KOMPAS.com – Menteri Sosial ( Mensos) Tri Rismaharini memberikan perhatian penuh terkait berbagai kerumitan yang timbul dalam pemutakhiran data kemiskinan.
Menteri yang akrab disapa Risma itu menekankan, proses penggantian data penerima bantuan sosial ( bansos) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ( DTKS) dimulai dari usulan pemerintah daerah (pemda).
Oleh sebab itu, Risma mengapresiasi sejumlah kepala daerah yang telah mengambil insiatif cepat dalam proses pemutakhiran data.
Apresiasi tersebut salah satunya ditujukan kepada Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo. Melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Fakir Miskin (PFM), Risma menyurati Bupati Kustini.
Dalam surat tersebut, Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan bahwa proses pemutakhiran data merupakan kewenangan pemda. Oleh karena itu, bila pemda mampu mengoptimalkan perannya, kerumitan masalah data bisa diminimalisasi.
(Baca juga: Agar Bantuan Tepat Sasaran, Mensos Risma Minta Pemda Perbarui Data Kemiskinan)
Risma menilai, Kustini telah bertindak responsif dalam mengecek dan menemukan ketidakakuratan data. Kemudian, Kustini juga memerintahkan jajarannya untuk segera melakukan verifikasi dan validasi (verivali) data.
Untuk diketahui, Mensos Risma mendapatkan banyak laporan tentang bansos yang dianggap kurang tepat sasaran, terkendala, atau tidak tersalurkan ke penerima manfaat.
“Saya menerima banyak laporan tentang bansos yang belum tepat sasaran, termasuk pada saat saya melakukan kunjungan ke beberapa daerah," kata Mensos dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (11/9/2021).
Oleh sebab itu, dia meminta seluruh jajaran, khususnya kepala dinas sosial (kadinsos), untuk mengawal pemutakhiran data.
Menurut Risma, pemutakhiran data perlu dilakukan secara karena data ini bersifat dinamis. Dalam suatu daerah, terdapat anggota masyarakat yang pindah, meninggal, atau mengalami perubahan status ekonomi.
(Baca juga: 4 Strategi Kemensos Atasi Persoalan Bansos)
Selain itu, Mensos juga menemukan kasus mengenai kepala desa yang menentukan penerima bansos sesuai kepentingannya. Hal tersebut salah satunya terjadi di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Risma tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini juga terjadi di daerah lain.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan ketepatan sasaran, pemda berperan penting dalam melaksanakan proses verivali berjenjang berdasarkan musyawarah desa atau kelurahan. Setelah itu, data diteruskan ke tingkat kecamatan dan kabupaten atau kota.
“Pembaruan data kemiskinan merupakan tugas pemda. Kemensos tidak melakukan pendataan langsung," kata Risma.
Dia menjelaskan, pihaknya hanya menetapkan data yang telah dimutakhirkan oleh pemda. Masalahnya, beberapa pemerintah kabupaten dan kota kurang atau bahkan tidak aktif melaksanakan pemutakhiran.
Sebagai informasi, tugas penetapan data diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
Secara rinci, tugas dan kewenangan pemda dalam tahapan pemutakhiran data secara berjenjang diatur dalam pasal 8, 9, 10, dan 11.
(Baca juga: Mensos Risma Paparkan Evaluasi Hambatan Penyaluran Bansos di Semarang dan Sekitarnya)
Sebagai contoh, pasal 8 menyebutkan bahwa verifikasi dan validasi seperti yang dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di tingkat kecamatan, kelurahan, atau desa.
Kemudian, pasal 11 ayat (1) berbunyi, data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi yang disampaikan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (9) dan Pasal 9 ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Berdasarkan UU tersebut, Risma mengingatkan kepada pemda dan jajarannya agar berperan aktif dan mengawal proses pemutakhiran data dengan sungguh-sungguh.