KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (pemda) memahami perkembangan data inflasi secara mendalam.
Ia juga berharap kementerian dan lembaga (K/L), khususnya yang bertanggung jawab dalam pemantauan inflasi untuk melakukan hal serupa.
“Untuk produk-produk tertentu yang masih mengalami kenaikan harga, kami meminta semua pihak untuk benar-benar mengkritisi dan memeriksa data di daerah masing-masing,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (2/10/2024).
Baca juga: Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan
Pernyataan tersebut disampaikan Tomsi saat memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024 di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kemendagri, Jakarta.
Ia juga mendorong stakeholder untuk segera menindaklanjuti jika masih terdapat kenaikan harga produk di daerah dan berharap inflasi yang terjaga dapat terus dipertahankan.
Pada kesempatan yang sama, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa per September 2024 terjadi deflasi sebesar -0,12 persen secara month-to-month (MtM), dengan inflasi year-on-year (YoY) sebesar 1,84 persen.
Baca juga: Oknum Kepala Daerah Akali Data Inflasi, Bos BPS: Kami Jaga Independensi
Ia merinci bahwa deflasi dipicu oleh beberapa komponen, terutama dari sektor makanan, minuman, dan tembakau.
“Dari pantauan kami, harga di tingkat konsumen menunjukkan penurunan, yang berarti terjadi deflasi secara month-to-month. Hal ini dipengaruhi oleh turunnya harga-harga komoditas yang pasokannya sedang melimpah di pasar, khususnya yang termasuk dalam kategori pangan yang volatil,” ujar Amalia.
Selain itu, kata dia, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi juga berkontribusi terhadap deflasi, yang disesuaikan dengan harga minyak internasional.
Baca juga: Jokowi Sebut Dunia Tidak Normal, Kurs Rupiah dan Harga Minyak Sulit Dikalkulasi
Amalia juga memberikan informasi tentang inflasi per September 2024 berdasarkan wilayah provinsi.
Dari 38 provinsi di Indonesia, 14 provinsi mengalami inflasi, sedangkan 24 provinsi mengalami deflasi.
Provinsi dengan inflasi tinggi termasuk Maluku Utara, Papua Barat Daya, dan Gorontalo, sedangkan deflasi tertinggi terdapat di Papua Barat, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Amalia menegaskan komitmen BPS untuk menjaga independensi dalam pengukuran inflasi, terlepas dari intervensi pihak manapun, serta menggunakan metodologi yang sesuai dengan standar internasional.
“Oleh karena itu, kami akan memastikan kualitas secara ketat di setiap tahap proses penyediaan data statistik, tidak hanya terkait inflasi, tetapi juga untuk semua angka yang kami rilis. Kami berkomitmen untuk menjaga jaminan kualitasnya,” tutur Amalia.