KOMPAS.com – Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi yakin perempuan sebagai inti upaya dialog antaragama memiliki peluang besar dalam mencapai masyarakat yang inklusif dan damai.
“Sudah saatnya wanita bekerja bersama untuk membawa panji toleransi dan moderasi,” kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/11/2019).
Pernyataan itu ia sampaikan lewat pesan video saat membuka forum ASEAN Women Interfaith Dialogue dengan ASEAN-Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR) sebagai pemrakarsanya.
“Sudah saatnya bagi perempuan menjadi agen perdamaian, toleransi, dan kemakmuran,” imbuh Retno.
Baca juga: Kemenlu Janji Bantu Produk Unggulan NTT Penetrasi ke Pasar Global
Ia melanjutkan, forum yang merupakan hasil kerja sama ASEAN-IPR Indonesia, Australia, dan Asia Foundation itu harus bisa menjadi platform untuk mewujudkan hal tersebut.
Forum yang digelar 12–13 November 2019 di Grand Sheraton, Jakarta itu bertema Promoting Understanding for an Inclusive and Peaceful Society.
Acara itu sekaligus merupakan tindak lanjut peluncuran pool of experts–ASEAN Women for Peace Registry (AWPR) tahun lalu di Filipina.
Selain itu, acara tersebut adalah suatu implementasi ASEAN Leader’s Joint Statement Women, Peace and Security tahun 2017.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN, Dato Lim Jock Hoi dan Chargé D’Affaires Australia Mission to ASEAN, Megan Jones yang membuka forum tersebut sangaat mengepresiasi kegiatan ini.
Ini karena sesuai dengan kepentingan ASEAN saat ini, yakni pemberdayaan wanita dan aktualisasi perdamaian serta masyarakat inklusif di kawasan.
“Partisipasi aktif dalam dialog antaragama seperti ini menunjukkan komitmen kami untuk memberdayakan perempuan ASEAN,” kata Dato Lim saat sambutan pembuka.
Baca juga: Dunia Internasional Puji Cara Indonesia Perlakukan Napi Teroris
Ia melanjutkan, pemberdayaan itu khususnya dalam menyelesaikan perselisihan dan mengatasi tantangan melalui jalur damai dengan pendekatan menyeluruh pada masyarakat.
Sementara itu, menurut Wakil Indonesia untuk ASEAN-IPR Governing Council, Duta Besar Artauli Tobing, forum ini memberi ruang perempuan ASEAN untuk terlibat aktif bangun perdamaian.
“Pria dan perempuan perlu bekerja bersama dalam penciptaan perdamaian berbasis agama, meski keterlibatan perempuan sering tidak terdengar,” kata Artauli.
Pada forum ini, Indonesia berkesempatan membagikan pengalaman dan praktik terbaik dalam mengelola masyarakat yang sangat beragam dan majemuk, bersama dengan tantangannya.
Hal tersebut disampaikan Ketua Konferensi Internasional mengenai Agama dan Perdamaian, Siti Musdah Mulia saat sesi pesan perdamaian.
Pengalaman dan praktik itu terutama dalam mengamankan tiga pilar perdamaian berkelanjutan, yakni pemulihan ekonomi dan rekonsiliasi, kohesi dan pembangunan sosial, serta legitimasi politik, keamanan, dan pemerintahan yang baik.
ASEAN Women Interfaith Dialogue memang bertujuan membagikan pengalaman dan praktik terbaik dalam menguatkan peran wanita menjaga harmoni di antara masyarakat yang beragam.
Baca juga: Kemensos Gandeng Kemenlu untuk Edukasi Tantangan dan Peluang Masyarakat ASEAN
Forum tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan yang ada dan cara mengatasinya demi menuju masyarakat yang majemuk, inklusif dan lebih maju.
Selain merupakan dialog antaragama perempuan tingkat ASEAN pertama, forum turut dihadiri lebih dari 125 peserta.
Mereka berasal dari berbagai organisasi dan komunitas agama, akademisi, serta think tanks negara anggota ASEAN.
Rekomendasi atau hasil dari pertemuan akan menjadi masukan bagi ASEAN.