Hiu dan Pari Terancam Punah, KKP Upayakan Kelola Sumber Daya Perikanan

Kompas.com - 08/04/2021, 16:48 WIB
DWN,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Populasi ikan hiu dan pari di seluruh dunia turun drastis sebanyak 70 persen selama 50 tahun terakhir. Penangkapan ikan secara berlebih menjadi ancaman terbesar kepunahan ikan laut.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan penangkapan hiu dan pari terbesar di dunia, jumlahnya mencapai 12,31 persen atau 88.790 ton per tahun.

Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia sendiri masih menjadi tantangan besar bagi konservasi hiu dan pari.

Sementara itu, penyusunan kebijakan konservasi hiu dan pari harus memiliki basis kajian ilmiah yang kuat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Guna menjawab tantangan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mengelola sumber daya perikanan, termasuk hiu dan pari secara berkelanjutan. Hal ini guna menyejahterakan masyarakat pesisir.

Langkah tersebut KKP lakukan lewat penyelenggaraan simposium hiu dan pari ke-3 di Indonesia secara daring dan luring, mulai dari Rabu (7/4/2021) hingga Kamis (8/4/2021).

Baca juga: Kembangkan Riset Perikanan dan Kelautan, BRSDM Siap Dukung 3 Program Prioritas KKP

Gelaran simposium itu mengangkat tema "penguatan kolaborasi dan sinergi dalam pengelolaan hiu dan pari" dan didukung oleh Yayasan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia.

Adapun tujuan dari kegiatan tersebut guna mengumpulkan masukan ilmiah bagi kebijakan konservasi hiu dan pari di Indonesia.

Dalam paparan berjudul arah kebijakan riset hiu dan pari di Indonesia, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja menyatakan, jumlah biodiversity hiu dan pari di dunia berjumlah sekitar 531 jenis.

“Indonesia memiliki kurang lebih 118 jenis hiu dan pari di dalamnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/4/2021).

Sjarief menjelaskan, terdapat spesies hiu endemik khusus di Indonesia, salah satunya adalah Squalus Hemipinnis. Spesies ini berada di wilayah selatan Bali, Lombok

dan Laut Jawa.

Baca juga: Kamasutra Satwa: Dikenal Ganas, Bagaimana Cara Hiu Kawin?

Tak hanya itu, kata dia, Selat Makassar juga memiliki spesies khusus, yaitu hiu Apristurus Sibogae.

Selain itu, terdapat pula spesies hiu endemik lainnya seperti Squatina Legnota, Atelomycterus Baliensis, dan Mustelus Widodoi. Spesies ini berada di sekitar wilayah Laut Jawa, Bali, dan Lombok atau di cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.

“Sebagai puncak rantai makanan, hiu rentan akan kepunahan karena memiliki kapasitas reproduksi yang rendah, seperti frekuensi melahirkan yang minim, pertumbuhan lambat serta umur yang panjang,” imbuh Sjarief.

Beragam ancaman, lanjut dia, turut menjadi faktor punahnya hiu. Faktor tersebut antara lain disebabkan penangkapan yang tidak lestari; penurunan populasi; kerusakan habitat perubahan lingkungan, seperti sampah laut dan pariwisata dari oknum tidak bertanggung jawab.

“Semakin banyak kami mendatangkan wisatawan di suatu daerah, maka ancaman terhadap populasi komponen ekosistem tersebut membuat tingkat kerusakan semakin tinggi,” tegas Sjarief.

Baca juga: Mengenal Ekosistem Laut

Empat klasifikasi 

Berdasarkan ancaman tersebut, Kepala BRSDM Sjarief Widjaja menyatakan KKP mengambil langkah upaya melindungi sumber daya hiu dan pari yang dibagi ke dalam empat klasifikasi.

Pertama, status Red List International Union for the Conservation of Nature (IUCN), dengan komposisi rentan 30-50 persen, terancam 50-70 persen, sangat terancam 80-90 persen, punah di alam dan punah.

“Klasifikasi kedua, yakni CITES yang digolongkan ke dalam Appendik I, II, dan III,” imbuh Sjarief.

Klasifikasi ketiga, kata dia, sumber daya yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) maupun Keputusan Menteri (Kepmen KP). Perlindungan tersebut seperti Permen KP Nomor 59/PERMEN-KP/2014 dan Kepmen KP No.76/KEPMEN-KP/2020.

Klasifikasi terakhir, yakni berdasarkan rencana aksi nasional (RAN) atau National Plan of Action (NPOA) 2021 – 2025. Beberapa spesies hiu dan pari yang mendapat perlindungan penuh adalah pari gergaji, pari sentani, hiu sentani, hiu paus, hiu tutul, hiu bodoh, serta pari manta.

