk Indonesia.
“Oleh karena itu, kami di Kementerian KP antusias menjadi bagian dari proyek Fisheries Refugia untuk membangun ketahanan perikanan Asia Tenggara,” ujarnya.
Dukungan tersebut untuk membangun pemahaman antara para pemangku kepentingan tentang keterkaitan ekosistem dan perikanan dan terlibat dalam dialog yang bermakna antara negara-negara peserta.
Nyoman juga mengatakan, Fisheries Refugia mendukung pelaksanaan strategi ekonomi biru Kementerian KP, yaitu melalui penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota berdasarkan zonasi.
Baca juga: Menteri KP: Jika Komoditas Rumput Laut Kita Tekuni Serius, Indonesia Bisa Jadi Champion...
Konsep Fisheries Refugia juga mengatur penetapan batas wilayah penangkapan ikan berdasarkan kondisi status stok ikan dan habitat perikanan kritis.
Pengaturan tersebut dapat dibangun di atas implementasi yang efektif dari kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota di Indonesia.
Adapun proyek tersebut berada dalam kerangka kerja sama Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) dengan pembiayaan United Nations Environment Program (UNEP) dan Global Environment Facility (GEF).
Nyoman menilai, proyek tersebut akan selesai pada Desember 2022 dan akan banyak pencapaian positif yang telah diraih.
“Semua negara peserta akan berkomitmen menyelesaikan semua target output semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan dan sasaran proyek,” jelasnya.
Baca juga: Kementerian KP Tetapkan BRPI Sukamadi sebagai Percontohan Smart Fisheries Village di Indonesia
Khusus untuk Indonesia, kata dia, hasil dari proyek tersebut akan diserahkan kepada unit pelaksana teknis dan pemerintah daerah.
“Naskah itu akan menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan Fisheries Refugia untuk mendukung keberlanjutan perikanan di Indonesia," jelas Nyoman.
Pada kesempatan tersebut, naskah akademik dibahas masing-masing negara anggota, yaitu Indonesia, Filipina, Kamboja, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Naskah akademik disusun melalui kajian rekomendasi untuk review rencana pengelolaan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711.
Kajian itu terdiri dari Naskah Akademik Udang Penaeid di Kalimantan Barat dan Naskah Akademik Refugia Perikanan Cumi-cumi (Uroteuthis chinensis) di Perairan Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Baca juga: Kementerian KP Gelar Puncak Gernas BCL, Presiden Jokowi Ajak Masyarakat Perangi Sampah di Laut
Naskah akademik tersebut disusun untuk menyediakan informasi ilmiah sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan, khususnya udang di Perairan Kalimantan Barat dan cumi-cumi di Perairan Bangka Belitung.
Sebagai informasi, pertemuan regional RSTC merupakan forum untuk menyampaikan perkembangan implementasi capaian kegiatan Fisheries Refugia.
Pertemuan tersebut dihadiri para scientific dan technical focal point serta tim teknis yang melaksanakan kegiatan Fisheries Refugia di masing-masing negara peserta forum.
Pada 2022, Indonesia bertindak sebagai vice chair (wakil ketua) yang memimpin pertemuan bersama dengan ketua (chair) terpilih, yaitu Malaysia.
Proyek Fisheries Refugia diinisiasi SEAFDEC, organisasi regional bidang perikanan yang beranggotakan semua negara ASEAN dan Jepang.
Baca juga: Menteri Trenggono bersama Pimpinan Perguruan Tinggi KP Se-Indonesia Konsolidasikan Ekonomi Biru
Proyek tersebut salah satunya berfokus pada peningkatan kapasitas dan pengembangan SDM di bidang perikanan, dengan dukungan pembiayaan dari UNEP dan GEF.
Sejak 2019, Indonesia menjadi salah satu negara yang terpilih untuk menjadi pilot project Fisheries Refugia bersama lima negara ASEAN lainnya, yaitu Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Pengembangan Fisheries Refugia di Indonesia sejalan dengan kebijakan penangkapan ikan terukur yang telah ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono.
Menteri Trenggono dalam berbagai kesempatan mengatakan, Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut yang berkelanjutan.
Baca juga: Menteri KP Minta UMKM Ikan Hias Air Tawar Jadi Pemain Global