KOMPAS.com - Peringatan Hari Otonomi Daerah setiap 25 April tidak sekadar menjadi seremoni, tetapi momentum krusial bagi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mempererat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Penguatan sinergi pemerintah pusat dan daerah diperlukan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mengakselerasi visi Indonesia Emas 2045.
Peringatan Hari Otonomi Daerah 2025 secara nasional mengusung tema "Sinergi Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045" dan dipusatkan di Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC/DOME), Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat (25/4/2025).
Upacara peringatan nasional dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto serta diikuti serentak secara daring oleh seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia.
Sejumlah pemangku kepentingan hadir dalam kegiatan tersebut, yakni para kepala daerah se-Provinsi Kaltim, perwakilan kementerian atau lembaga terkait, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Kaltim dan Kota Balikpapan, serta kepala daerah penerima penghargaan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD).
Para pimpinan Jabatan Pratama Provinsi Kaltim di Kota Balikpapan, elemen Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Kota Balikpapan dan anggota Forum Pembauran Kebangsaan Kota Balikpapan juga turut hadir. Kepala daerah se-Indonesia ikut berpartisipasi secara virtual.
Dalam sambutannya, Bima mengajak kepala daerah dan aparatur sipil negara (ASN) di Kaltim untuk bergerak cepat dan bersinergi. Ajakan ini selaras dengan semangat “Giat, Akurat, Sigap, Profesional, dan Optimal (Gaspol)” yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
"Irama yang dibangun Presiden Prabowo nyambung dengan (pelayanan publik) Kaltim (yang responsif dan efisien). Gratis pol, gaspol, cepat, dan memudahkan warga," kata Bima.
Bima melanjutkan, otonomi daerah diharapkan bisa menjadi katalisator efisiensi, inovasi, dan pemerataan pembangunan di tingkat lokal. Dengan begitu, kebutuhan masyarakat di daerah bisa terakomodasi.
Terkait Hari Otonomi Daerah Ke-29, Bima menilai, peringatan ini lebih dari sekadar refleksi perjalanan otonomi. Peringatan ini juga penegasan peran strategis Kaltim sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Sinergi yang kokoh antara pemerintah pusat dan daerah adalah prasyarat untuk mengoptimalkan potensi IKN,” tuturnya.
Pemda, lanjut Bima, dituntut proaktif, inovatif, dan kolaboratif dalam menciptakan lanskap ekonomi baru. Sementara, pemerintah pusat melalui Kemendagri terus melakukan sinkronisasi dengan pemda dan akselerasi kebijakan.
Dengan harmoni kebijakan ini, Bima menambahkan, IKN diharapkan tidak hanya menjadi ikon modernisasi, tetapi juga motor penggerak kesejahteraan masyarakat Kaltim.
Kapasitas pemerintahan di daerah memegang peranan sentral dalam memanfaatkan berkah IKN. Wamendagri pun menyoroti peran sentral meritokrasi sebagai fondasi krusial di pemda.
"Kewenangan besar harus berbanding lurus dengan kapasitas. Meritokrasi adalah kunci, mulai dari open bidding, manajemen talenta, hingga penempatan the right man in the right place at the right time," jelas Bima.
Ia berharap, Kaltim dapat menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang profesional dan berpihak pada rakyat. Dengan demikian, dampak positif investasi serta konektivitas IKN dapat dirasakan oleh seluruh wilayah Kaltim.
Pemilihan Balikpapan sebagai tuan rumah perayaan HUT Otonomi Daerah Ke-29 bukan tanpa pertimbangan.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Akmal Malik menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.7-2109 Tahun 2025 tentang Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024 terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun 2023, Balikpapan ditetapkan sebagai pemerintah kota (pemkot) yang berkinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain mencatatkan kinerja yang tinggi, Pemkot Balikpapan juga berhasil menghadirkan berbagai inovasi yang relevan dengan tema Hari Otonomi Daerah tahun ini.
“Balikpapan juga memiliki peran strategis sebagai salah satu daerah penyangga IKN,” terang Akmal.
Akmal menambahkan, Balikpapan memiliki infrastruktur transportasi yang memadai dan aksesibilitas yang baik sehingga layak menjadi lokasi penyelenggaraan acara berskala nasional.
Peringatan HUT Otonomi Daerah Ke-29 juga menjadi momen penting untuk merefleksikan perjalanan panjang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sejak 1999. Selain itu, perayaan ini menjadi kesempatan untuk mempromosikan potensi lokal, inovasi daerah, serta memperkuat sinergi antar-pemerintah daerah di Indonesia.
