KOMPAS.com - Indonesia akan mendorong formulasi sistem tracking mechanism untuk memastikan realisasi komitmen yang telah dihasilkan pada Our Ocean Conference (OOC) 2018.
“Pada OOC 2018, kita akan memformulasikan sistem tracking mechanism untuk mengukur dan mengontrol realisasi dari semua komitmen yang dibuat oleh semua peserta. Kita tidak mau hanya sekadar berkomitmen tanpa aksi nyata,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam siaran tertulis, Selasa (30/10/2018).
Pada OOC yang kelima ini, lanjut Susi, Indonesia punya target untuk melihat sejauh mana komitmen tersebut diimplementasikan.
Pada empat pertemuan OOC sebelumnya, para peserta telah membuat 663 komitmen dimana 105 komitmen telah direalisasikan.
Baca juga: Menteri Susi: Sudah Ada 633 Komitmen Ditandatangani di OOC 2018
Sebagai informasi, pertemuan OOC pertama dan kedua dilaksanakan di Amerika Serikat pada 2014 dan 2015. Lalu, pertemuan ketiga dilaksanakan di Chili pada 2016 dan yang keempat dilaksanakan di Malta pada 2017.
Pada tahun ini, Indonesia mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah OOC. Setelah Indonesia, Norwegia akan menjadi negara terpilih untuk menggelar OOC pada tahun depan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam front diplomatik menyatakan bahwa jika berbicara mengenai kelautan atau hal lain yang terkait, Indonesia tak hanya berbicara mengenai kepentingan negara lain, tetapi juga kepentingan Indonesia yang menjadi kepentingan internasional.
“Hal ini menjadi penting untuk Indonesia sebagai anggota G20 yang harus berkontribusi untuk dunia. Kami telah membuktikan sepak terjang Indonesia dalam diplomasi manusia. Jika kita bicara soal perdamaian, maka nama Indonesia akan muncul ke permukaan. Saat ini kita juga ingin berinvestasi dalam diplomasi kelautan. OOC akan menjadi aksi nyata untuk menunjukkan komitmen Indonesia dalam isu tersebut,” ujar Menteri Retno.
Baca juga: Ingatkan Pentingnya Laut, Jokowi pun Berpuisi
Menteri Retno juga mengatakan bahwa Indonesia akan dihargai oleh komunitas internasional berdasarkan track record dan kontribusinya dalam kepentingan global, termasuk dalam hal kelautan dunia.
Dirinya menambahkan, Indonesia tidak hanya berperan dalam isu kelautan dan perikanan pada acara OOC 2018. Pada 2016 Indonesia juga menjadi tuan rumah Indian Ocean Rim Association (IORA) serta menjadi anggota Small Island Developing States (SIDS).
Komitmen nyata
OOC 2018 yang akan dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, pada 29 dan 30 Oktober 2018 akan diikuti oleh berbagai stakeholder yang terdiri dari pemerintahan, organisasi non pemerintah (NGO), sektor swasta, tokoh masyarakat dan pengamat kelautan.
Terhitung sampai Oktober 2018, enam kepala negara dan pemerintahan, 32 menteri, serta 1.696 delegasi telah dikonfirmasi kehadirannya dalam pertemuan ini.
“Indonesia akan menunjukkan apa yang telah dilakukan untuk dunia kelautan dan perikanan. Pada OOC tahun ini terdapat enam area yang akan menjadi fokus, di antaranya perikanan berkelanjutan, kawasan lindung laut, polusi laut, perubahan iklim, ekonomi biru berkelanjutan, serta keamanan laut,” ujar Menteri Susi.
Menteri Susi menyampaikan bahwa OOC 2018 berbeda dari pertemuan-pertemuan lain yang hanya menghasilkan MoU atau perjanjian saja. OOC 2018 akan menghasilkan komitmen nyata yang akan dimonitor dengan sistem.
“Kita akan mengambil tindakan dan mengimplementasikan aksi nyata, jadi setelah pertemuan ini seluruh negara peserta akan memiliki komitmen nyata untuk mengembangkan dunia kelautan, melindungi laut, dan mengatasi masalah terkait kelautan,” ujar Susi.
Menurutnya isu mengenai ekonomi biru ini akan diangkat saat pertemuan untuk menyadari pentingnya perikanan berkelanjutan yang produktif demi memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Selain itu dirinya mengatakan bahwa di masa depan, perang tidak akan disebabkan oleh isu politik, ideologi, maupun agama, melainkan untuk memperebutkan makanan dan sumber air yang berkurang secara global jika tidak dijaga keberlangsungannya.
“Saat pertemuan nanti, Indonesia akan menyampaikan semua hal yang telah dilakukan untuk membuat sektor perikanan sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Kita telah berhasil membalikkan keadaan defisit dalam neraca perdagangan perikanan. Sebelumnya, kita berada jauh di belakang jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Tapi dalam empat tahun terakhir kita berhasil menjadi yang pertama,” ujar Susi.
Dirinya menunjukan bahwa Indonesia mendapatkan banyak manfaat setelah mengaplikasikan prinsip keberlanjutan dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
“Dalam empat tahun terakhir untuk pertama kalinya Indonesia menjadi yang terdepan di Asia Tenggara. Untuk pertama kalinya GDP (gross domestic product) di sektor perikanan tumbuh di angka 6 sampai 6,7 persen per tahun, melampaui GDP nasional yang ada di angka 4,5 sampai 5,2 persen per tahun. Index kompetitif kita di sektor perikanan juga meningkat sekitar 20 persen dari yang sebelumnya 107 menjadi 128. Ini adalah sesuai yang bisa kita bagikan saat OOC nanti,” ujar Susi.
Ia menambahkan, tahun lalu konsumsi ikan Indonesia meningkat dari 36 kilogram menjadi 46 kilogram per kapita. Persediaan ikan juga meningkat dari 7,1 juta ton pada 2016 menjadi 12,5 juta ton pada 2017.