KOMPAS.com - Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dengan sejumlah daerah masih menjadi persoalan. Padahal, pendidikan merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Indonesia dengan segala kekayaan alam yang melimpah membutuhkan SDM yang berkualitas. Tanpa SDM yang bermutu, sumber daya alam berpotensi dieksploitasi pihak lain.
Ketimpangan kualitas pendidikan Indonesia terjadi karena sebagian guru enggan ditempatkan di daerah sangat terpencil (DST).
Oleh karena itu, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan Tunjangan Khusus kepada guru yang mengajar di daerah sangat tertinggal.
Baca juga: Pemerintah Daerah Didorong Lebih Berperan dalam Redistribusi Guru
"Tunjangan khusus itu diberikan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah khusus, yaitu daerah yang termasuk dalam kategori sangat tertinggal menurut indeks desa membangun dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi," kata Sekretaris Jenderal Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan E. Nurzaman beberapa waktu lalu.
Sinergi pemerintah pusat dan daerah
Saat ini, masih terdapat 14.107 daerah sangat tertinggal di Indonesia. Ia mengatakan, persoalan ketimpangan kualitas pendidikan harus ditanggung bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara T.A. 2018, Tunjangan Khusus melalui DAK non-fisik untuk Guru PNSD memperoleh alokasi Rp 1,8 triliun, dan DIPA Tahun Anggaran 2018 untuk Guru Bukan PNS dengan alokasi Rp 427,5 miliar.
Ia menegaskan, APBN hanya mampu membayar tunjangan guru untuk daerah sangat tertinggal saja.
Untuk itu, pemerintah daerah dapat mengalokasikan Tunjangan Khusus melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menanggulangi kekurangan kemampuan dari APBN untuk daerah tertinggal dan daerah perbatasan.
Baca juga: Presensi dan Kualitas Pengajaran Guru di Daerah Khusus Meningkat
Tunjangan Khusus diberikan selama 12 bulan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok per bulan bagi PNS.
Sementara, bagi guru bukan pegawai negeri sipil yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) inpassing atau kesetaraan diberikan Tunjangan Khusu setara gaji pokok pegawai negeri sipil dengan masa kerja dan golongan.
Sedangkan, bagi guru bukan pegawai negeri sipil yang belum memiliki SK inpassing atau kesetaraan diberikan Tunjangan Khusus sebesar Rp 1.500.000, dipotong Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.
Guru Garis Depan, kata dia, dapat menerima tunjangan khusus selama 2 tahun.
"Tunjangan khusus juga dapat diberikan pada tahun ketiga dan seterusnya, jika guru tersebut bertugas pada Daerah Khusus," ujar dia.
Penerima Tunjangan Khusus
Pemerintah sendiri telah menetapkan kriteria penerima Tunjangan Khusus yaitu Guru PNSD yang bertugas pada satuan pendidikan di Daerah Khusus, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) serta memiliki SK penugasan mengajar di satuan pendidikan pada Daerah Khusus yang dikeluarkan oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
Ditjen GTK melakukan penarikan data dari Dapodik per Maret setiap tahun berjalan. Kemudian, pemerintah melakukan verifikasi kelayakan calon penerima Tunjangan Khusus.
Dinas pendidikan mengusulkan calon penerima Tunjangan Khusus secara daring (online) melalui Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIMTUN) mulai per 1 Maret tahun berkenaan.
"Kemendikbud berharap langkah pemerintah dalam pemberian Tunjangan Khusus untuk guru yang Mengajar di daerah sangat tertinggal dapat meningkatkan kesejahteraan para guru. Karena guru memiliki tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya>
Informasi lebih lanjut tentang Guru dan Tenaga Kependidikan dapat dilihat melalui Facebook Ditjen GTK Kemdikbud RI atau follow Twitter @gtk_kemdikbud dan Instagram @ditjen.gtk.kemdikbud