KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) tengah melakukan riset dan inovasi untuk mengidentifikasi struktur populasi Ikan Banyar di perairan selatan Pulau Jawa hingga Bali.
Riset tersebut dilakukan melalui Loka Riset Perikanan Tuna (LRPT) Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian KP.
Sebagai informasi, Ikan Banyar (Rastrelliger kanagurta) merupakan jenis ikan pelagis beruaya jauh yang berperan penting dalam industri perikanan.
Ikan Banyar telah mendukung mata pencaharian masyarakat di sekitar pesisir. Namun keberlangsungan hidupnya saat ini sedang terancam lantaran biomassa di alam mengalami penurunan.
Untuk itu, LRPT BRSDM Kementerian KP mengidentifikasi struktur populasi Ikan Banyar dengan menggunakan analisis bentuk otolith.
Baca juga: Sederet Manfaat Memelihara Ikan Dalam Akuarium
Peneliti LRPT Arief Wujdi menjelaskan, otolith merupakan tulang telinga ikan. Organ ini digunakan untuk mengetahui umur, pertumbuhan, dan proses migrasi reproduksi Ikan Banyar.
Selain itu, secara permanen otolith juga dapat menyajikan sejarah hidup dan lingkungan, sehingga mampu menginterpretasikan parameter lingkungan, seperti temperatur dan salinitas atau kadar garam.
“Secara keseluruhan, 159 sampel otolith dikumpulkan dari 4 lokasi, yaitu Pelabuhan Ratu, Pacitan, Muncar, dan Kedonganan pada periode 2016 dan 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bentuk otolith bervariasi antar populasi,” jelas Arief.
Ia mengatakan, secara visual variasi dapat ditemui pada berbagai bagian otolith, yaitu excisura major, postrostrum, dan pararostrum.
Adanya variasi bentuk otolith antar populasi, kata Arief, dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Baca juga: Tingkatkan Konsumsi Ikan, Kementerian KP Gelar Pelatihan Pengolahan Camilan Berbahan Ikan
Menurutnya, faktor lingkungan yang turut mempengaruhi variasi bentuk otolith adalah pergerakan arus di selatan Jawa dan Bali, yang didominasi oleh pergerakan arus dari timur ke barat.
Dengan begitu, memungkinkan percampuran antar populasi di Selat Bali dan Pacitan, serta Pacitan dan Pelabuhan Ratu.
Arief memaparkan, pergerakan Ikan Banyar juga dipengaruhi terjadinya upwelling yang dimulai pada April.
Upwelling terjadi di wilayah selatan Bali dan Lombok, kemudian bergerak ke arah barat, hingga melemah pada November di perairan selatan Jawa Barat.
Melemahnya intensitas upwelling di bagian selatan Jawa Barat tersebut menjadi faktor yang membatasi pergerakan Ikan Banyar, sehingga memisahkan populasi antara kelompok barat dan timur.
"Penelitian ini memberikan perspektif baru dalam pengkajian stok, di mana pemetaan struktur populasi yang menyusun stok secara keseluruhan perlu dilakukan sebagai prasyarat utama sebelum melakukan penilaian kondisi stok. Terlebih lagi jika masing-masing populasi mempunyai kontribusi yang berbeda-beda,” kata Arief.
Baca juga: Ekspor Benur Dilarang, KKP Jamin Siapa Pun Boleh Budi Daya Lobster
Lebih lanjut, ia mengatakan, penelitian tersebut membuka pintu bagi penelitian-penelitian serupa dengan pendekatan yang murah dan cepat. Apalagi, jika dilakukan secara rutin pada berbagai jenis ikan pelagis yang tersebar secara luas.
Menurut Arief, penelitian identifikasi struktur populasi perlu dilanjutkan pada masa mendatang dengan menggabungkan beberapa pendekatan agar memperoleh hasil yang komprehensif.
Ia menuturkan, penelitian dapat diperluas pula pada jenis-jenis ikan beruaya lain yang penyebarannya meliputi perairan atau wilayah negara yang berbeda.
Dengan demikian, kata dia, pengelolaan perikanan dalam Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional atau Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs) dapat terwujud dengan berbasis stok yang utuh dan lebih berkeadilan.
Baca juga: Eks Menteri KP Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) (Kementerian KP) Sjarief Widjaja mengatakan, hasil riset dan inovasi BRSDM harus mampu mendukung program prioritas Kementerian KP.
“Kita harus punya program cerdas untuk atasi berbagai hambatan,” ujar Sjarief dalam keterangan yang diterima Kompas.com pada Jumat (16/7/2021).
Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono memiliki tiga program prioritas.
Pertama, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) perikanan tangkap.
Kedua, mengembangkan perikanan budidaya didukung riset. Ketiga, membangun kampung-kampung perikanan berbasis kearifan lokal.
Menurut Kepala BRSDM, sumber daya kelautan dan perikanan telah menjadi tumpuan dan masa depan bangsa.
Baca juga: Resmi, Menteri KP Larang Penggunaan Alat Tangkap Ikan yang Rusak Ekologi Laut
“Dengan riset dan inovasi, kita dapat menggali potensi tersebut demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, serta meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan ekonomi nasional,” katanya.
Untuk diketahui, identifikasi struktur populasi Ikab Banyar di wilayah perairan selatan Pulau Jawa dan Bali dengan analisis bentuk otolith dalam Sharing Session BRSDM dapat disaksikan melalui kanal YouTube BRSDM TV pada tautan berikut ini.