KOMPAS.com - Deputi Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Iskandar Simorangkir menyampaikan pentingnya ekonomi inklusif sebagai usaha untuk pemenuhan kesejahteraan.
“ Demokrasi tanpa pemenuhan kebutuhan ekonomi akan sulit berkembang," ungkapnya dalam pembahasan diskusi Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 dengan tema besar "Demokrasi dan Inklusivitas" di Bali, Kamis (5/12/2019).
Pembahasan tema tersebut muncul tak lepas akibat ketimpangan ekonomi di sejumlah negara dan menurunnya pertumbuhan ekonomi global. Tema itu pun merupakan yang kali pertama dibahas di forum BDF.
Untuk itu, para pembicara yang hadir menyampaikan berbagai tantangan dan hambatan dalam mewujudkan ekonomi yang inklusif.
Baca juga: Junjung Demokrasi Inklusif, Ini Jalannya Bali Democracy Forum Ke-12
Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/6/2019), dijelaskan, tantangan yang dimaksud antara lain jangkauan geografis, akses pendidikan terbatas, ketimpangan meningkat, dan pembangunan yang cenderung terkonsentrasi di pusat-pusat ekonomi.
Di tempat yang sama, dialog bisnis dengan tema lebih khusus “ Ekonomi Inklusif” juga menyimpulkan saran-saran yang masuk untuk mewujudkan ekonomi yang inklusif.
Beberapa saran tersebut, yaitu perlunya pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah non-pusat ekonomi, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan akses terhadap sistem pendidikan.
Adapun Sekjen HIPMI Bagas Adhadirgha selaku moderator dialog menyimpulkan, perlunya membangun ekosistem ekonomi inklusif dengan berbagai pihak, baik kalangan pemerintah, swasta, akademisi, maupun pemangku kepentingan lainnya.
Hal tersebut agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dipahami dan diimplementasi secara bersama.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Tekankan Demokrasi Harus Inklusif, Ini Caranya
Sementara itu, ekonomi kreatif yang terus dipromosikan Indonesia telah disambut positif dengan disahkannya suatu resolusi pada Sidang Majelis PBB di New York.
“Ekonomi kreatif memegang peranan yang penting dalam memperluas inklusivitas pembangunan," ucap Direktur United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia Christophe Bahuet yang menjadi panelis dalam dialog.
Implementasi dialog
Adapun dialog Ekonomi Inklusif ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dalam mengimplementasikan demokrasi yang inklusif.
Termasuk mewujudkan kerja sama konkret di bidang pengembangan kapasitas bagi negara-negara berkembang.
Sebagai bagian dari upaya konkret tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah menandatangani tiga Nota Kesepahaman (MoU) dengan sejumlah pemangku kepentingan.
Pertama, MoU Kemenlu dengan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pemberdayaan dan pengembangan kapasitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dan kawasan Pasifik.
Baca juga: Bangun Ekosistem Ekonomi Kreatif, Ini Saran Para Pelaku Ekonomi Kreatif
Kedua, MoU Kemenlu dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pemberdayaan dan pengembangan kapasitas UMKM di Indonesia dan kawasan Pasifik.
Ketiga, MoU Kemenlu dengan Unversitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) yang bertujuan meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui pemberian beasiswa.
Adapun peserta dari Panel Ekonomi Inklusif hadir dari sektor pemerintah, swasta, himpunan pengusaha, organisasi internasional, dan akademisi.
Dialog ini pun menghadirkan 11 panelis, yaitu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian RI, Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen, dan Wakil Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Baca juga: Kemenkop dan UKM Perkuat Sinergi dan Konsolidasi Pengembangan UMKM
Ada pula dari swasta, yaitu Traveloka, Bukalapak, CEO Genashtim Malaysia, Direktur Micro-Finance Center BRI, dan wakil Bank Indonesia.
Dari bidang akademik, ada UNDP Resident Representative, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).