KOMPAS.com - Program Guru Garis Depan (GGD) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi harapan anak-anak yang tinggal di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal ( daerah 3T).
Pemerintah pusat melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) telah mengumumkan penerimaan tenaga pendidik dari program GGD untuk mengatasi kelangkaan guru di daerah terpencil.
Salah satu daerah yang membutuhkan guru adalah Kabupaten Landak. Pada medio 2017, Landak mendapatkan 21 orang guru yang lulus tes dari sekian banyak yang mendaftar.
Tingginya kebutuhan guru di Landak akibat adanya sekira 300 PNS yang pensiun tahun ini, termasuk guru. Jika tidak menerima GGD, maka anak-anak di Landak bakal semakin kekurangan guru. Sementara, Kabupaten Landak sendiri memiliki sekira 500 orang guru tidak tetap (GTT).
Baca: Pendidikan Karakter dan Keteladanan Guru Jadi Tema Utama Hari Guru
Meski anggaran dari pemerintah pusat terbatas, Pemerintah Kabupaten Landak tetap memperjuangkan adanya guru dari program GGD dengan mengalokasikan anggaran untuk menggaji para guru itu.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melepas sebanyak 6.296 guru garis depan (GGD) ke daerah penempatannya di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) pada 12 September lalu.
Program GGD merupakan afirmasi pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pelayanan pendidikan bermutu di seluruh Indonesia. Membangun Indonesia dari pinggiran dilakukan dengan mengirim para guru untuk mendidik anak-anak yang berada di daerah 3T.
Saat melepas para guru GGD, ia meminta para guru untuk mampu bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan baru tempat mengampu di daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T) yang amat jauh dari kenyamanan.
Kemampuan survival dibutuhkan karena para guru itu akan mengabdi di daerah penempatan minimal 10 tahun. Ia optimistis para guru itu akan betah di daerah penempatan. "Dugaan saya, malah guru-guru tidak akan pindah kok. Biasanya betah," katanya saat melepas para guru.