"Hal ini sebagai bentuk refleksi dan apresiasi terhadap keberhasilan perjalanan otonomi daerah yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan daerah serta bentuk pengakuan pemerintah pusat terhadap kemandirian daerah dan daya saing daerah," ucap Akmal.
Penunjukan Balikpapan sebagai pusat penyelenggaraan Hari Otonomi Daerah 2025 juga menjadi bentuk pengakuan atas kinerja Pemkot Balikpapan dalam menjalankan pemerintahan daerah yang efektif, akuntabel, serta mendukung pembangunan nasional.
Sebagai wujud apresiasi atas capaian kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, penganugerahan kepada 23 daerah yang menunjukkan performa terbaik berdasarkan hasil EPPD Tahun 2024 juga dilakukan pada peringatan Hari Otonomi Daerah Ke-29.
Penghargaan prestisius ini diberikan kepada pemda yang memiliki kinerja tertinggi secara nasional berdasarkan evaluasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.7-2109 Tahun 2025.
Untuk tingkat provinsi, penghargaan diberikan kepada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kemudian, 10 pemerintah kabupaten yang mendapatkan penghargaan adalah Kabupaten Bangli, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tulung Agung, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Pasaman.
Selanjutnya, 10 pemkot yang mencatatkan kinerja terbaik dan menerima penghargaan, adalah Kota Surakarta, Kota Denpasar, Kota Balikpapan, Kota Tangerang, Kota Medan, Kota Batu, Kota Samarinda, Kota Makassar, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Yogyakarta.
Usai memimpin upacara, Bima menyerahkan piagam penghargaan kepada para kepala daerah yang berprestasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Rangkaian acara Hari Otonomi Daerah Ke-29 diisi dengan peninjauan implementasi berbagai program dan kegiatan pelayanan publik Pemprov Kaltim.
Sebelum upacara, para peserta berkesempatan mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanudjoso Djatiwibowo untuk melihat langsung pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis atau dikenal dengan nama “Gratispol”.
Setelah upacara, peserta mengunjungi dan berbelanja di 20 stan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lokal di area BSCC Dome sebagai bagian dari pemberdayaan UMKM Balikpapan. Masyarakat juga diundang menikmati produk khas UMKM setempat.
Selanjutnya, para peserta Hari Otonomi Daerah meninjau layanan kesehatan dasar di Puskesmas Gunung Bahagia, termasuk program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) dari pemerintah pusat.
Kunjungan berlanjut ke SD 015 Kecamatan Balikpapan Selatan untuk menyaksikan implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak sekolah.
Sebagai penutup rangkaian kegiatan, para peserta melaksanakan Salat Jumat dan makan siang bersama di Masjid Madinatul Iman, Balikpapan Islamic Center, sebelum bertolak menuju Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sebagai informasi, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah melalui perjalanan panjang sejak era kolonial. Hal ini ditandai dengan desentralisatie wet (1903) oleh pemerintah Belanda sebagai kebijakan otonomi pertama.
Setelah kemerdekaan, Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1945 meletakkan asas dekonsentrasi dengan pembentukan Komite Nasional Daerah. UU Nomor 22 Tahun 1948 kemudian memperjelas struktur daerah menjadi tiga tingkat, yakni provinsi, kabupaten/kota besar, serta desa/kota kecil.
Selepas Pemilu 1955, UU Nomor 1 Tahun 1957 mengubah istilah daerah otonom menjadi Swatantra dan membagi wilayah RI menjadi daerah besar dan kecil.
Era Demokrasi Terpimpin diwarnai Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959 dan UU Nomor 18 Tahun 1965 yang bersifat desentralistis dengan pendekatan otonomi simetris dan asimetris.
Namun, arah kebijakan kembali terkoreksi pada Orde Baru melalui UU Nomor 5 Tahun 1974 yang cenderung sentralistis dan berlaku selama 25 tahun.
Perubahan lanskap politik global pasca-Perang Dingin memicu gerakan pro-demokrasi dan desentralisasi. Hal ini direspons pemerintah dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1996 yang menetapkan 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah.
Momentum reformasi melahirkan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang memberikan kewenangan luas kepada daerah, kecuali beberapa urusan pusat, dan memicu pembentukan banyak daerah otonom baru (DOB) serta kecenderungan daerah-sentris.
Upaya menyeimbangkan desentralisasi dalam NKRI berlanjut dengan UU No 32 Tahun 2004 di era Presiden Megawati yang juga memperkenalkan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Setelah implementasi selama hampir satu dekade, berbagai evaluasi mendorong pembentukan UU No 23 Tahun 2014 yang fokus pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan penataan pembentukan DOB.
Hingga 2022, Indonesia memiliki 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan terus menjadi komitmen pemerintah, termasuk di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.