KOMPAS.com – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP. Marsudi dalam lawatannya ke Busan dan Nagoya beberapa waktu lalu melihat, perdamaian panas (hot peace) ditandai dengan besarnya kekhawatiran mengenai situasi dunia secara politis dan ekonomi.
Hal yang dikhawatirkan meliputi persaingan geopolitik, geokonomi, dan tren menurunnya ekonomi dunia.
Menurut Retno, masalah tersebut dapat diatasi sebab dunia bisa mendinginkan situasi global saat ini.
“Bagai kekompakkan pada tarian bersama (line dance), diperlukan upaya bersama untuk mendinginkan perdamaian yang panas ini,” kata Retno, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Wapres: Mari Kita Ubah Perang Dagang untuk Perdamaian dan Kemakmuran
Menurut Retno, Indonesia siap dan berkomitmen untuk mengubah situasi perdamaian yang panas menjadi perdamaian produktif.
Retno menegaskan, menciptakan integrasi ekonomi juga berarti menciptakan platform yang efektif untuk mendinginkan situasi dunia yang panas.
“Indonesia berharap tahun depan Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP), integrasi ekonomi terbesar di dunia, dapat ditandatangani," kata Retno.
Baca juga: Tangkal Perang Dagang, RI Ingin RCEP Segera Rampung
Indonesia pun bertekad untuk terus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, pemajuan, perlindungan terhadap HAM, rules-based order, serta memupuk nilai-nilai keberagaman toleransi dan perdamaian.
Hal tersebut diucapkan Retno ketika menyampaikan keynote speech, pada Conference on Foreign Policy of Indonesia yang bertema Cooling off the Hot Peace: Strategic Opportunities and Economic Remedies for a Distressful World, di Kota Kasablanca Jakarta, Sabtu (30/11/2019).
Conference on Foreign Policy of Indonesia merupakan konferensi tahunan kebijakan luar negeri terbesar di dunia.
Konferensi tersebut diinisiasi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yang didirikan Duta Besar Dino Pati Djalal.
Baca juga: Ketika Menlu Retno Marsudi Joget TikTok Entah Apa yang Merasukimu...
Turut hadir sebagai pembicara, Mantan Presiden Timor-Leste Jose Ramos Horta, Mantan Menteri Luar Negeri RI Nur Hassan Wirajuda, dan Marty Natalegawa.
Pada kesempatan tersebut, Retno sempat mengutip pernyataan Managing Director IMF Kristalina Georgieva yang mengatakan, negara-negara Asean menyumbang 10 persen pertumbuhan global. Pada 2018, pertumbuhan ekonomi Asean masih mencapai rata rata 5,1 persen.
“Namun di tengah penurunan ekonomi dunia, Asean masih menjadi bright spot,” kata Retno.
Secara khusus, digarisbawahi bahwa Asean mereprenstasikan peluang dan stabilitas kawasan.
Baca juga: Perkuat Akses Pasar dan Investasi Jasa, Menteri Ekonomi ASEAN Teken Perjanjian Perdagangan Jasa
Mekanisme yang dipimpin Asean seperti Asean+1, Asean+3 dan EAS, telah mendorong dialog dan kesalingtergantungan ekonomi.
Pemimpin Asean telah mengadopsi Asean Outlook on the Indo-Pacific sebagai upaya untuk memajukan dialog dan keterbukaan, serta meningkatkan kerja sama praktis.
Dalam penutup pembukaannya, Retno mengajak seluruh peserta yang kebanyakan generasi milenial untuk bergabung bersama mengubah perdamaian yang panas menjadi perdamaian produktif.