JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Pendidikan Nasional tahun ini mesti menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa untuk berkomitmen melindungi para guru di seluruh daerah.
Kasus kekerasan terhadap para guru yang bertugas di Kampung Arwanop, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua yang terjadi baru-baru ini merupakan fenomena gunung es.
Kekerasan terhadap guru bisa terjadi kapan pun dan di mana pun, bahkan di tempat guru bekerja. Bentuk kekerasan terhadap guru pun beragam.
Payung hukum
Sebetulnya, tahun lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan payung hukum bagi perlindungan guru.
Peraturan itu, Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan menjadi dasar bagi perlindungan guru dalam menjalankan profesinya.
Perlindungan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan meliputi perlindungan hukum, profesi, kesehatan dan keselamatan kerja, dan/atau hak atas kekayaan intelektual.
Perlindungan itu meliputi perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, serta pihak lain.
Kemendikbud, melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, selalu siaga untuk mengadvokasi para guru dan tenaga kependidikan.
Sekretaris Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, E. Nurzaman, mengatakan pemerintah tidak menunggu aduan dalam menjalankan fungsi perlindungan terhadap guru dan tenaga kependidikan.
“Apabila ada guru-guru yang terkena kasus, kami menyediakan advikasi. Pemerintah pusat langsung menerjunkan tim dari sini (Kemendikbud) ke daerah tempat tinggal guru tersebut,” ujarnya.
Turun ke Papua
Pemerintah pusat bergerak cepat saat terjadi kekerasan terhadap guru di Kampung Arwanop. Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.
Delapan orang guru disekap sekelompok kriminal separatis bersenjata setelah kegiatan belajar mengajar di sekolah usai pada Jumat (13/4/2018).
Penyekapan berlangsung di komplek perumahan guru Kampung Arwanop, Distrik Tembagapura, Mimika.
Presiden RI, Joko Widodo, meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menemui para pendidik itu. Pertemuan berlangsung di Ossa de Vila, Mimika, Papua, Senin (23/4/2018).
“Mudah-mudahan para guru segera pulih dari trauma. Bapak Presiden menyampaikan simpatinya dan ikut prihatin dengan kasus ini,” katanya dalam siaran tertulis.
Ia berharap tidak terjadi lagi kasus kekerasan terhadap guru dan tenaga kependidikan dalam bentuk apa pun.
Trauma mengajar
Para guru Sekolah Dasar Inpres Arwanop disekap 30 orang bersenjata selama kurang lebih 45 menit.
Kelompok bersenjata melakukan tindak kekerasan dan merampas harta benda para guru.
“Pada saat disekap, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Disuruh duduk di lantai dan ditodong pakai senjata. Kita punya barang ada handphone, laptop, pakaian habis semua diambil orang itu,” ungkap salah satu korban yang tidak boleh disebutkan identitasnya.
Seluruh guru korban penyekapan mengalami trauma. Untuk itu, pemerintah segera mengupayakan pemulihan terhadap para korban melalui konseling dini.
“Dari kementerian akan ada penanganan khusus untuk guru-guru ini terutama untuk traumanya. Kami juga punya tim untuk penanganan kasus ini, termasuk konseling dini,” katanya.
Kemendikbud saat ini mempertimbangkan kelangsungan profesi para guru yang masih berstatus guru kontrak dan guru bantu.
Koordinasi lintas kementerian akan dilakukan untuk menentukan nasib delapan guru tersebut.
“Nanti saya akan laporkan kepada presiden. Mudah-mudahan presiden akan membuat sebuah keputusan yang menggembirakan,” katanya.
Kekerasan guru di Kampung Banti
Kekerasan dalam dunia pendidikan juga terjadi di SD Negeri Jagamin di Kampung Banti. Sekolah ini letaknya tak jauh dari Arwanop dibakar oleh kelompok bersenjata.
Seluruh Guru SD Negeri Jagamin dievakuasi agar tak menjadi korban kekerasan seperti para guru di Arwanop.
Tak kurang dari 380 siswa sekolah dasar dari SD Inpres Arwanop dan SD Negeri Jagamin tak lagi menerima layanan pendidikan karena gurunya diungsikan.
Ancaman kekerasan yang dialami para guru berdampak besar pada kelangsungan proses pembelajaran anak bangsa di tanah Papua.