KOMPAS.com - Eksploitasi berlebihan terhadap bambu laut tidak hanya mengancam kelestariannya, tetapi juga dapat merusak ekosistem laut.
Untuk diketahui, bambu laut merupakan jenis karang yang berperan sebagai penyusun terumbu karang kedua setelah karang batu.
Guna melindungi bambu laut serta ekosistem laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melakukan berbagai upaya.
Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui pembangunan teknologi “Wahana Perekayasaan Teknologi Konservasi Biota ( Wakatobi) Sea Bamboo (bambu laut)”.
Baca juga: Upacara Bendera Sambil Menyelam Menikmati Keindahan Bawah Laut Wakatobi
Adapun teknologi itu diciptakan salah satu peneliti dari Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Sunarwan Asuhadi. LPTK merupakan suatu wadah penelitian di bawah supervisi Pusat Riset Kelautan BRSDM.
Atas partisipasi Sunarwan, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanda kehormatan Satyalancana Pembangunan bertepatan pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan RI.
Tanda kehormatan tersebut diserahkan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono bersama beberapa pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) lainnya, termasuk dari BRSDM, Selasa (17/8/2021).
Baca juga: Jaga Kesehatan Laut, Menteri Trenggono Pastikan Perairan Indonesia Bebas Cantrang
"Kepada bapak dan ibu penerima Satyalancana pada hari ini, Selasa (17/8/2021), Anda merupakan ujung tombak terdepan Kementerian KP untuk hadir di tengah-tengah masyarakat kelautan dan perikanan dalam memberikan pelayanan yang terbaik," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (19/8/2021).
Trenggono menilai, Sunarwan berhasil menginisiasi Wakatobi Sea Bamboo yang memiliki keunggulan struktur yang kuat.
Tak hanya kuat, teknologi tersebut juga memiliki ruang perlindungan biota, aneka formasi substrat, dan membuat bibit lebih tahan pada perairan berombak maupun berarus kencang.
Baca juga: Akibat Pemanasan Global, Biota Laut Migrasi ke Kawasan Kutub
“Dengan Wakatobi Sea Bamboo, kelestarian bambu laut dapat terjaga dan masyarakat bisa menerima manfaatnya. Terutama di Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sulteng),” ucap Trenggono.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BRSDM Kusdiantoro mengatakan, pihaknya terus mendukung progam prioritas yang menjadi terobosan Kementerian KP.
“Dukungan tersebut kami lakukan melalui riset dan inovasi teknologi guna menghasilkan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan,” ujarnya.
Inovasi teknologi Wakatobi Bamboo Sea diklaim tidak hanya menunjang sektor kelautan dan perikanan, tetapi juga dapat meningkatkan pertumbuhan sektor lain, seperti pariwisata.
“Teknologi Wakatobi Sea Bamboo lahir secara orisinil dari internal Tim LPTK dengan mempertimbangkan karakter lokasi Wakatobi. Seperti diketahui, kawasan ini dikenal sebagai wilayah pulau-pulau kecil yang dipengaruhi dua musim sekaligus, yakni barat dan timur,” ujar Peneliti LPTK Sunarwan Asuhadi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, karya jasa tersebut juga telah terbukti memiliki dampak yang baik.
Dampak baiknya antara lain dapat diterapkan di perairan tenang dan berombak atau berarus dari skala 7 Beaufort dengan kecepatan angin kategori kuat, yaitu 10,8-13,9 meter per detik, serta ombak mencapai 3 hingga 4 meter (m).
Baca juga: Sumber Daya Perairan Darat, Dikelola atau Menjadi Sumber Bencana?
Selain itu, sebut Sunarwan, karya jasa ini memiliki keunggulan dengan substrat berbentuk puzzle dan bisa dibentuk berbagai formasi, memiliki efek perlindungan biota, serta dapat diaplikasikan di lokasi ex-situ dan in-situ.
Pertumbuhan melalui metode tersebut, kata dia, mencapai 2,5 hingga 3 centimeter (cm) per tahun dengan survival rate lebih dari 90 persen.
Bahkan, Sunarwan mengaku, beban biaya wahana in-situ juga lebih murah.
Secara in-situ karya jasa tersebut dilakukan di Desa Waha dan Desa Koroe Onowa Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, serta Desa Kamama Mekar, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah.
