KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) dan United States Agency for International Development (USAID) bekerja sama mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung program penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
Sebagai program prioritas, penangkapan ikan terukur dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek keanekaragaman hayati laut, yaitu meningkatkan pengkajian stok ikan dan mengelola perikanan secara berkelanjutan serta berkeadilan.
Upaya tersebut diwujudkan Kementerian KP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) dan USAID Indonesia dengan menggelar Workshop Fisheries Management Training Activity 1 “Effective Quota-Setting With Adaptive Implementable Management (AIM)”.
Workshop tersebut digelar melalui kemitraan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) pada Senin (10/10/2022) sampai Kamis (13/10/2022) di Kantor Coral Triangle Center, Sanur, Bali.
Baca juga: Kementerian KP Dorong Generasi Muda Manfaatkan Peluang Sektor Perikanan secara Berkelanjutan
Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta mengatakan, sektor perikanan Indonesia tengah menghadapi tantangan penurunan jumlah ikan.
Penurunan jumlah tersebut dikarenakan akibat dari penangkapan ikan berlebih dan kegiatan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing atau penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.
“Sebanyak 35 persen ketersediaan ikan mengalami eksploitasi berlebih, sementara kerugian akibat IUU fishing mencapai Rp 4 miliar Dollar AS per tahun,” kata Nyoman dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Ia menjelaskan, implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur sama halnya dengan pemerintah mengambil pendekatan aktif.
Baik pendekatan aktif dalam pengelolaan wilayah penangkapan ikan dan distribusi kuota untuk mengimbangi praktik ilegal maupun yang tidak bertanggung jawab.
“Semua kapal penangkap ikan yang beroperasi di wilayah penangkapan ikan Indonesia akan dipantau menggunakan teknologi berbasis satelit terbaru dan sistem yang sangat digital,” ujar Nyoman.
Baca juga: Pastikan Stok BBM Aman, dan Tidak Bocor, Erick Thohir Tinjau Command Center Pertamina
Kementerian KP, lanjut dia, memiliki Command Center di Jakarta untuk menyurvei dan memantau kegiatan penangkapan ikan.
Hal itu Nyoman ungkapkan saat membuka workshop dan menyampaikan materi Policy to Improve Human Resources Development for Support Priority Programs of Fishing Capture Based on Quota-Setting.
“Kuota tertentu akan ditetapkan dan diberikan berdasarkan perhitungan serta penilaian ilmiah dengan pendekatan ekosistem,” tuturnya.
Nyoman mengatakan, sekitar 64,90 persen kuota akan dicadangkan untuk industri perikanan.
Sementara itu, sekitar 35 persen kuota diberikan untuk penangkapan ikan tradisional melalui koperasi dan kurang dari 1 persen ditujukan untuk penangkapan ikan rekreasi.
Menurut Nyoman, kebijakan tersebut akan menimbulkan multiplier effect atau efek ganda.
Efek ganda tersebut, di antaranya mempekerjakan sekitar 1,5 juta tenaga kerja di banyak daerah. Pembentukan galangan kapal yang diperlukan untuk mendukung industri perikanan.
Kemudian, efek pada pembangunan rumah susun untuk nelayan. Promosi industri perikanan seperti unit pengolahan ikan dan pabrik es, hingga instalasi air tawar dan penjualan bahan bakar fosil.
“Efek-efek ini akan menghasilkan perputaran uang sekitar Rp 406,99 triliun setahun,” jelas Nyoman.
BRSDM dukung program prioritas Kementerian KP
Pada kesempatan tersebut, Nyoman mengatakan bahwa BRSDM mendukung program prioritas Kementerian KP.
Dukungan tersebut diimplementasikan melalui satuan pendidikan tinggi dan menengah, Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), dan lembaga inkubasi di seluruh Indonesia.
Kemudian diwujudkan pula dari kekompakan sekretariat di Jakarta sebagai sistem pendukung keputusan untuk mengkoordinasikan dan memastikan semua agenda sejalan dengan program prioritas Kementerian KP.
Nyoman menjelaskan, BRSDM saat ini sedang mentransformasi satuan pendidikan menjadi Ocean Institute of Indonesia (OII) dengan fokus utama pada pendidikan vokasi berbasis kompetensi di bidang kelautan dan perikanan.
