KOMPAS.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menerima kunjungan Ketua Parlemen Thailand Wan Muhammad Noor Matha, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemedag), Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Dalam pertemuan bilateral tersebut, Mendag Zulhas menyampaikan beberapa hal penting, salah satunya mengenai peningkatan kerja sama di sektor perdagangan karet. Apalagi Thailand dan Indonesia merupakan produsen karet terbesar nomor satu dan dua di dunia.
“Thailand dan Indonesia merupakan produsen utama karet dunia yang menghadapi situasi dan kondisi yang kurang lebih sama akibat harga karet alam dunia yang terus berfluktuasi selama 10 tahun terakhir,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laman Kemendag.go.id, Jumat.
Dalam kesempatan tersebut, Mendag Zulhas menyoroti dinamika harga karet dunia yang terus menurun.
Baca juga: Presiden Jokowi dan Menlu Thailand Bahas Harga Karet
Seperti diketahui, harga karet per 9 Agustus 2023 telah mencapai 1,3 dollar Amerika Serikat (AS) per kilogram (kg).
Mendag Zulhas mengungkapkan, terdapat beberapa penyebab kondisi penurunan produksi pasar karet dunia.
“Salah satunya akibat penyakit gugur daun. Dengan kondisi ini, harga karet tidak bisa didorong ke tingkat yang remuneratif,” ucapnya.
Selain penurunan harga, lanjut Mendag Zulhas, tekanan dari konsumen juga terus berlanjut, terutama dengan pemberlakuan kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang berpotensi turut memengaruhi perdagangan karet alam.
Mendag Zulhas menyebut, pertemuan bilateral tersebut menjadi momentum untuk menguatkan hubungan bilateral Indonesia dan Thailand, khususnya dalam mengatasi tantangan dan meningkatkan harga karet.
Baca juga: Naikan Harga Karet, Indonesia Ajak Thailand dan Malaysia Kurangi Ekspor
Rendahnya harga karet, kata dia, akan berdampak terhadap ketersediaan karet alam di masa depan karena mendorong petani karet untuk beralih komoditas.
"Sejatinya, harga karet yang terlalu rendah akan menurunkan kesejahteraan petani. Bila hal ini terjadi secara berlarut, dikhawatirkan sektor komoditas karet akan ditinggalkan,” imbuh Mendag Zulhas.
Untuk itu, lanjut dia, perlu kolaborasi negara-negara produsen karet terbesar, seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Demi memperkuat posisi, kata Mendag Zulhas, ITRC harus menggandeng negara eksportir karet lain, seperti Vietnam dan Filipina untuk bersama memperjuangkan peningkatan harga karet.
Sebagai informasi, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia bergabung dalam kerja sama ITRC. Kerja sama ini memiliki kontribusi 58 persen dari produksi karet alam dunia.
ITRC berkomitmen menjaga stabilitas harga karet alam di tingkat yang menguntungkan bagi petani serta menjaga permintaan dan penawaran karet alam dunia.
ITRC secara konsisten telah menerapkan berbagai instrumen untuk menjaga harga karet.
Instrumen tersebut adalah Supply Management Scheme (SMS) dalam pengendalian pasok karet alam global dalam jangka panjang, Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk menjaga keseimbangan supply-demand karet jangka pendek di pasar global, dan instrumen Demand Promotion Scheme (DPS) dalam upaya meningkatkan konsumsi karet alam domestik.
Baca juga: Hari Kucing Sedunia 2023, sejak Kapan Kucing Jadi Hewan Domestik?
Pada 2022, Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan pangsa pasar 21,57 persen.
Pada tahun tersebut, ekspor karet alam Indonesia ke dunia tercatat sebesar 3,66 juta dollar AS atau turun 11,35 persen dibanding 2021 yang tercatat sebesar 4,12 juta dollar AS.
Dalam lima tahun terakhir periode 2018 sampai 2022, ekspor karet alam Indonesia terus mengalami penurunan dengan tren sebesar 1,4 persen.