Baca juga: Wisata Pantai di Wakatobi Ini Abrasi, Pengunjung Turun 20 Persen
Adapun secara ex-situ, lanjut dia, teknologi wahana telah berjalan di Aquarium Saltwater dan Laboratorium Konservasi LPTK Wakatobi.
Di kesempatan berbeda, Bupati Wakatobi Haliana memberikan apresiasi tinggi dengan adanya teknologi Wakatobi Sea Bamboo.
“Sebab, wahana tersebut memberikan manfaat yang besar untuk lingkungan dan masyarakat. Terlebih hasil riset LPTK sudah menggunakan akronim Wakatobi sebagai branding,” ucapnya, saat pertemuan dengan LPTK pada Juli lalu.
Tak hanya itu, kata Haliana, hasil riset LPTK lainnya juga sudah menggunakan akronim Wakatobi, yaitu Wahana Keselamatan dan Pemantauan Obyek Berbasis Informasi AIS (Wakatobi AIS).
“Meskipun menggunakan nama Wakatobi, namun kedua teknologi tersebut juga diimplementasikan di luar Wakatobi,” imbuhnya.
Sebagai informasi, bambu laut atau dengan nama latin Isis hippuris merupakan salah satu jenis karang lunak yang banyak tumbuh di Indonesia, khususnya di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua.
Bambu laut termasuk ke dalam jenis karang gorgonian, yaitu kelompok oktokoral yang tumbuh dari kerangka dalam atau axial dengan sifat kokoh.
Berdasarkan “Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan (2016)” dari Mardianto, axial species memiliki komposisi kolagen dan senyawa protein.
Menurut Nagib dan Suman pada buku “Ikan Napoleon, Status Stok dan Pengelolaannya di Indonesia (2013)”, bambu laut memiliki manfaat bagi masyarakat sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetik, enzim dan antioksidan, perhiasan, ornamen serta bahan bangunan.
Baca juga: Catatan Karang tentang Perubahan Iklim dari Abad Pertengahan dan Masa Kini
Begitu banyak manfaat yang bisa didapat dari bambu laut. Untuk itu, menjaga kelestarian karang lunak ini termasuk menjadi hal penting bagi masa depan sektor perikanan dan kelautan di Indonesia.
Sebagai upaya untuk melindungi bambu laut dari kepunahan, Kementerian KP sendiri telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 46/KEPMEN-KP/2014 tentang penetapan status perlindungan terbatas bambu laut (Isis spp.)
Tak hanya itu, untuk meningkatkan pelindungannya, Kementerian KP juga menerbitkan Kepmen KP Nomor 8/KEPMEN-KP/2020 tentang perlindungan penuh bambu laut (Isis spp.).
Berdasarkan Kepmen KP tersebut, koloni bambu laut umumnya berbentuk seperti pohon, memiliki cabang dengan bentuk vertikal, dan lebih menyerupai bidang datar seperti kipas. Namun, pola percabangan dapat juga tidak beraturan seperti semak.
Baca juga: KKP Siapkan Skema Klaim Kerugian Kerusakan Terumbu Karang di Raja Ampat
Warna koloni bambu laut adalah kuning cerah, kuning kehijauan atau coklat muda. Warna koloni ini dipengaruhi oleh kandungan pigmen dari Alga Uniseluler (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis di dalam jaringan polip.
Akan tetapi, bambu laut memiliki percabangan yang cenderung ke arah kanan dengan ujung atas koloni yang melengkung seperti busur.
Tekstur koloni dari Isis hippuris ini agak kaku dan hanya sedikit bergoyang bila datang arus atau kena ombak.
Menurut Kepmen KP bambu laut juga memiliki kerangka internal yang kokoh dan terdiri dari zat gorgonin dengan dibalut lapisan koenzim sebagai tempat tumbuhnya polip atau individu hewan karang.
Baca juga: Alasan Hiu Karang Berselancar di Siang Hari Akhirnya Terkuak, Studi Jelaskan
Apabila bagian lapisan koenzim dibuka, maka terlihat kerangka axis atau kerangka dalam zat tanduk.
Kerangka tersebut mempunyai ciri khas bersegmen dan berwarna putih (internodus) serta diselingi warna coklat kehitaman atau nodus yang kelihatan seperti sendi. Adapun bagian nodus ini merupakan titik tumbuh cabang-cabang yang baru.