KOMPAS.com – Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sulteng), dikenal dunia dengan keindahan alamnya. Kemasyhurannya turut mengundang masyarakat dunia mengunjungi surga nyata bawah laut yang berada di pusat segitiga karang dunia ini.
Oleh karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan ( Kementerian KP) melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan potensi kelautan, perikanan, dan pariwisata Wakatobi. Salah satunya di bidang riset dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Dengan begitu, Wakatobi tak hanya terkenal dan menarik masyarakat dunia akan keindahan alamnya, tapi juga riset yang dihasilkan.
Hal itu tecermin dari kunjungan Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk ASEAN Nico Barito ke Wakatobi guna melihat berbagai proyek dan fasilitas pengembangan, Kamis (10/2/2022).
Pada kesempatan tersebut, Nico mengunjungi Satuan Kerja (Satker) Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian KP, yaitu Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP).
Baca juga: Bersama Pemkab Tanah Bumbu, Kementerian KP Wujudkan Kampung Gabus Haruan
Pada kunjungannya ke LPTK, Nico menyaksikan keindahan alam Wakatobi sekaligus mendapat penjelasan tentang Wakatobi Sea Bamboo (bambu laut).
Untuk diketahui, Wakatobi Sea Bamboo merupakan kependekan dari Wahana Perekayasaan Teknologi Konservasi Biota Sea Bamboo yang diinisiasi Peneliti LPTK Sunarwan Asuhadi.
Teknologi multilokasi itu bisa diaplikasikan, baik pada perairan yang relatif tenang maupun berombak dan berarus kencang sehingga memiliki tingkat survivalitas mencapai 90 persen.
Melalui Teknologi Wakatobi Sea Bamboo, LPTK Wakatobi memberikan alternatif untuk mengatasi kendala restorasi bambu laut di Indonesia, baik kendala teknis maupun lokasi.
Wakatobi Sea Bamboo diciptakan bermula dari kekhawatiran akan eksploitasi berlebihan terhadap bambu laut yang dapat mengancam kelestariannya.
Baca juga: Kementerian KP Dukung Penerapan Blue Economy di Wakatobi
Menurut Sunarwan, karya jasa tersebut telah memiliki dampak yang baik, antara lain dapat diterapkan di perairan tenang dan berombak atau berarus (skala 7 Beaufort) dengan kecepatan angin kategori kuat (10,8 hingga 13,9 meter per detik) serta ombak mencapai 3-4 meter (m).
“Selain itu, substrat berbentuk puzzle dapat dibentuk (menjadi) berbagai formasi, memiliki efek perlindungan biota, serta (dapat) diaplikasikan di lokasi eksitu dan insitu,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (13/2/2022).
Pertumbuhan bambu laut melalui metode tersebut juga mencapai 2,5-3 sentimeter (cm) per tahun dengan survival rate lebih dari 90 persen. Biaya wahana insitu pun lebih murah.
Tak hanya menunjang sektor kelautan dan perikanan, Wakatobi Bamboo Sea juga menunjang sektor lain, seperti pariwisata.
"Gagasan tentang teknologi Wakatobi Sea Bamboo lahir secara orisinal dari internal Tim LPTK dengan mempertimbangkan karakter lokasi Wakatobi sebagai wilayah pulau-pulau kecil yang dipengaruhi dua musim sekaligus, yakni barat dan timur," jelasnya.
Baca juga: Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi, Punya Kekayaan Wisata Bahari sampai Seni Budaya
Berkat jasanya, Presiden Joko Widodo memberi Sunarwan Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan yang diserahkan oleh Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono pada Hari Ulang Tahun (HUT) RI 2021.
Sunarwan dinilai berhasil menginisiasi Wakatobi Sea Bamboo yang memiliki keunggulan struktur yang kuat, memiliki ruang perlindungan biota, aneka formasi substrat, serta bibit lebih tahan pada perairan berombak dan berarus kencang.
Dengan begitu, metode tersebut mampu menjaga kelestarian bambu laut sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat.
Selain Wakatobi Sea Bamboo, Nico juga mendapatkan penjelasan tentang Wakatobi Wahana Keselamatan (AIS) dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (automatic identification system).
Adapun perangkat teknologi itu dikembangkan peneliti dan perekayasa LPTK berupa transmitter AIS portable berukuran kecil yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan nelayan, khususnya nelayan kecil.
Baca juga: Menelusuri Kemolekan Wakatobi, mulai dari Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, hingga Binongko
Tka hanya itu, perangkat tersebut juga dapat meningkatkan keterpantauan kapal perikanan serta mencegah illegal, unreported, and unregulated fishing.
Adanya Wakatobi AIS pun dapat memberikan kontribusi dalam agenda Kementerian KP untuk mewujudkan Digital Fisheries Indonesia.
Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut. Pertama, kurangnya kesiapan operasional nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan.
Kedua, perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi sumber daya alam yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat nelayan mengalami musibah di laut.
Ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut. Hal ini kerap kali menyebabkan tertundanya upaya penyelamatan sehingga tak jarang ditemukan kasus nelayan yang hilang atau terdampar saat melaut.
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia, Kementerian KP Usung Kesehatan Laut dan Perikanan Berkelanjutan
Usai berdiskusi tentang Wakatobi AIS dan Wakatobi Sea Bamboo, Nico melanjutkan kunjungannya untuk melihat inovasi Radar Pantai di LPTK Wakatobi. Nico juga mengunjungi AKKP Wakatobi untuk menyampaikan kuliah umum.
Dalam kunjungan tersebut, Nico turut didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM Kusdiantoro dan Wakil Bupati Wakatobi Ilmiati Daud.
Kusdiantoro mengatakan, riset dan pengembangan SDM yang dilakukan di Wakatobi ditujukan untuk mendukung tiga program prioritas yang menjadi terobosan Kementerian KP.
Pertama, penerapan penangkapan ikan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan untuk keberlanjutan ekologi, peningkatan kesejahteraan nelayan, dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai kontribusi peningkatan ekonomi kepada negara.
Kedua, pengembangan perikanan budi daya berbasis pada ekspor. Ketiga, pembangunan kampung perikanan budi daya berbasis kearifan lokal.
Baca juga: Tahun 2022, Kementerian KP Fokus Genjot Peluang Investasi di Sektor Perikanan
“Dalam hal ini, Wakatobi AIS mendukung program pertama terkait penangkapan terukur,” ujarnya
Seperti diketahui, sebelumnya, Menteri KP membeberkan dampak positif dari penerapan kebijakan penangkapan terukur, khususnya untuk wilayah timur Indonesia.
Dampak positif itu, mulai dari tumbuhnya usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.
"Melalui penangkapan ikan terukur ini, kami ingin membawa perikanan di tanah air ke dalam era baru yang lebih maju, lebih mensejahterakan, lebih berkeadilan, sekaligus lebih berkelanjutan," ujarnya.
Trenggono pun berharap, potensi perikanan di wilayah timur Indonesia benar-benar dilaksanakan karena ekonomi masyarakat juga akan ikut tumbuh.
Baca juga: Wahyu Trenggono: KKP Masih Butuh 450 Syahbandar Pelabuhan Perikanan
“Ini merupakan trigger untuk pertumbuhan ekonomi di daerah sehingga tidak ‘Jawa sentris’, tetapi menjadi ‘Indonesia sentris’," ujarnya.