KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) selalu berupaya mengatasi permasalahan sampah plastik, terutama yang berkaitan dengan pencemaran laut akibat sampah plastik.
Salah satu upaya tersebut dilakukan Kementerian KP dengan proyek penelitian melalui Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM).
Di bawah supervisi BRSDM, Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) menawarkan solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, yaitu dengan bioplastik berbahan rumput laut.
Peneliti LRMPHP Putri Wullandari menjelaskan, rumput laut merupakan salah satu bahan potensial untuk dijadikan bahan baku bioplastik.
Baca juga: Bioplastik Hingga Tote Bag, Tas Belanjaan Mana yang Ramah Lingkungan?
“Sebab, rumput laut mengandung senyawa karagenan. Senyawa ini adalah salah satu fikokoloid paling menjanjikan dan menunjukkan kemampuan pembentukan film yang sangat baik,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (15/7/2021).
Untuk diketahui, fikokoloid adalah zat koloidal hidrofilik yang diperoleh dari rumput laut.
Dalam penelitian tersebut, Putri mengatakan, pihaknya menggunakan metode ekstrusi untuk membuat bioplastik dengan bahan dasar karagenan.
“Metode casting biasa digunakan dalam pembuatan bioplastik. Namun, metode ini memiliki kelemahan, yaitu belum dapat diproduksi secara massal,” ucapnya, saat menghadiri kegiatan “Sharing Session BRSDM” yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube BRSDM, Rabu (7/7/2021).
Baca juga: Dukung 3 Program Prioritas Menteri KKP, BRSDM Luncurkan Buku Kampung Perikanan Budi Daya
Oleh karena itu, lanjut Putri, pihaknya memilih penggunaan metode ekstrusi untuk memproduksi bioplastik.
Perlu diketahui, metode ekstrusi adalah proses mengeluarkan material melalui jalur tertentu sehingga menghasilkan bentuk panjang dengan penampang seperti lubang jalur.
“Ekstrusi merupakan proses yang berkesinambungan. Bahan baku plastik akan meleleh dan dibentuk menjadi panjang secara terus-menerus dengan profil konstan cross-sectional. Kemudian, produk dapat dipotong menjadi panjang yang diinginkan oleh peralatan pasca-die tertentu,” tambahnya.
Putri menambahkan, untuk rangkaian alat yang dihasilkan dalam penelitian bioplastik meliputi mixer, extruder, conveyor, dan pelletizer.
Baca juga: Toilet Pengompos hingga Bioplastik, Solusi Pemulihan Citarum yang Ditawarkan LIPI
Pertama, adalah mixer. Alat ini memiliki spesifikasi kapasitas tangki 5 kilogram (kg), dilengkapi sistem pengaduk berputar setengah Horse Power (HP) dan pemanas listrik dengan total daya 470 Watt (W).
Untuk material mesin, kata Putri, menggunakan stainless steel dan hard chrome.
“Kedua, extruder. Alat ini merupakan tipe screw tunggal dengan kapasitas produksi 2,42 kg per jam,” jelasnya.
Extruder juga dilengkapi empat elemen pemanas elektrik dengan thermocontrol, yang memiliki satu lubang die dan berdiameter 2–3 milimeter (mm).
Pada material mesinnya, sebut Putri, menggunakan stainless steel dan hard chrome dengan total daya 600 W.
Rangkaian alat extruder menghasilkan film yang seragam dengan kapasitas produksi mencapai 2,42 kg per jam.
Sementara itu, alat ketiga adalah konveyor yang memiliki spesifikasi panjang 1,5 m dengan media pendingin air dan dilengkapi water chiller.
“Untuk material alatnya menggunakan stainless steel dengan total daya 125 Watt dengan tegangan standar 220 V (Volt),” imbuh Putri.
Baca juga: Tarif Listrik Kelompok 900 Volt Ampere Naik 2 Kali Lipat?
Adapun keempat, pelletizer menggunakan pisau berputar dengan motor seperempat HP yang dilengkapi pengatur kecepatan. Material alat ini menggunakan stainless steel dengan daya 70 W (220 V).
Selain penelitian dari LRMPHP, Kementerian KP melalui BRSDM juga melakukan riset tentang marine debris project bersama dengan mitra Prancis.
Kerja sama tentang proyek sampah laut itu dibahas mendetail dengan Menteri Kelautan Prancis Annick Girrardin di Kantor BRSDM, Sabtu (10/7/2021).
Seperti diketahui, laut Indonesia memiliki permasalahan serius terkait pencemaran lingkungan akibat sampah plastik.
Baca juga: Mencari Inovator Pengelolaan Sampah Plastik
Pasalnya, penguraian sampah dari darat ini membutuhkan waktu cukup lama, bahkan hingga ratusan tahun untuk bisa terurai.
Hal tersebut tidak hanya menjadi permasalahan Indonesia, tetapi juga seluruh negara di dunia.
Oleh karenanya, Kementerian KP hadir menawarkan alternatif solusi melalui penelitian dan kerja sama dengan pihak lain.
Berdasarkan data pada jurnal penelitian Groh et al (2019) mengatakan, produksi plastik secara global sudah mencapai 380 juta ton pada 2015.
Baca juga: Berkunjung ke RI, Menteri Kelautan Perancis Soroti Isu Sampah Plastik
Sekitar 40 persen dari jumlah produksi plastik tersebut digunakan untuk pengemasan.
Begitu pula pada jurnal penelitian lain Zhang, Show, dan Ho (2019) menyatakan, sisi negatif pembuangan sampah plastik dapat menimbulkan beberapa masalah lingkungan yang serius.
Lingkungan serius yang dimaksud, seperti emisi gas rumah kaca, generasi mikroplastik dan efek beracun.
Baca juga: Tekan Emisi Gas Rumah Kaca, Pemerintah Mulai Uji Coba Perdagangan Karbon di PLTU
Untuk mengatasi pencemaran sampah plastik, Kepala BRSDM Kementerian KP Sjarief Widjaja mengajak masyarakat agar senantiasa menjaga kesehatan lingkungan, termasuk laut.
“Kami mengajak masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan laut. Sebab, kesejahteraan manusia bergantung pada laut yang sehat,” ujarnya.
Hal tersebut, kata Sjarief, sejalan dengan perhatian dan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono.
Ia mengatakan, Menteri KP Trenggono juga menekankan pentingnya kesehatan laut untuk mendukung ekonomi laut yang berkelanjutan.
Baca juga: Kesehatan Laut Indonesia Diperiksa, Bagaimana Kondisinya Saat Ini?
“ Laut yang sehat menjadi syarat utama konsep ekonomi biru yang tengah dikembangkan Kementerian KP di Indonesia,” imbuh Sjarief.
Kata kuncinya, sebut dia, yaitu berkelanjutan, efisien, tanpa limbah, keadilan inklusif, pertumbuhan ekonomi, dan kesadaran publik.