Baca juga: Hiu Aneh Bersayap Jelajahi Lautan 93 Juta Tahun yang Lalu

Bagi pihak-pihak yang menangkap, membunuh, memelihara, menyimpan dan memperdagangkan hiu atau pari tersebut dapat dikenakan sanksi penjara selama enam tahun dan denda paling banyak sebesar Rp1,5 miliar.

Oleh karena itu, Sjarief meminta agar data dari hiu dan pari dapat disosialisasikan dengan menempel gambar-gambar tersebut di lokasi penangkapan ikan, pasar ikan atau wilayah-wilayah sekitar penangkapan.

“Tentu sosialisasi ini jangan dilaksanakan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Tetapi di lokasi pemetaan hiu dan pari ini berada. Di situlah lokasi yang harus dilakukan pengawasan dari pemerintah, non-governmental organization (NGO) untuk meningkatkan public awareness,” imbuhnya.

Menurut Sjarief, campaign tersebut harus dilakukan dengan tepat, di daerah yang tepat dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal, serta pendekatan kearifan lokal. Hal ini agar pesan pemerintah dapat tersampaikan dengan baik.

Baca juga: Ahmad Syaikhu; “Negatif Campaign Masih memungkinkan, tapi Black Campaign Kita Tidak Lakukan

Arah riset dan strategi pengelolaan hiu dan pari

Pada kesempatan tersebut, Sjarief menjelaskan BRSDM telah menentukan arah riset dan strategi pengelolaan sumber daya hiu dan pari pada 2021 – 2025.

Riset dan strategi tersebut ditelurkan melalui pelatihan identifikasi spesies ikan hiu dan pari secara tepat dan akurat; pendaratan hasil tangkapan hiu harus utuh guna mempermudah identifikasi dan pencatatan ikan hiu Apendiks II CITES.

Kemudian, penyediaan alternatif pekerjaan lainnya bagi nelayan penangkap hiu dan pari, seperti usaha budidaya perikanan, usaha pengolahan ikan, dan usaha ekonomi kreatif; regulasi Menteri KP terkait hasil tangkapan pari Mobulidae Apendiks II CITES.

Penangkapan tersebut cenderung tinggi sebagai hasil sampingan pada perikanan tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia.

Riset dan strategi pengelolaan sumber daya hiu berikutnya adalah kebijakan kuota ekspor terkait dengan penumpukan stok produk hiu Apendiks II CITES di beberapa lokasi penampungan produk hiu; pembatasan jumlah upaya penangkapan, jumlah mata pancing (kapal rawai permukaan).

Baca juga: Gandeng WWF Indonesia, Santika Bintaro Tidak Gunakan Produk Hiu

Selain itu, ada pula riset dan strategi pelarangan penangkapan hiu dan pari di habitat asuhannya; serta pengendalian penangkapan anakan hiu dan pari yang terkonsentrasi pada daerah penangkapan ikan.

“Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Sakti Wahyu Trenggono berpesan WPPNRI 714 Laut Banda di sebagian atau seluruh wilayahnya akan didorong menjadi wilayah yang no take zone,” ucap Sjarief.

Dengan begitu, lanjut dia, pemerintah pusat akan memberi kesempatan bagi populasi ikan Indonesia untuk bisa tumbuh dan berkembang sehingga dapat bereproduksi.

Baca juga: Menteri KKP Targetkan Bisa Genjot Ekspor Udang ke AS dan China Hingga 250 Persen

Riset mendalam di Teluk Lampung

Lebih lanjut, Sjarief mengatakan, BRSDM juga tengah melaksanakan riset mendalam di Teluk Lampung.

Dar riset tersebut ditemukan juvenile hiu dan pari bycatch oleh nelayan saat mereka menangkap ikan-ikan lain. Maka dari itu, KKP terus berusaha menentukan alat tangkap yang mampu menyortir berbagai spesies gagal atau tidak diinginkan.

“Kami sudah punya alat tangkap jaring. Alat ini dapat menyortir penyu yang tertangkap. Saat ini, kami berpikir teknologi apa yang dibangun untuk bisa menyortir hiu dan pari agar tidak ikut tertangkap bycatch. Hal ni adalah riset yang akan kami kembangkan ke depan,” papar Sjarief.

Baca juga: Apakah Hiu Raksasa Megalodon Masih Hidup?

Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui pula kriteria ekosistem yang dapat memberikan kesempatan pada hiu dan pari untuk berkembang terbagi menjadi tiga, yaitu suhu 25,09 – 30,60 C, salinitas: 31,47 – 34,83 PSU, kedalaman: 13,46 – 65,81 m, substrat: lumpur, pasir, dengan makanan berupa ikan, crustacea, dan molusca.

