JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menggelar kegiatan focus group discussion (FGD) terkait pembahasan sistem keselamatan pada kendaraan bermotor berupa Antilock Brake System (ABS) dan Electronic Stability Control (ESC).
Pembahasan yang bertujuan untuk mendukung Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) itu berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (24/9/18)
Diskusi berfokus pada standar keamanan kendaraan, terutama roda dua, untuk mendukung salah satu aspek keselamatan di jalan yaitu kendaraan yang berkeselamatan (safer vehicle).
Berdasarkan paparan yang berlangsung pada FGD, baru Malaysia di antara negara-negara ASEAN yang mengadaptasi peraturan keamanan menggunakan ABS pada seluruh kendaraannya.
Baca juga: Ke Pekanbaru, Menhub Kampanyekan Keselamatan Berkendara bagi Anak Muda
Direktur Pembinaan Keselamatan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan, target FGD untuk memastikan apakah ABS laik fungsi sebagai alat keselamatan berkendara di Indonesia.
“Kami sedang mempertimbangkan dan memastikan kenapa negara lain mewajibkan (ABS), kenapa Indonesia belum,” ujar Risal, Senin.
Pada dasarnya penggunaan ABS di kendaraan berguna untuk mencegah ban mem-block rem saat rem mendadak dan mencegah risiko pengendara terpelanting.
ABS pun dianggap penting untuk diberlakukan pada seluruh kendaraan karena bersangkutan dengan tingginya angka kecelakaan di Indonesia.
Baca juga: Tingginya Kecelakaan Lalu Lintas Bikin Negara Merugi
Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia, setiap tahun ada 28.000-38.000 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) turut mengusulkan pemakaian ABS. ABS menjadi bagian dari penerapan active safety dalam kendaraan. Sementara itu, dalam passive safety, misalnya penggunaan safety belt atau pemakaian helm.
Berdasarkan RUNK, kelima pilar integrasi itu meliputi manajemen keselamatan, jalan yang berkeselamatan, kendaraan berkeselamatan, perilaku berkeselamatan, dan penanganan pasca keselamatan.
“FGD hari ini membahas dari satu pilar, yaitu kendaraan berkeselamatan dalam usaha menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan. ABS sebagai salah satu opsi, tapi ini saja tidak dapat menyelesaikan masalah 100 persen karena masih ada faktor lain seperti perilaku pengendara dan kondisi lapangan,” jelas Rika.
Baca juga: Kemenhub-Aptrindo Gelar Program Truk Pelopor Keselamatan Lalu Lintas
Selanjutnya akan ada pembahasan lebih detail lagi di Kementerian Perhubungan sebagai penanggung jawab pilar tiga RUNK, kendaraan berkeselamatan.
"Kalau ABS ini memang mumpuni sebagai salah satu alat pencegah kecelakaan dalam sistem, kita pastikan akan ada dalam regulasi," imbuh Risal Wasal.
Utamanya, ia melanjutkan, pemerintah sebagai regulator menyepakati kalau nyawa manusia menjadi perhatian nomor satu sehingga penerapan ABS akan serius dipertimbangkan.