KOMPAS.com – Indonesia terus mendorong terwujudnya demokrasi yang inklusif di seluruh dunia, khususnya di kawasan Asia-Pasifik dengan menggelar Bali Democracy Forum (BDF).
Gelaran tahunan yang telah berlangsung ke-12 kali itu digelar di Nusa Dua Bali, 5-6 Desember 2019.
BDF juga menjadi ajang saling tukar sudut pandang antara negara peserta dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi.
Tahun ini, BDF mengambil tema Democracy and Inclusivity dan menghadirkan partisipasi banyak pihak, mulai dari pemerintahan, organisasi internasional, ahli, generasi muda, hingga pelaku usaha.
Baca juga: Kemenlu Gandeng Mitra Tanah Air Tingkatkan Kapasitas SDM dan UKM
Total acara ini dihadiri 665 peserta dari 87 negara dan perwakilan dari tujuh organisasi internasional.
“Demokrasi bukan sekadar pemilu, tetapi juga proses keberlanjutannya yang dituntut mampu melindungi kepentingan umum dan bermanfaat bagi semua,” ujar Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid dalam keterangan tertulis saat menutup BDF ke-12.
Gelaran acara dimulai dengan sesi Ministerial Panel bertajuk Women Leadership, Inclusion and State of Democracy yang membahas pentingnya peran perempuan mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif.
Bukan sekadar tajuk. Panelis sesi ini adalah seorang perempuan yang saat ini menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.
Ia menggarisbawahi kontribusi positif perempuan bagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta kapabilitas perempuan dalam menjaga keamanan dan perdamaian.
Baca juga: Indonesia dan Australia Sepakat Hormati Integritas Wilayah
“Demokrasi yang sebenarnya tidak hanya memberikan kesempatan bagi perempuan untuk memilih, tetapi juga hak untuk dipilih,”ujar Menteri Retno.
Peserta BDF juga dibagi ke dalam empat kelompok dialog. Mereka saling mendiskusikan beragam tema tertentu terkait demokrasi inklusif.
Gelaran BDF ke-12 kali ini turut menggali sudut pandang demokrasi dan penerapan prinsip demokrasi dalam konteks ekonomi inklusif dari generasi muda.
Berbagai perbedaan sudut pandang yang ada kemudian dicerminkan ke dalam satu sesi cross panel sehingga menghasilkan cara pandang komprehensif tentang pemaknaan demokrasi inklusif.
Menurut Meutya, pelibatan berbagai latar belakang ini sesuai dengan prinsip dasar demokrasi, yakni pentingnya partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam ruang gerak yang kondusif dan konstruktif.
“Diharapkan pelibatan tersebut dapat menjadi sarana pembelajaran semua pihak untuk menemukan solusi strategis di masa depan dalam mengatasi tantangan terwujudnya demokrasi yang inklusif,” imbuh Meutya.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Tekankan Demokrasi Harus Inklusif, Ini Caranya
Forum ini pun menghasilkan key elements sebagai hasil pertemuan yang menyoroti pentingnya seluruh pemangku kepentingan dalam demokrasi, khususnya swasta, pemuda, dan perempuan.
Sektor swasta memang berperan penting sebagai mitra pemerintah dan perempuan memiliki peran sebagai natural consensus builder dalam masyarakat. Sementara itu, generasi muda mengemban harapan sebagai masa depan bangsa.
Kolaborasi dan sinergi ketiga sektor tersebut diyakini mampu menguatkan sistem demokrasi satu negara dan memberi manfaat lebih besar bagi banyak orang.