Sjarief menjelaskan kembali, berdasarkan hasil tangkapan nelayan dan analisis habitat, perairan Lampung saat area kajian diduga kuat sebagai habitat asuhan (nursery ground) hiu dan pari.

Kolaborasi seluruh pihak

Dalam kesempatan tersebut, Sjarief mengatakan, KKP juga bertugas untuk men-trigger perekonomian rakyat agar dapat tumbuh dengan memanfaatkan sumber daya laut yang dimiliki.

Baca juga: Susi Pudjiastuti: Ada Kartel Besar yang Kuasai Sumber Daya Laut Kita....

Pengelolaan laut, kata dia, harus memberikan kesejahteraan sosial ekonomi bagi masyarakat dengan tetap menjaga keberlanjutan sumber daya untuk saat ini dan generasi mendatang.

“Butuh kerja sama seluruh pihak, baik itu pemerintah pusat, daerah, akademisi, peneliti, Dinas KP, nelayan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hal ini dilakukan untuk bergerak ke depan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pengengelolaan alam dengan bijaksana. Let’s save our sharks and rays!,” kata Sjarief.

Terkini Lainnya
Tindaklanjuti Keresahan Warga Banten, Kementerian Kelautan dan Perikanan Segel Pagar Laut di Muara Tawar

Tindaklanjuti Keresahan Warga Banten, Kementerian Kelautan dan Perikanan Segel Pagar Laut di Muara Tawar

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tingkatkan Kompetensi ASN, Kementerian KP Bentuk Corporate University

Tingkatkan Kompetensi ASN, Kementerian KP Bentuk Corporate University

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Menteri Trenggono Pastikan Produktivitas PP Karangsong Siap Hadapi Nataru

Menteri Trenggono Pastikan Produktivitas PP Karangsong Siap Hadapi Nataru

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Penyerapan Dunia Kerja Capai 81,15 Persen, Lulusan Pendidikan Vokasi Kementerian KP Diminati Industri

Penyerapan Dunia Kerja Capai 81,15 Persen, Lulusan Pendidikan Vokasi Kementerian KP Diminati Industri

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Dukung Swasembada Pangan, Menteri KP Dorong Penyuluh Tingkatkan Hasil Perikanan

Dukung Swasembada Pangan, Menteri KP Dorong Penyuluh Tingkatkan Hasil Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Kementerian KP Luncurkan Layanan Aduan Online

Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Kementerian KP Luncurkan Layanan Aduan Online

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Diapresiasi DPR, Ini Strategi Kementerian KP Tingkatkan Konsumsi Ikan

Diapresiasi DPR, Ini Strategi Kementerian KP Tingkatkan Konsumsi Ikan

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Capai Tujuan Kebijakan Ekonomi Biru, Kementerian KP Kembangkan Infrastruktur Teknologi 

Capai Tujuan Kebijakan Ekonomi Biru, Kementerian KP Kembangkan Infrastruktur Teknologi 

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian KP Kembangkan Kapasitas Budi Daya Tilapia dan Rumput Laut di Kepulauan Solomon

Kementerian KP Kembangkan Kapasitas Budi Daya Tilapia dan Rumput Laut di Kepulauan Solomon

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kembangkan Produktivitas Perikanan, Kementerian KP Jalankan One Stop Aquaculture SFV

Kembangkan Produktivitas Perikanan, Kementerian KP Jalankan One Stop Aquaculture SFV

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Dukung Program MBG, Kementerian KP Siapkan Panen Siklus Kedua BINS

Dukung Program MBG, Kementerian KP Siapkan Panen Siklus Kedua BINS

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Tebar Benih Nila Salin Siklus Kedua di BINS Karawang

Kementerian Kelautan dan Perikanan Tebar Benih Nila Salin Siklus Kedua di BINS Karawang

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir, Kementerian KP Luncurkan Teknologi Pengeringan Rumput Laut

Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir, Kementerian KP Luncurkan Teknologi Pengeringan Rumput Laut

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Terbitkan Perpres Nomor 193 Tahun 2024, Prabowo Serius Genjot Ekonomi Biru

Terbitkan Perpres Nomor 193 Tahun 2024, Prabowo Serius Genjot Ekonomi Biru

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Berkat Program SFV, Gapokkan di Kawali, Ciamis Dapat Penghargaan dari Menteri KP

Berkat Program SFV, Gapokkan di Kawali, Ciamis Dapat Penghargaan dari Menteri KP

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com