KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melakukan riset pengolahan rumput laut tanpa limbah.
Riset tersebut dilakukan untuk mewujudkan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Sebab, sebagai salah satu negara eksportir rumput laut terbesar dunia, Indonesia perlu mengembangkan pengolahan rumput laut untuk menghasilkan nilai tambah.
Data pada 2018 menyebutkan, Indonesia menjadi eksportir rumput laut tertinggi dunia, yakni 192,28 ton yang didominasi jenis Eucheuma cottonii.
Indonesia juga masuk dalam jajaran produsen utama rumput laut dunia dan menguasai lebih dari 80 persen supply share, terutama untuk tujuan ekspor ke China.
Pada 2019, jumlahnya meningkat menjadi 209,24 ton. Hal ini menandakan produksi rumput laut di Indonesia bertambah setiap tahunnya.
Baca juga: Kementerian KP Ajak Pemerintah Vietnam Perangi Penyelundupan Benih Lobster
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja pada live webinar Pengolahan Produk bertema Industri Rumput Laut Nirlimbah, Kamis (22/7/2021), mengatakan, produksi tersebut sangat luar biasa sehingga perlu dipikirkan nilai tambahnya.
“Ya, ini yang harus kami pikirkan dan kembangkan supaya pemanfaatannya semaksimal mungkin sehingga bisa dinikmati rakyat Indonesia,” ujarnya dalam acara yang digelar Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) BRSDM.
Oleh karenanya, lanjut Sjarief, hal tersebut menjadi tantangan bagi para peneliti, saintis, dan semua pihak agar semua jenis rumput laut yang tumbuh di Indonesia mampu diarahkan untuk menjadi produk-produk yang memberi kemanfaatan untuk masyarakat luas.
Rencananya, rumput laut tersebut akan diolah menjadi produk kosmetik, farmasi, makanan, bumbu, agar-agar, puding, jeli, dan pangan fungsional lainnya.
Sjarief menambahkan, upaya pengolahan tersebut harus juga dipikirkan agar bisa menghasilkan produk yang memberi kemanfaatan tinggi.
Baca juga: Atasi Krisis Pangan Global, Ahli Sebut Larva dan Rumput Laut Bisa Jadi Sumber Makanan Sehat
“Selain itu, produk-produk yang dihasilkan juga tidak menghasilkan limbah yang akhirnya dapat menjadi masalah baru bagi industri dan lingkungan sekitarnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (24/7/2021).
Adapun limbah dari pengolahan rumput laut Gracilaria dan Cottonii dalam negeri menghasilkan limbah cair sebanyak 8.174.150 meter kubik (m3) dan limbah padat sebanyak 62.506 ton per tahun.
Sjarief menyebutkan, limbah tersebut perlu dimanfaatkan sehingga sejalan dengan blue economy yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menjadi arah pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Potensi pemanfaatan limbah cair tersebut, antara lain daur ulang dan pupuk cair. Sementara, limbah padat dapat menjadi bahan baku keramik, particle board, pupuk, dan bata ringan.
Untuk itu BBRP2BKP telah melakukan riset terkait pengolahan rumput laut tanpa limbah dan menjalin sejumlah kerja sama.
Baca juga: Mudahkan Nelayan Tangkap Ikan, Kementerian KP Kembangkan Aplikasi Laut Nusantara
Salah satu kerja sama dilakukan dengan sebuah perusahaan di Pandaan, Jawa timur, untuk mengembangkan instalasi pengolahan limbah cair dan padat.
“Ini suatu terobosan yang baik. Peluang ini harus terus dikembangkan sehingga pada akhirnya nanti kami bisa mengatakan kepada Indonesia bahwa hasil-hasil riset inovasi dari BBRP2BKP memberikan sumbangsih secara nyata bagi pembangunan Indonesia,” imbuhnya.
Sjarief mengatakan, lewat cara tersebut pihaknya bisa mengurangi ekspor rumput laut bahan mentah dan bisa mendorong proses pengolahan rumput laut di Indonesia.
“Ini akan memberikan nilai tambah sekaligus bisa menghasilkan produk sampingan berupa pengolahan limbah padat dan cair dari industri tersebut yang masih bisa dimanfaatkan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala BBRP2BKP Hedi Indra Januar mengatakan, pemanfaatan rumput laut saat ini sudah sangat berkembang.
Baca juga: Tingkatkan Konsumsi Ikan, Kementerian KP Gelar Pelatihan Pengolahan Camilan Berbahan Ikan
Namun demikian, masih perlu sosialisasi pemanfaatan rumput laut berdasarkan hasil-hasil riset yang sudah teruji secara laboratorium.
“Untuk itu, perlu juga hilirisasi sehingga masyarakat bisa merasakan manfaat hasil riset tersebut,” terangnya.
Beberapa pemanfaatan rumput laut hasil riset BBRP2BKP di antaranya rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii untuk produk pangan, seperti olahan refined karaginan untuk produk pangan jeli, puding, dan permen jeli.
Ada pula rumput laut Alkali Treated Cottonii (ATC) yang bisa dimanfaatkan untuk gel pengharum ruangan, agar untuk jeli dan bakto agar, yang bisa dimanfaatkan pada media mikrobiologi.
Rumput laut cokelat juga bermanfaat untuk bahan pangan, seperti alginat untuk minuman dan bahan prebiotik. Pada produk nonpangan, alginat berguna sebagai bahan pengental untuk batik.
Baca juga: Kementerian KP Gelontorkan Rp 61 Miliar untuk Fasilitas TPI di Perbatasan
Bahkan, alginat juga bisa dimanfaatkan untuk produk farmasi, seperti fukoidan sebagai obat herbal terstandar (OHT) yang digunakan untuk anti-tukak lambung dan imunomodulator.
Lain lagi dengan rumput laut hijau. Tanaman laut ini bisa dijadikan pangan fungsional dari Ulva dan Caulerpa yang berkhasiat sebagai antidiabetes, antikanker, serta imunostimulan.
“ Rumput laut tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai biostimulan tanaman,” jelas Hedi.
Dia juga menyebutkan, limbah proses ekstraksi rumput laut masih bisa digunakan sebagai bahan baku biostimulan.
“Adanya kandungan makro, mikro nutrien, dan zat pemacu tumbuh, seperti auksin, sitokinin dan giberelin pada rumput laut dapat digunakan sebagai biostimulan untuk meningkatkan produksi tanaman,” paparnya.
Hal yang tidak kalah penting, kelebihan rumput laut dan limbahnya sebagai biostimulan adalah ramah lingkungan dan dapat menumbuh kembangkan mikroorganisme penyubur tanah.
Baca juga: Peringati Hari Anak Nasional, Kementerian KP Bagikan 1,2 Ton Ikan di Kampung Pemulung dan Lapas Anak
Sebagai informasi, webinar tersebut menghadirkan narasumber para peneliti dari BBRP2BKP, yaitu Subaryono dengan materi Potensi Bahan Baku dan Pengembangannya, Ellya Sinurat dengan materi Pemanfaatan Rumput Laut pada Pangan, Non Pangan, dan Kesehatan, serta Jamal Basmal dengan materi Pemanfaatan Limbah Rumput Laut.
Sementara, peneliti utama BBRP2BKP Bagus Sediadi Bandol Utomo bertindak sebagai moderator.
Webinar tersebut dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube BBRP2BKP. Masyarakat masih dapat menyaksikan webinar tersebut pada tautan berikut.