“Sertifikasi kompetensi adalah inti dari pengembangan SDM. Pada masyarakat, Puslatluh KP dengan banyak cabangnya di seluruh Indonesia berfungsi sebagai pusat pengetahuan, keterampilan dan kewirausahaan manajerial,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Nyoman, BRSDM juga membuat model penyuluhan dan pelatihan menggunakan teknologi digital untuk menjangkau khalayak yang lebih luas di seluruh Indonesia.
“Kami juga mengembangkan SMART Fisheries Village dengan produksi perikanan terpadu yang mengadopsi pendekatan inkubasi bisnis holistik,” ujarnya.
Baca juga: Perawatan yang Ramah Pasien, Holistik dan Terencana Baik, Bagaimana Menciptakannya?
Pengembangan tersebut, kata dia, bertujuan untuk membantu pengembangan startup perikanan dan wirausahawan individu. Hal ini dilakukan dengan menyediakan berbagai layanan, termasuk pelatihan manajemen, pembiayaan modal, dan ventura pasar.
Tak hanya itu, Nyoman mengatakan bahwa pihaknya juga telah menyiapkan 40 unit pelaksana teknis (UPT) pengembangan SDM di berbagai daerah.
Adapun SDM yang dimaksud yaitu satuan pendidikan tinggi dan menengah, balai pelatihan, penyuluhan, dan inkubasi bisnis.
“Terdapat pula 4.526 penyuluh perikanan di seluruh kabupaten dan kota se-Indonesia, berbagai sertifikat keahlian serta kompetensi,” imbuh Nyoman.
Apresiasi dari pihak mitra
Melihat berbagai inovasi yang dilakukan Kementerian KP, Deputy Director of Environment USAID Indonesia Mark Newton selaku pihak mitra memberikan apresiasi tinggi.
Baca juga: Kementerian KP Terima Hibah Kapal dari WWF Indonesia untuk Pengembangan SDM KP
Dengan semangat pembangunan berkelanjutan, kata dia, USAID dan Kementerian KP telah bermitra cukup lama.
“USAID sangat menghargai upaya Kementerian KP untuk menyeimbangkan antara kesejahteraan masyarakat perikanan, ekonomi dan ketahanan pangan dari sektor perikanan dengan keberlanjutan sumber daya dan ekosistem,” jelas Mark.
Ia menilai adanya kebijakan perikanan terukur berbasis kuota dapat membawa Indonesia ke jajaran negara-negara maju dalam pengelolaan perikanan, seperti Norwegia dan Selandia Baru.
“USAID senang dapat bermitra dengan Indonesia dalam peningkatan SDM yang terampil melalui kegiatan yang disepakati bersama untuk mendukung implementasi kebijakan perikanan berbasis kuota,” imbuh Mark.
Senada dengan Mark Newton, Senior Fisheries Scientist NOAA Josh Newlis mengaku bahwa pihaknya sangat senang dapat bekerja sama dengan rekan-rekan Kementerian KP.
Utamanya, kerja sama dalam workshop untuk saling belajar dan berbagi pengalaman guna membangun sebuah strategi yang adaptif dan praktis dalam menentukan kuota perikanan berdasarkan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi di Indonesia.
“Strategi manajemen perikanan yang diciptakan bersama sebagai luaran workshop ini merupakan strategi praktis dan paling relevan diterapkan di Indonesia. Ini karena
Indonesia tidak hanya meniru negara lain yang telah menerapkan kebijakan berbasis kuota,” jelas Josh.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono telah mengakselerasi kebijakan penangkapan terukur sebagai salah satu program prioritas Kementerian KP.
Penerapan kebijakan tersebut, kata dia, merupakan bagian dari transformasi tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia dengan mengedepankan prinsip ekonomi biru.
Baca juga: KKP Ajak Startup Garap Ekonomi Biru
"Perikanan berbasis kuota akan menjadi alat utama kami untuk mempertahankan lingkungan laut dan pada saat yang sama memajukan pertumbuhan ekonomi," tutur Trenggono.
Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki komitmen kuat untuk memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut yang berkelanjutan.