JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong guru untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan agar sesuai dengan perkembangan dunia usaha saat ini.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan di SMK tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Badan Pusat Statistik (BPS) melalui data Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017, menyebut bahwa tingkat pengangguran terbuka turun 0,11 poin, dari 5,61 persen pada realisasi tahun 2016 menjadi 5,50 persen pada realisasi tahun 2017.
Lulusan SMK yang tidak terserap dunia kerja mencapai 11,41 persen atau yang tertinggi dibanding jenis pendidikan lainnya. "Ada yang salah dengan pendidikan vokasi kita. Apa yang diajarkan di sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan pasar," kata Bambang dilansir Kompas.com, Senin (13/11/2017).
Baca: Lulusan SMK Banyak Menganggur, Bappenas Cek Ulang Sistem Pendidikan Vokasi
Menurut Bambang, kurikulum pendidikan vokasi menjadi salah satu faktor penentu mengapa justru banyak lulusan SMK yang menganggur. Banyak bermunculan lapangan kerja baru yang butuh keahlian tertentu. Sayang, SMK tidak mengajarkan keahlian-keahlian baru yang justru tengah berkembang pesat.
Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar Anas M. Adam menilai perubahan tidak bisa ditolak. Namun, para guru mesti meningkatkan kemampuan dan menyesuaikan dengan kondisi riil. Utamanya, perubahan teknologi yang sangat cepat.
“Guru-guru dididik di abad ke-20, sedangkan siswa dididik di abad ke-21. Maka guru perlu menyesuaikan agar apa yang diberikan di dunia pendidikan dapat menjawab tantangan masa depan,” katanya saat membuka Seminar Nasional Membangun Pendidikan Karakter melalui Keteladanan Guru Pendidikan Dasar, Kamis (23/11/2017).
Lapangan kerja yang bakal lenyap
Ia mengutip hasil kajian The World Economic Forum yang menyatakan 5 juta lapangan kerja diprediksi hilang sebelum 2020. Perubahan itu terjadi sejalan dengan lahirnya kecerdasan artifisial, robotik, teknologi nano, dan faktor sosial ekonomi lainnya.
Sisi lain yang patut dipertimbangkan, kemajuan teknologi tersebut bakal menghadirkan 2,1 juta lapangan kerja baru.
Para pekerja yang terbiasa bekerja secara manual seperti teller mesti menambah keahliannya agar bisa bersaing untuk peran kerja yang baru. Kebanyakan lapangan kerja baru akan lebih khusus, seperti komputer, matematika, arsitektur, dan permesinan.
Dengan kondisi itu, pemerintah dan pemangku kebijakan mesti berusaha keras untuk mendidik dan menambah keahlian para pekerja. Ancaman pengangguran yang tidak berkualitas akan membebani pemerintah.
“Pemerintah harus melengkapi skill para pencari kerja dengan social skill yang dibutuhkan di masa depan. Mereka harus membentuk satuan tugas khusus untuk memuluskan periode transisi ini,” kata Founder and Executive Chairman of the World Economic Forum Klaus Schwab.
Ia mengatakan keahlian yang dibutuhkan di masa depan adalah kemampuan untuk mau berbagi dan bernegosiasi.
Pekerja yang sukses adalah orang yang mampu memadukan keahlian matematis dengan kemampuan interpersonal yang bagus. Dengan demikian, para pendidik dan dunia pendidikan mesti mengajarkan keterampilan matematis dan komputer yang terintegrasi dengan pendidikan karakter.
Membekali guru
Anas menegaskan, pemahaman-pemahaman terhadap dunia nyata mesti disiapkan di lingkungan sekolah. Siswa diajarkan untuk mampu mencermati lingkungan dengan baik, meresapi dan mengolahnya dalam pikiran, kemudian menyikapi.
Saat ini, banyak rumah makan dan toko ritel yang tutup. Konsumen cenderung membeli lewat toko online. Artinya, kemampuan menguasai teknologi lebih dibutuhkan di dunia usaha saat ini.
Perubahan yang sangat cepat mesti diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi guru. Persoalannya, sebagian besar guru masih belum bisa menguasai materi pelajaran secara optimal. Sikap dan mental guru pun masih perlu diubah agar mau terbuka terhadap perubahan dan perkembangan teknologi.
“Pembekalan awal bagi para guru tidak memadai. Persiapan di tingkat pendidikan tinggi untuk para guru masih kurang,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah pusat berencana menggandeng perguruan tinggi dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk bisa memperbaiki pendidikan guru. Bahkan, rencananya perekutan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bakal diperketat tahun depan.